Hati, Akal dan Nafsu
ALLAH
telah menjadikan bagi jasad manusia ada hati (roh), akal dan nafsu.
Ketiga-tiga jasad batin ini mempunyai peranan atau fungsi yang
tersendiri dan berbeda di antara satu sama lain. Dalam diri manusia selalu berkolaborasi
antara nafsu, akal, dan hati nurani, dan tidak ada lagi yang lainnya.
Manusia tanpa salah satu diantara ketiga hal tersebut, bukan lagi
seorang manusia. Hal inilah yang menjadi prinsip dasar perbedaan antara
manusia dan makhluk hidup lainnya
Nafsu
Nafsu
berperanan untuk berkehendak akan sesuatu, kepada perkara yang baik
maupun yang buruk. Tetapi tabiat asalnya lebih cenderung kepada
kejahatan daripada kebaikan seperti dalam firman ALLAH :
“ Sesungguhnya nafsu itu sangat menyuruh berbuat kejahatan. (Yusuf: 53)
Pada
awalnya manusia memang hanyalah sebuah kumpulan nafsu-nafsu. Manusia
adalah sosok yang terus berhasrat. Oleh karena itu, nafsu manusia tidak
akan pernah habis dan manusia tidak akan pernah merasa puas karena nafsu
yang tidak terbatas itu harus dipenuhi oleh dunia yang terbatas. Jika
ada yang menganggap bahwa hidup adalah sebuah penderitaan, maka hal itu
bisa dilihat dalam hal ini. Penderitaan itu dilihat dari kacamata
ketidakmampuan manusia untuk memenuhi semua nafsu yang ada dalam
dirinya.
Nafsu-nafsu
itu kemudian juga bersaing satu sama lain dalam diri manusia dan pada
akhirnya inilah yang menjadikan manusia itu seperti apa, sosok yang
menjadi bahan penilaian banyak orang. Manusia tidak pernah memiliki
sebuah nafsu yang tunggal. Nafsu pada manusia senantiasa majemuk. Oleh
karena itu, menjadi jelas mengapa manusia memiliki banyak sifat, seperti
pemarah, murah hati, rendah hati, dan lain sebagainya. Sebenarnya, hal
ini merupakan bentuk yang muncul dari perealisasian nafsu yang ada dalam
diri manusia tersebut.
Saat
nafsu tidak terpenuhi, misalnya, maka kita akan menjadi marah, namun
sebaliknya disaat nafsu kita terpenuhi, ada kesenangan menyelimuti dan
terpnacar juga ke orang-orang disekitar kita. Ketika ada hasrat untuk
berbagi, maka manusia itu disebut murah hati. Sifat-sifat yang muncul
inilah yang menjadikan diri kita seperti apa. Oleh karena itu,
sebenarnya tidak ada manusia yang memiliki sifat yang tetap. Ia
senantiasa berubah dan dinamis, tergantung bagaimana dan nafsu apa yang
sedang ada dan berhasil dipenuhinya.
Akal.
Akal dijadikan oleh Allah dengan tabiat asal yang baik dan mematuhi perintah Allah.Dalam
proses pemenuhan nafsu-nafsunya tersebut, manusia dibekali dengan akal.
Manusia memang berpikir sebagai dasar untuk menemukan cara memenuhi
nafsunya, namun yang paling menonjol dari manusia adalah karena ia
memiliki akal yang bekerja bersama dengan pikiran itu.
Akal
dalam hal ini berperan dalam memberikan petunjuk tentang sesuatu,
tentang apa yang bernilai atau tidak bagi diri manusia itu sendiri.
Selain itu, dengan akal pun manusia dapat memiliki kreativitas dan
dengannya menjadikan hidup ini dinamis.
Akal
menjadikan manusia seolah-olah seperti sebuah komputer yang paling
canggih sedemikian sehingga komputer yang paling canggih pun tidak bisa
mengalahkan manusia. Hal ini kembali disebabkan karena nafsu manusia
yang tidak pernah habis, yang menjadikan manusia terus mengejar sesuatu
yang lebih. Dalam hal inilah nafsu bekerja sama dengan akal untuk
menciptakan sesuatu yang memiliki nilai lebih bagi manusia itu sendiri.
Manusia adalah makhluk yang terus mencari yang lebih baik, itulah nafsu
dasarnya dan akallah yang menjadi perantaranya, sarana untuk
merealisasikannya.
Hati Nurani atau Roh
Ada 2 pengertian:
1) Hati
pada makna pertama ialah hati lahir atau yang dikatakan hati kasar
yaitu daging sebesar genggaman tangan terletak di dalam dada sebelah
kiri manusia. Hati jenis ini berongga dan tempat darah mengalir ke
seluruh urat saraf manusia. Hati ini memang dapat dilihat dengan mata
kasar, dijamah dan di kerat/belah oleh pisau. Ia akan hancur dan busuk
berulat apabila mati. Hati jenis ini terdapat juga pada hewan yang tidak
berakal yang mana tiada nilaian sedikitpun disisi Allah.
2) Hati
dengan maksud yang kedua ialah hati batin atau hati seni yang tidak
dapat dilihat dengan mata kasar, tak dapat disentuh oleh tangan dan tak
dapat dikerat/belah oleh pisau, tetapi ia dapat dirasakan oleh pengakuan
batin sendiri tentang kewujudannya, dan dia itu suatu kejadian yang
Latifah Rabbaniyyah atau yang dapat kita bahasakan sebagai hati seni
kejadian tuhan yang ruhani. Hati ini berhubung rapat dengan kerja-kerja
hati kasar tadi. Hubungan antara keduanya tak dapat diterangkan oleh
otak doctor jenis manusia karena hati batin seperti ini datang dari
kejadian alam ghaib dan hati kasar adalah dari benda-benda alam kasar
ini. Perumpamaan keduanya adalah : Hati batin umpama raja pemerintah dan
hati kasar itu umpama istana raja tempat ia bertakhta dan
anggota-anggota badan dhahir ini umpama rakyat jelata. Hati jenis ini
tidak akan busuk berulat setelah mati dan tidak akan hancur buat
selama-lamanya. Apabila tubuh berpisah dengan nyawa, dialah yang akan
menemui alam Akhirat. Dialah yang berasa bahagia atau celaka di dunia
dan akhirat.
Dengan
Hati Latifah Rabbaniyyah inilah maka hati kasar tadi dapat berdenyut.
Ia mempunyai sifat-sifat Ta’aqqul dan juga sifat-sifat Ma’ani dari sejak
dia dijadikan di alam arwah yakni sebelum dia bercantum dengan alam
kasar ini. Ahli-ahli falsafah dan tasawwuf telah bersependapat dan
menamakan hati jenis ghaib ini ‘Jauhar Mujarrad’. Hati dari jenis yang
kedua inilah hakikat kejadian manusia yang mempunyai tanggung jawab
kepada Allah di dunia dan akhirat.
Hati
peranannya mengenal dan berperasaan. Ia juga bisa menampung ilmu
pengetahuan tanpa belajar jika jiwanya bersih. Di samping itu ia menjadi
raja dalam diri manusia. Akal peranannya berfikir, mengkaji dan menilai
untuk menerima ilmu pengetahuan. Tabiat hati (roh) memang sudah kenal
ALLAH dan mengenal kebaikan.
Sebagaimana Firman Allah:
Hati nurani ini bekerja sama dengan akal ketika merealisasikan nafsu dalam rangka menjadikan manusia itu lebih baik.
Sebagaimana Firman Allah:
"Tidakkah Aku ini Tuhan kamu (wahai roh)?" Mereka menjawab: "Bahkan kami menyaksikannya." (Al A`raf 172).
Hati nurani ini bekerja sama dengan akal ketika merealisasikan nafsu dalam rangka menjadikan manusia itu lebih baik.
Manusia
pada dasarnya adalah makhluk yang bebas, namun tidak bebas. Oleh karena
itu, Jean-Jacques Rousseau, dalam bukunya The Social Contract,
mengatakan bahwa, “Man is born free, and everywhere he is in chains.”
Hal ini mengindikasikan bahwa manusia memang bebas, namun ia selalu
terbelenggu dimana-mana. Tidak perlu jauh-jauh untuk dibuktikan. Manusia
senantiasa bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Hal inilah
yang menjadi salah satu pembatas kebebasan mereka. Kebebasan satu
individu berhadapan dengan individu lainnya dan akan terjadi tubrukan.
Jika tidak dibatasi, maka yang terjadi adalah dunia yang penuh dengan
rasa egois.
Rasa
keterbatasan dalam kebebasan manusia inilah yang akhirnya menimbulkan
peranan hati nurani seorang manusia. Hati nurani berperan dalam
menentukan perealisasian nafsu yang tidak mengganggu kebebasan orang
lain. Dalam hal ini, orang lain harus diutamakan karena jika tidak maka
yang timbul adalah dunia yang penuh dengan suasana egois.
Ketika
manusia merealisasikan nafsunya dengan akal namun tanpa hati nurani,
maka ia bukanlah seorang manusia, karena ia tidak menyadari
keterbatasannya sebagai individu yang juga harus menyadari eksistensi
individu lainnya. Manusia juga tidak bisa merealisasikan nafsunya hanya
dengan hati nurani, sebab akallah yang menjadi kunci dalam
merealisasikan nafsu manusia. Selanjutnya, manusia tanpa nafsu pun juga
tidak bisa disebut sebagai manusia, karena tidak ia tidak memiliki
hasrat dan hidupnya akan statis sebab akal dan hati nuraninya tidak
dipakai untuk perkembangannya.
Oleh
karena itu, manusia harus memiliki keseimbangan dalam nafsu, akal, dan
juga hati nuraninya. Dalam perealisasian sebuah nafsu yang dilakukan
oleh akal dalam rangka menjadikan manusia itu lebih baik, manusia tidak
boleh melanggar eksistensi manusia lain sebagai subjek, yakni melalui
hati nuraninya.
Hati mencetuskan 'yakin' dan 'mau', nafsu pula menentukan 'mampu'. Ilmu
dapat me'muas'kan akal, iman dapat me'muas'kan hati dan menjerat nafsu.
Muallim(guru) mengajar untuk memberitahu, murabbi(pendidik) mendidik
untuk mencetuskan mahu dan memimpin kebuasan nafsu. Hati adalah raja
anggota badan. Akal adalah bendahara kepada hati. Nafsu pula pengacau
yang boleh memburukkan akal dan hati. Ringkasnya, hati menentukan
tindakan, akal memandu hati untuk bertindak membuat kerja dengan
'betul-betul'. Nafsu perusak kepada 'perancangan' hati dan akal!
Disamping faktor didalam tersebut, juga ada faktor dari luar yang
mempengaruhi 'penghijrahan' seseorang, untuk keluar daripada kesenangan
kepada penderitaan, buat sementara waktu!
Ada tiga golongan manusia berdasarkan pada akal dan nafsunya yaitu:
1. Manusia yang nafsunya lebih dominan daripada akalnya.
2. Manusia yang nafsu dan akal sama-sama dominan.
3. Manusia yang akalnya lebih dominan daripada nafsunya.
Manusia golongan pertama akan cenderung menuruti keinginan hawa nafsunya. Segala sesuatu didasarkan hanya kepada nafsu semata. Nafsu akan cenderung memegang kendali penuh terhadap akalnya, bahkan aturan negara dan agama pun akan dilawannya bila tidak sesuai dengan kriteria nafsunya.
Secara
umum, nafsu ini akan cenderung membawa manusia pada perbuatan yang
negatif karena dominasinya terhadap akal. Manusia dalam golongan ini
tidak akan pernah punya perasaan bersalah.
Kadang-kadang
pada bulan Ramadan ada orang yang suka bertanya: “katanya di bulan
Ramadan setan-setan akan dirantai, lalu kenapa masih ada saja
orang-orang yang membunuh, berbuat kekerasan, mencuri, merampok dan
sebagainya?”. Jawabannya adalah karena nafsunya telah membelenggu
dirinya dan mengendalikan akalnya.
Manusia
golongan kedua adalah manusia yang kadang berbuat atau bertindak
berdasarkan akal pada suatu kesempatan dan berdasarkan nafsu pada
kesempatan lainnya. Ia akan bisa berbuat baik di suatu kesempatan dan
berbuat jahat di kesempatan lainnya. Ketika telah melakukan perbuatan
jahat, ada kemungkinan akan timbul rasa bersalah dalam dirinya dan
timbul hasrat untuk memohon ampunan. Namun demikian, ada kemungkinan ia
akan mengulangi lagi perbuatan jahatnya di waktu yang lain.
Manusia
golongan ketiga adalah manusia yang cenderung berbuat baik di setiap
kesempatan. Ini adalah kondisi ideal manusia, dimana akal mampu
mengendalikan nafsu dan membawanya pada hal-hal yang positif sesuai
dengan peraturan negara dan agama.
Akal
sendiri adalah bagian terpenting yang membedakan antara manusia dan
binatang. Keutamaan manusia adalah karena selain dikarunia nafsu, ia
juga dikaruniai akal sebagai suatu sarana untuk belajar dan terus
belajar.
Nafsu
pada diri manusia tumbuh lebih dahulu daripada akal, oleh karena itu
jika kita perhatikan anak-anak kita, mereka selalu ingin agar apa yang
diminta dituruti oleh orang tuanya. Bahkan harus menjerit jika
kemauannya tidak terpenuhi. Akal pada diri manusia berkembang sedikit
demi sedikit untuk membangun kekuatan dan mulai bisa mengimbangi
kekuatan pengaruh nafsu pada saat manusia berusia belasan tahun.
Namun
demikian, proses tumbuh kembangnya akal pada diri manusia tak lepas
dari bagaimana cara orang tua menumbuhkan anaknya. Salah satu faktor
terpenting agar akal bisa tumbuh dengan baik (dalam konsep Islam) adalah
dengan memberikan makanan yang halal (dan baik). Halal baik dari jenis
makanannya maupun dari cara mendapatkannya.
Jadi,
marilah kita berhati-hati dalam memberi makan anak kita agar nafsunya
tidak mendominasi akalnya sehingga akan tumbuh generasi yang baik di
kemudian hari.
0 komentar:
Posting Komentar