Menunggu Panggilan Allah
Di
sebuah kota kecil di Jawa Tengah, ada seorang pejabat kaya yang
hidupnya sudah lebih dari cukup. Keluarganya boleh dibilang juga cukup
bahagia. Istrinya tetap terlihat cantik meskipun sudah melahirkan 3
orang anak yang sudah dewasa. Seorang putrinya sudah bekerja sebagai PNS
di sebuah Departemen di kota Jakarta. Sementara anak lelakinya masih
kuliah untuk menyelesaikan Pasca Sarjananya di Universitas Gajah Mada.
Putri terakhirnya juga masih menyelesaikan S-1 Akuntansi di sebuah
universitas negeri di Jawa Tengah denga nilai IPK terakhir cumlaude. Singkatnya, kehidupan bapak pejabat ini sudah nampak sempurna.
Karena
tergolong sebagai orang kaya, jalan-jalan keliling Indonesia dan Luar
negeri sudah bukan hal yang istimewa bagi keluarga ini. Hampir seluruh
negara di Asia Tenggara sudah ia kunjungi. Perjalanan ke Eropa juga
beberapa kali ia jalani. Amrik juga bukan lagi sebuah impian besar bagi
mereka. Namun demikian, meski ia boleh dikata sudah mampu berkeliling
dunia, bapak pejabat ini sama sekali belum pernah menginjakkan kaki di
bumi Haram. Dia belum pernah pergi Umroh atau Haji ke Tanah Suci Mekah.
Tidak
ada yag tahu pasti mengapa bapak pejabat itu belum pernah pergi ke
Mekah meskipun keliling dunia sudah ia lakukan. Beberapa tetangganya
pernah berprasangka kalau bapak pejabat ini bukanlah orang yang dekat
dengan agama. Tentu saja anggapan itu kurang bisa diterima. Bapak
pejabat ini diketahui aktif sebagai salah satu pengurus di sebuah ormas
Islam besar Indonesia di kotanya. Ia juga menjadi dosen di sebuah
universitas Islam. Jika datang bulan Ramadhan, beliau juga diminta
beberapa kali berdiri menyampaikan kultum di atas mimbar di depan jamaah
tarawih. Dengan kata lain, bapak pejabat ini tidak bisa dikatakan
sebagai orang yang tak kenal agama.
Suatu
hari, ada seseorang iseng bertanya kepada bapak pejabat ini. “Pak,
kapan bapak hendak pergi menunaikan ibadah haji ke tanah suci?”
“Wah, saya menunggu panggilan dari Allah,” ujarnya singkat.
Beberapa
bulan kemudian, saat datang bulan Dzulhijjah menjelang lebaran Idul
Adha, tak disangka-sangka bapak pejabat yang usianya belum sampai 60
tahun itu meninggal dunia. Ia benar-benar memperoleh panggilan Allah
untuk kembali. Dan ia memenuhi panggilan Allah itu tanpa bisa menunda.
Seringkali, kita mendengar orang-orang mampu di sekitar kita mudah mengungkapkan kata “Menunggu panggilan dari Allah”
jika ditanya kapan yang bersangkutan hndak menunaika ibadah haji untuk
menyempurnakan rukun Islamnya. Bukankah panggilan Allah itu memiliki
arti lain sebagai kematian?
NB: Kisah di atas hanyalah fiksi. Meskipun barangkali ada kemiripan kejadian dengan realitas keadaan masyarakat kita.
0 komentar:
Posting Komentar