Kamis, 14 Maret 2013

Mengajak Kebaikan Pasti Ada Yang Memusuhi

Ajakkan Pada Kebaikan Pasti Ada Yang Memusuhinya


Mereka berpaling dari kebenaran
Mereka lebih suka tenggelam dalam lautan kehinaan
Mereka begitu bangga dengan kerendahan yang tercela
Mereka membusung dada dengan kemaksiatannya
Mereka terpaku hanya pada keindahan dunia semata
Mereka hadapkan wajah mereka hanya pada satu sisi mata uang
Mereka terlelap dari tujuan tanpa pernah tersadar bangun
Mereka adalah orang-orang yang perlu diingatkan
Merekalah yang harus ditolong dari kenestapaan


Setiap manusia yang dibekali akal dan fikiran serta ilmu pengetahuan, mempunyai kewajiban untuk selalu mengajak dan mengingatkan saudara seagamanya akan Allah SWT. Sambil bekerja di kantoran seorang Sufi Anak Zaman dapat mengajak teman sekerjanya untuk berpegang pada tali Allah. Berjalan pada jalan Allah. Kita ambil contoh misalnya, dalam suatu kantor terdapat karyawan yang menerima suap, maka sewajarnyalah kita yang mengetahui untuk menegurnya dengan lemah lembut, menghantarkannya ke haribaan Allah dengan penuh kasih, jangan sekali-kali mengingatkannya dengan hardikan, bentakan, perkataan yang kasar atau dengan raut wajah yang dibuat-buat. Ajaklah dia ke jalan Allah dengan ikhlas karena Allah Ta’ala.

Ada beberapa ayat Allah yang memerintahkan hamba-Nya untuk menyeru kepada Allah :  

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula” (QS Al-Nahl : 125).  

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah SWT, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (QS Fushshilat : 33). 

 “Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali Imran : 104).

Seorang Sufi Anak Zaman yang berstatus sebagai pegawai pemerintahan ataupun seorang profesional hendaklah dapat mencerna ayat-ayat di atas sebagai dalil baginya untuk mengajak rekan sekerjanya, atasannya ataupun bawahannya melaksanakan perintah yang baik dan melarang hal yang mungkar. Kewajiban untuk saling mengingatkan dan menyerukan saudara seagamanya agar tetap berpegang teguh pada tali Allah dan berusaha mengikatkan diri dalam kendali Allah yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Kewajiban ini merupakan kewajiban syariat yang paling agung sekaligus menjadi sumber syariat yang utama bagi kaum muslimin sedunia, juga menjadi pilar syariat yang kuat untuk diterapkan tatanannya dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan beragama. Dengan kewajiban ini, tatanan syariat menjadi tertata dengan rapi dan sempurna yang akhirnya bagaikan punuk seekor onta yang menjadi terangkat tampak menonjol dengan indahnya.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Siapa saja yang mengajak pada suatu petunjuk, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala kebaikan yang dilakukan orang-orang yang telah diajaknya dengan tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang diperoleh orang-orang yang telah mengikutinya. Sebaliknya, siapa saja yang mengajak pada suatu ketersesatan, maka ia akan menanggung dosa orang-orang yang mengikuti perilaku dosa yang dianjurkannya dengan tanpa mengurangi sedikitpun beban dosa yang dilakukan orang-orang yang mengikutinya” (HR Muslim, Abu Dawud, Al Tirmidzi, Al Nasa’i dan Ibnu Majah).
 
Orang-orang yang mengajak pada suatu kebaikan moral, biasanya selalu mendapat pertentangan, bahkan penderitaan karena diperhinakan ataupun dihancurkan oleh orang-orang yang tidak menyukai ajakan kebaikannya. Tak terkecuali para Nabi dan para Rasul juga para imam-imam yang mengajarkan kebenaran dan petunjuk yang mengikuti mereka telah merasakan penderitaan dan perlakukan tidak mengenakkan dari orang-orang yang berpaling dari ajakan mereka. Mereka tetap saja bersabar dan hanya berharap mendapat pahala dari Allah SWT. Ujian dan penderitaan yang mereka rasakan justru menambah semangat mereka untuk terus menunjuki umat manusia dan mengajarkan petunjuk menuju jalan Allah SWT serta memberi nasehat untuk urusan Agama Allah SWT.

Seorang Sufi Anak Zaman atau seorang mukmin yang menyeru menuju jalan Allah SWT dan orang-orang yang berilmu tentang agama-Nya atau orang-orang cerdik cendikiawan yang mempunyai tahta dalam pemerintahan atau memiliki profesi yang berpengaruh pada masyarakat luas hendaklah mereka selalu berada di puncak kesabaran, sangat pemaaf, lapang dada, toleran dan baik perangainya. Karena pada dasarnya kebodohan telah begitu menguasai orang-orang yang hidup pada zaman ini. Semua ilmu yang bermanfaat telah lenyap dari diri mereka. Semua pelajaran yang didapat di sekolah, di pesantren, majelis taklim atau pengajian-pengajian yang diikutinya sudah mereka lupakan. Mereka terlalu asyik dengan dunianya, dengan mencari nafkahnya, dengan jabatannya, dengan profesinya, sehingga memusnahkan serta mengaburkan ilmu pengetahuannya sendiri. Sebagian besar dari mereka kini tidak mengetahui dan tidak kenal lagi mengenai kebenaran dan agama itu seperti apa. Mereka dengan sukarela berfoya-foya mengeluarkan biaya-biaya negara yang tidak jelas urusannya, tidak ada catatannya, bahkan tidak ada bukti transaksinya, atau mereka mengeluarkan keperluan pribadi melebihi pendapatan yang menjadi haknya, sehingga mengaburkan mana miliknya mana yang menjadi milik orang lain. Ini tentu saja akibat sikap meremehkan urusan agama, terlalu sibuk dengan urusan-urusan dunia, dan begitu menikmati keinginan-keinginan dunia.  

Mengenai orang-orang seperti ini Allah berfirman :  

”Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka “tentang” (kehidupan) akherat dan lalai” (QS Al Rum : 7).

Konon dalam satu riwayat diceritakan bahwa bila ada seseorang sedang menasehati orang lain, maka ada satu malaikat yang memanggilnya, “Nasehati juga dirimu dengan nasehat yang sama seperti yang kamu nasehatkan pada kawanmu itu. Jika tidak, hendaknya kamu malu kepada Allah karena Dia sungguh sedang melihatmu

Oleh karena itu, jika seorang Sufi Anak Zaman yang ingin menasehati orang lain yang pertamakali harus dilaksanakannya adalah menumbuhkan kejernihan hati dan ketaqwaan jiwa, tanamkan rasa kasih dan ikhlas pada sesama, sehingga tidak akan timbul hasutan iblis yang akhirnya membisiki diri si penasehat itu untuk menggantikan kedudukan orang yang dinasehati. Hal ini pernah terjadi pada suatu perkampungan, dimana seorang yang asal mulanya hanya ingin menasehati seorang ketua RT yang melakukan kesalahan. Akhirnya ia terjerumus dan larut dalam permasalahan itu, dan tanpa dinyana serta tidak disadarinya iblis telah menggodanya untuk menggantikan kedudukan ketua RT tersebut. Dengan berbagai cara mereka menggulingkan ketua RT dan menjadikan si penasehat sebagai ketua RT yang baru. Bagi seorang penasehat yang ingin terhindar dari perbuatan ini, janganlah menasehati mereka dengan menampakkan hal yang baik dan menyembunyikan keburukan sanubari. Jangkaulah pencahayaan dan raihlah dalam kesempurnaan jiwa, maka nasehat itu akan sampai pada tujuan yang dikehendakinya. Suatu ucapan bila keluar dari hati, maka ucapan itu akan masuk ke dalam hati pula. Ucapan ini bisa bermanfaat lantaran rasa takut yang mengangetkan atau kerinduan yang menggelisahkan. Bila ucapan itu keluar dari lisan, maka ucapan itu hanya akan sampai ke telinga saja. Selanjutnya syetanlah yang terus menerus membisiki hati yang akhirnya menjadi pekat. Kewajiban memerintahkan hal yang baik dan memberantas hal yang mungkar tidak akan gugur dari orang yang melakukan apa yang dicegahnya.

Seorang yang terpelajar dan berkedudukan baik dalam pekerjaannya, dalam profesinya, dalam masyarakatnya, selayaknya terus menerus mencari ilmu dan mengamalkannya, setelah itu menyerukannya kepada saudara seagamanya. Memelihara ketenangan lingkungannya, sahabatnya, keluarganya, juga tetangganya, meninggalkan sifat takabur dan tidak memancingnya. Mengasihi orang-orang yang berada di bawahnya dan menghormati orang-orang yang berkedudukan di atasnya, serta merespon positif orang-orang yang sederajat dengannya. Menyelesaikan masalah orang-orang awam bukan memperkeruhnya. Menasehati dengan baik orang-orang yang dalam pertentangan, bukan mengadudombakannya, dan jika tidak tahu ia tidak merasa gengsi untuk mengatakan ‘saya tidak tahu’.

Untuk menuju kepada kehaqiqian iman dan membawa diri pada ketaqwaan yang benar jangan sampai ada kecenderungan untuk meninggalkan dunia dan hanya terfokus pada akherat saja, luaskanlah pandangan, dan bukakanlah hijab untuk menuju Allah sehingga yang diinginkan adalah bagaimana agar setiap langkah kaki yang diayunkan akan mendapat hitungan ibadah dari Allah SWT. Bagaimana memfokuskan diri untuk mencari Mardhotillah (Ridho Allah) dalam setiap desahan nafas dan perbuatan. Semogalah kita dapat menjadikan diri kita sebagai seorang penasehat yang beradab.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution