Ajakkan Pada Kebaikan Pasti Ada Yang Memusuhinya
Mereka berpaling dari kebenaran
Mereka lebih suka tenggelam dalam lautan kehinaan
Mereka begitu bangga dengan kerendahan yang tercela
Mereka membusung dada dengan kemaksiatannya
Mereka terpaku hanya pada keindahan dunia semata
Mereka hadapkan wajah mereka hanya pada satu sisi mata uang
Mereka terlelap dari tujuan tanpa pernah tersadar bangun
Mereka adalah orang-orang yang perlu diingatkan
Merekalah yang harus ditolong dari kenestapaan
Setiap
manusia yang dibekali akal dan fikiran serta ilmu pengetahuan,
mempunyai kewajiban untuk selalu mengajak dan mengingatkan saudara
seagamanya akan Allah SWT. Sambil bekerja di kantoran seorang Sufi Anak Zaman dapat mengajak teman sekerjanya untuk berpegang pada tali Allah. Berjalan pada jalan Allah. Kita
ambil contoh misalnya, dalam suatu kantor terdapat karyawan yang
menerima suap, maka sewajarnyalah kita yang mengetahui untuk menegurnya
dengan lemah lembut, menghantarkannya ke haribaan Allah dengan penuh
kasih, jangan sekali-kali mengingatkannya dengan hardikan, bentakan,
perkataan yang kasar atau dengan raut wajah yang dibuat-buat. Ajaklah
dia ke jalan Allah dengan ikhlas karena Allah Ta’ala.
Ada beberapa ayat
Allah yang memerintahkan hamba-Nya untuk menyeru kepada Allah :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula” (QS Al-Nahl : 125).
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah
SWT, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri” (QS Fushshilat : 33).
“Dan
hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali Imran : 104).
Seorang
Sufi Anak Zaman yang berstatus sebagai pegawai pemerintahan ataupun
seorang profesional hendaklah dapat mencerna ayat-ayat di atas sebagai
dalil baginya untuk mengajak rekan sekerjanya, atasannya ataupun
bawahannya melaksanakan perintah yang baik dan melarang hal yang
mungkar. Kewajiban untuk saling mengingatkan dan menyerukan
saudara seagamanya agar tetap berpegang teguh pada tali Allah dan
berusaha mengikatkan diri dalam kendali Allah yang telah ditetapkan
dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Kewajiban ini merupakan
kewajiban syariat yang paling agung sekaligus menjadi sumber syariat
yang utama bagi kaum muslimin sedunia, juga menjadi pilar syariat yang
kuat untuk diterapkan tatanannya dalam kehidupan bermasyarakat,
bernegara dan beragama. Dengan kewajiban ini, tatanan
syariat menjadi tertata dengan rapi dan sempurna yang akhirnya bagaikan
punuk seekor onta yang menjadi terangkat tampak menonjol dengan
indahnya.
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Siapa saja yang mengajak pada suatu
petunjuk, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala kebaikan yang
dilakukan orang-orang yang telah diajaknya dengan tanpa mengurangi
sedikitpun pahala yang diperoleh orang-orang yang telah mengikutinya. Sebaliknya,
siapa saja yang mengajak pada suatu ketersesatan, maka ia akan
menanggung dosa orang-orang yang mengikuti perilaku dosa yang
dianjurkannya dengan tanpa mengurangi sedikitpun beban dosa yang
dilakukan orang-orang yang mengikutinya” (HR Muslim, Abu Dawud, Al Tirmidzi, Al Nasa’i dan Ibnu Majah).
Orang-orang
yang mengajak pada suatu kebaikan moral, biasanya selalu mendapat
pertentangan, bahkan penderitaan karena diperhinakan ataupun dihancurkan
oleh orang-orang yang tidak menyukai ajakan kebaikannya. Tak
terkecuali para Nabi dan para Rasul juga para imam-imam yang
mengajarkan kebenaran dan petunjuk yang mengikuti mereka telah merasakan
penderitaan dan perlakukan tidak mengenakkan dari orang-orang yang
berpaling dari ajakan mereka. Mereka tetap saja bersabar dan hanya berharap mendapat pahala dari Allah SWT. Ujian
dan penderitaan yang mereka rasakan justru menambah semangat mereka
untuk terus menunjuki umat manusia dan mengajarkan petunjuk menuju jalan
Allah SWT serta memberi nasehat untuk urusan Agama Allah SWT.
Seorang
Sufi Anak Zaman atau seorang mukmin yang menyeru menuju jalan Allah SWT
dan orang-orang yang berilmu tentang agama-Nya atau orang-orang cerdik
cendikiawan yang mempunyai tahta dalam pemerintahan atau memiliki
profesi yang berpengaruh pada masyarakat luas hendaklah mereka selalu
berada di puncak kesabaran, sangat pemaaf, lapang dada, toleran dan baik
perangainya. Karena pada dasarnya kebodohan telah begitu menguasai orang-orang yang hidup pada zaman ini. Semua ilmu yang bermanfaat telah lenyap dari diri mereka. Semua
pelajaran yang didapat di sekolah, di pesantren, majelis taklim atau
pengajian-pengajian yang diikutinya sudah mereka lupakan. Mereka
terlalu asyik dengan dunianya, dengan mencari nafkahnya, dengan
jabatannya, dengan profesinya, sehingga memusnahkan serta mengaburkan
ilmu pengetahuannya sendiri. Sebagian besar dari mereka kini tidak
mengetahui dan tidak kenal lagi mengenai kebenaran dan agama itu seperti apa. Mereka
dengan sukarela berfoya-foya mengeluarkan biaya-biaya negara yang tidak
jelas urusannya, tidak ada catatannya, bahkan tidak ada bukti
transaksinya, atau mereka mengeluarkan keperluan pribadi melebihi
pendapatan yang menjadi haknya, sehingga mengaburkan mana miliknya mana
yang menjadi milik orang lain. Ini tentu saja akibat sikap
meremehkan urusan agama, terlalu sibuk dengan urusan-urusan dunia, dan
begitu menikmati keinginan-keinginan dunia.
Mengenai orang-orang seperti ini Allah berfirman :
”Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka “tentang” (kehidupan) akherat dan lalai” (QS Al Rum : 7).
Konon
dalam satu riwayat diceritakan bahwa bila ada seseorang sedang
menasehati orang lain, maka ada satu malaikat yang memanggilnya, “Nasehati juga dirimu dengan nasehat yang sama seperti yang kamu nasehatkan pada kawanmu itu. Jika tidak, hendaknya kamu malu kepada Allah karena Dia sungguh sedang melihatmu”
Oleh
karena itu, jika seorang Sufi Anak Zaman yang ingin menasehati orang
lain yang pertamakali harus dilaksanakannya adalah menumbuhkan
kejernihan hati dan ketaqwaan jiwa, tanamkan rasa kasih dan ikhlas pada
sesama, sehingga tidak akan timbul hasutan iblis yang akhirnya membisiki
diri si penasehat itu untuk menggantikan kedudukan orang yang
dinasehati. Hal ini pernah terjadi pada suatu perkampungan,
dimana seorang yang asal mulanya hanya ingin menasehati seorang ketua
RT yang melakukan kesalahan. Akhirnya ia terjerumus dan
larut dalam permasalahan itu, dan tanpa dinyana serta tidak disadarinya
iblis telah menggodanya untuk menggantikan kedudukan ketua RT tersebut. Dengan
berbagai cara mereka menggulingkan ketua RT dan menjadikan si penasehat
sebagai ketua RT yang baru. Bagi seorang penasehat yang ingin terhindar
dari perbuatan ini, janganlah menasehati mereka dengan menampakkan hal
yang baik dan menyembunyikan keburukan sanubari. Jangkaulah
pencahayaan dan raihlah dalam kesempurnaan jiwa, maka nasehat itu akan
sampai pada tujuan yang dikehendakinya. Suatu ucapan bila keluar dari
hati, maka ucapan itu akan masuk ke dalam hati pula. Ucapan ini bisa bermanfaat lantaran rasa takut yang mengangetkan atau kerinduan yang menggelisahkan. Bila
ucapan itu keluar dari lisan, maka ucapan itu hanya akan sampai ke
telinga saja. Selanjutnya syetanlah yang terus menerus membisiki hati
yang akhirnya menjadi pekat. Kewajiban memerintahkan hal yang baik dan
memberantas hal yang mungkar tidak akan gugur dari orang yang melakukan
apa yang dicegahnya.
Seorang
yang terpelajar dan berkedudukan baik dalam pekerjaannya, dalam
profesinya, dalam masyarakatnya, selayaknya terus menerus mencari ilmu
dan mengamalkannya, setelah itu menyerukannya kepada saudara seagamanya. Memelihara
ketenangan lingkungannya, sahabatnya, keluarganya, juga tetangganya,
meninggalkan sifat takabur dan tidak memancingnya. Mengasihi
orang-orang yang berada di bawahnya dan menghormati orang-orang yang
berkedudukan di atasnya, serta merespon positif orang-orang yang
sederajat dengannya. Menyelesaikan masalah orang-orang awam bukan
memperkeruhnya. Menasehati dengan baik orang-orang yang
dalam pertentangan, bukan mengadudombakannya, dan jika tidak tahu ia
tidak merasa gengsi untuk mengatakan ‘saya tidak tahu’.
Untuk
menuju kepada kehaqiqian iman dan membawa diri pada ketaqwaan yang
benar jangan sampai ada kecenderungan untuk meninggalkan dunia dan hanya
terfokus pada akherat saja, luaskanlah pandangan, dan bukakanlah hijab
untuk menuju Allah sehingga yang diinginkan adalah bagaimana agar setiap
langkah kaki yang diayunkan akan mendapat hitungan ibadah dari Allah
SWT. Bagaimana memfokuskan diri untuk mencari Mardhotillah (Ridho Allah) dalam setiap desahan nafas dan perbuatan. Semogalah kita dapat menjadikan diri kita sebagai seorang penasehat yang beradab.
0 komentar:
Posting Komentar