Menahan Orang Lewat Di Depan Kita Saat Shalat
Dari Abu Said al-Khudri berkata, aku mendengar Rasulullah
saw bersabda, “Jika salah seorang dari kalian shalat kepada sutrah yang
menjaganya dari manusia lalu seseorang hendak lewat di hadapannya maka
hendaknya dia menahannya, jika dia menolak maka hendaknya dia
memeranginya karena dia adalah setan.” Muttafaq alaihi.
Hak ini berlaku dengan dua syarat:
1- Mushalli meletakkan sutrah, berdasarkan sabda Nabi
saw, “Jika salah seorang dari kalian shalat kepada sutrah…” Sebaliknya
jika mushalli tidak meletakkan sutrah maka hak ini tidak berlaku karena
kelalaian terjadi dari dirinya.
2- Mushalli mendekat kepada sutrah, berdasarkan sabda Nabi saw dalam
Abu Said al-Khudri, “Dan hendaknya dia mendekat kepadanya.” Diriwayatkan
oleh al-Bukhari dan Muslim.
Larangan lewat di depan mushalli
Larangan lewat di depan mushalli
Jika mushalli meletakkan sutrah maka haram atas orang lain lewat atau
berjalan di antara mushalli dengan sutrah dan tidak mengapa dari balik
sutrah. Dari Abu al-Juhaim al-Anshari bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Seandainya orang yang lewat di depan mushalli mengetahui apa yang harus
dipikulnya, niscaya dia berdiri selama empat puluh adalah lebih baik
daripada dia lewat di depan mushalli.”
Rasulullah saw menyatakan bahwa orang yang lewat di depan mushalli
adalah setan, seperti dalam hadits Abu Said di atas, oleh karena itu
beliau memerintahkan mushalli untuk menahannya.
Sebagian ulama menyatakan bahwa larangan ini berlaku jika orang yang lewat mendapatkan jalan yang lain, tetapi jika dia tidak mendapatkan jalan yang lain maka tidak dilarang. Imam an-Nawawi berkata, “Pendapat ini musykil, dalam shahih al-Bukhari terdapat keterangan sebaliknya.” Lalu Imam an-Nawawi menyebutkan hadits tersebut.
Dari Abu Shalih as-Samman berkata, aku melihat Abu Said al-Khudri
shalat pada hari Jum’at kepada sutrah yang menjaganya dari orang-orang,
lalu seorang anak muda hendak lewat di hadapannya maka Abu Said menahan
dada anak muda tersebut, anak muda itu memandang, dia tidak menemukan
jalan kecuali di hadapan Abu Said, maka dia tetap hendak lewat, Abu Said
menahannya lebih keras dari yang pertama, maka anak muda tersebut
mencela Abu Said, selanjutnya dia melapor perbuatan Abu Said kepada
Marwan bin al-Hakam –Gubernur Madinah- Abu Said menyusul di belakangnya,
Marwan berkata kepada Abu Said, “Ada apa antara dirimu dengan anak muda
ini wahai Abu Said?” Abu Said menjawab, “Aku telah mendengar Rasulullah
saw bersabda,…” Lalu Abu Said menyebutkan hadits.
Jika antara mushalli dengan sutrah dilewati tanpa ditahan, apakah shalatnya batal?
Mayoritas ulama termasuk Imam asy-Syafi’i berpendapat tidak batal.
Imam Ahmad berpendapat sama kecuali jika yang lewat adalah anjing hitam.
Al-Hasan al-Bashri berpendapat sama kecuali jika yang lewat adalah
wanita, keledai dan anjing hitam.
Perbedaan ini kembali kepada hadits Abdullah bin ash-Shamit dari Abu
Dzar berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika salah seorang dari kalian
berdiri shalat, maka dia terlindungi jika di hadapannya terdapat sesuatu
seperti sandaran pelana, jika di hadapannya tidak terdapat sesuatu
seperti sandaran pelana maka shalatnya diputus oleh (lewatnya) keledai,
wanita dan anjing hitam.” Abdullah bin ash-Shamit berkata, “Wahai Abu
Dzar, apa bedanya antara anjing hitam dengan anjing merah dan anjing
kuning?” Abu Dzar menjawab, “Wahai anak sudaraku, aku bertanya seperti
itu kepada Rasulullah saw dan beliau menjawab, “Anjing hitam adalah
setan.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Al-Hasan al-Bashri memahami sabda Nabi saw, “Maka shalatnya diputus
oleh…” apa adanya sesuai dengan zhahirnya. Imam Ahmad mengkhususkan
anjing hitam karena adanya makna khusus padanya. Sementara mayoritas
ulama berkata bahwa yang diputus adalah kekhusu’an shalat karena
kesibukannya dengan apa yang lewat di depannya bukan shalat tersebut
putus dalam arti batal. Wallahu a’lam.
Perlu dipahami bahwa disinggungnya wanita dalam hadits di atas tidak
bertentangan dengan ucapan Aisyah seperti yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim, “Aku melihat Nabi saw shalat sementara aku di
atas tempat tidur di antara beliau dengan kiblat dalam keadaan
berbaring.”
Hadits Abu Dzar dengan hadits Aisyah ini tidak bertentangan karena
hadits Abu Dzar tentang lewat sementara hadits Aisyah tentang berbaring,
Imam an-Nawawi berkata, “Tidak makruh shalat sementara di depannya ada orang tidur berdasarkan hadits Aisyah.”
by. Flexmedia
0 komentar:
Posting Komentar