Kamis, 28 Maret 2013

Setiap Orang Pasti Mengenyam Jasa Orang Lain

Jangan Balas Air Susu dengan Air Tuba

Siapapun niscaya pernah mengenyam jasa orang lain. Sejak detik pertama seorang terlahir ke dunia, ia ditakdirkan telah menerima jasa orang-orang di sekitarnya. Bahkan sebelum itu, ia juga sudah 'bergantung' pada jasa seorang ibu; yakni ketika ia masih dalam kandungan ibunya. Dari orang tua, saudara-saudara, tetangga, sahabat dan teman dekat, juga orang-orang lain yang kebetulan punya urusan dengannya, seorang manusia biasa menerima jasa sebagaimana pula mungkin ia juga memberikan jasa serupa. Itulah talikelindan jasa antar sesama yang saling memberi dan menerima sebagai sunatullah wujudnya harmoni dalam kehidupan.

Lalu apa hubungannya dengan
muru'ah seseorang? Ternyata ada perbedaan cara seseorang menyikapi pemberian jasa orang lain; dari yang sangat menghargainya sampai yang tidak menganggapnya sama sekali, dari yang membalasnya dengan lebih baik sampai yang "membalas air susu dengan air tuba".

Sebagai seorang muslim, dalam menerima perbuatan baik orang lain, kita diwajibkan untuk mensyukuri dan sebisa mungkin membalasnya dengan yang lebih baik. Syukur dalam dimensi ini sangat ditekankan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak dikategorikan bersyukur kepada Allah hamba yang tidak bersyukur kepada manusia." (HR. Abu Dawud). Maknanya Allah Ta'ala tidak akan menerima syukur dari seorang hamba atas kebaikan-Nya jika hamba tersebut tidak bersyukur atas kebaikan manusia, namun malah mengingkarinya. Kemungkinan lainnya adalah jika ada kebiasaan dan watak dari seseorang yang gampang mengingkari nikmat sesama manusia dan tidak mudah bersyukur, maka sudah pasti ia juga memiliki watak dan kebiasaan gampang mengingkari nikmat Allah dan tidak bersyukur kepada-Nya.


Selain itu Rasulullah SAW juga bersabda, "Siapa saja yang berbuat baik kepada kalian, maka balaslah kebaikannya, dan jika kalian tidak menjumpai sesuatu untuk membalasnya, maka doakanlah ia hingga kalian telah melihat bahwa kalian telah membalas kebaikannya." (HR. Abu Dawud)


Dari sabdanya pula, "Siapa saja yang berbuat baik kepada dirinya, lantas ia berkata kepada sang pelaku, 'Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan,' maka sungguh ia telah menerima pujian." (HR. At-Tirmidzi)


Ibnu Hibban berkata, "Orang yang diberikan kebaikan harus mensyukuri dengan hal yang lebih baik lagi, atau minimal sepadan dengannya. Sebab, memperbanyak kelebihan kebaikan orang lain dalam ruang lingkup syukur belum mampu menggantikan nilai kebaikan yanag ia berikan pertama kali, meski jumlahnya sedikit. Dan jika tidak menjumpai sesuatu untuk membalasnya, maka pujilah dirinya. Sebab, memujinya dikala tidak memiliki apapun untuk digunakan sebagai balasan bisa menggantikan kedudukan syukur terhadap kebaikan dan tidak seorang pun yang tidak membutuhkan bantuan orang lain."


Nah, itulah rahasianya. Selain juga telah maklum adanya, hanya orang-orang mulia yang pandai menghargai kebaikan orang lain. Demikian pula sebaliknya, bukan termasuk orang mulia yang tidak pandai mensyukuri kebaikan orang lain, karena pada dirinya tidak ada penghargaan terhadap pribadinya sendiri. Kalau sudah begitu, bagaimana orang lain akan menghargainya?
 

Wallahu A'lam.
by. bajubusanamuslim

Disadur dari : Majalah Islam Ar- Risalah Hal. 27 Edisi 85/Vol. VIII/No. 1 Jumadil Akhir - Rajab 1429 H/Juli 2008
 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution