Bersentuhan kulit antara suami istri dapat membatalkan wudhu?
Jika terjadi sentuhan langsung antara laki-laki dan perempuan apakah membatalkan wudhu ataukah tidak ada tiga pendapat ulama.
Pendapat pertama, wudhu itu batal baik sentuhan tersebut diiringi dengan syahwat ataukah tidak. Ibnu Katsir mengatakan, “Pendapat yang mengatakan wajibnya berwudhu
karena sekedar menyentuh perempuan adalah pendapat Syafii dan para ulama
mazhab Syafii, Malik dan pendapat yang terkenal dari Ahmad bin Hanbal”
(Tafsir al Qur’an al Azhim 1/669, terbitan Dar Salam). Pendapat ini juga didukung oleh Ibnu Hazm. Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar juga berpendapat dengan pendapat ini.
Pendapat kedua, bersentuhan dengan perempuan
tidaklah membatalkan wudhu sama sekali. Inilah pendapat Abu Hanifah,
Muhammad bin Hasan asy Syaibani dan sebelumnya merupakan pendapat Ibnu
Abbas, Thawus, al Hasan al Bashri dan Atha’. Pendapat inilah yang
dipilih oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa menyentuh perempuan
itu membatalkan wudhu jika diiringi syahwat dan tidak membatalkan wudhu
jika tanpa syahwat. Pendapat yang paling kuat adalah pendapat kedua mengingat dalil-dalil sebagai berikut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةً مِنَ
الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ
وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُولُ «
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ
عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ
كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ ».
Dari Abu Hurairah, dari Aisyah, aku
kehilangan Rasulullah pada suatu malam dari tempat tidurku lalu
kucari-cari. Akhirnya tanganku memegang bagian dalam telapak kaki Nabi.
Ketika itu Nabi di masjid dan kedua telapak kakinya dalam posisi tegak.
Saat itu Nabi sedang mengucapkan doa, ‘Ya Allah, aku berlindung dengan
ridhaMu dari murkaMu dan dengan maafMu dari hukumanMu. Aku berlindung
dengan diriMu dari siksaMu. Aku tidak mampu memujimu sebagaimana
pujianMu untuk diriMu sendiri’ (HR Muslim no 222).
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَنَامُ
بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَرِجْلاَىَ فِى
قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ وَإِذَا قَامَ
بَسَطْتُهُمَا – قَالَتْ – وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا
مَصَابِيحُ.
Dari Aisyah, Aku tidur melintang di hadapan Rasulullah yang sedang
shalat. Kedua kakiku terletak di arah kiblat. Jika beliau hendak
bersujud beliau sentuh kakiku sehingga kutarik kedua kakiku. Jika beliau
bangkit berdiri kembali kuluruskan kakiku. Aisyah bercerita bahwa pada
waktu itu tidak ada lampu di rumah (HR Bukhari no 375 dan Muslim no
272).
Kedua hadits di atas menunjukan bahwa sentuhan antara laki-laki dan
perempuan tidaklah membatalkan wudhu. Seandainya wudhu batal tentu
shalat yang Nabi lakukan juga batal.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُقَبِّلُ بَعْضَ أَزْوَاجِهِ ثُمَّ
يُصَلِّي وَلَا يَتَوَضَّأُ
Dari Aisyah, sesungguhnya Nabi itu sering mencium salah seorang istri
kemudian beliau langsung shalat tanpa mengulang wudhu (HR Nasai no 170
dan dinilai shahih oleh al Albani).
Hadits ini menunjukkan bahwa sentuhan bersyahwat itu tidak
membatalkan wudhu. Sebagaimana kita ketahui bahwa mencium istri itu
identik dengan syahwat
[Silahkan membaca buku Shahih Fiqh Sunnah 1/138-140, terbitan Maktabah Taufiqiyyah].
0 komentar:
Posting Komentar