Sensasi Dukun dan Perdukunan
Sebenarnya dukun dan perdukunan bukanlah sesuatu yang baru
atau asing dalam sejarah kehidupan manusia. Keberadaannya sudah sangat
lama, bahkan sebelum datangnya Islam dan diutusnya Nabi kita Muhammad.
Allah l berfirman:
“Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari
Al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, serta mengatakan
kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah), bahwa mereka itu lebih benar
jalannya dari orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’: 51)
Ath-Thabari t menyebutkan dalam Tafsirnya (2/7726), dengan sanadnya
sendiri dari Sa’id bin Jubair, bahwa berkenaan dengan ayat ini– ia
mengatakan, yang dinamakan jibt dalam bahasa Habasyah adalah sahir
(tukang sihir) sedangkan yang dimaksud dengan thaghut adalah kahin
(dukun).
Kala itu, perdukunan benar-benar mendapat tempat di hati banyak
orang. Karena mereka meyakini, para dukun mempunyai pengetahuan tentang
ilmu ghaib. Orang-orang pun berduyun-duyun mendatanginya, mengadukan
segala permasalahan yang dihadapinya untuk kemudian menjalankan
petuah-petuahnya.
Al-Imam Muslim t di dalam kitab Shahihnya, bab Tahrimul Kahanah wa
Ityanul Kahin, meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami z,
bahwa ia menceritakan: Aku sampaikan kepada Rasulullah n beberapa hal
yang pernah kami lakukan di masa jahiliah, yaitu bahwa kami biasa
mendatangi para dukun. Beliau kemudian bersabda:
فَلَا تَأْتُوا الْكُهَّانَ. قَالَ: قُلْتُ: كُنَّا نَتَطَيَّرُ. قَالَ:
ذَاكَ شَيْءٌ يَجِدُهُ أَحَدُكُمْ فِي نَفْسِهِ فَلَا يَصُدَّنَّكُمْ
“Jangan sekali-kali kalian mendatangi dukun-dukun itu.” Aku ceritakan
lagi kepada beliau, “Kami biasa ber-tathayyur.” Beliau bersabda: “Itu
hanyalah sesuatu yang dirasakan oleh seseorang di dalam dirinya. Maka,
janganlah sampai hal itu menghalangi kalian.”
Yang diistilahkan dukun itu sendiri adalah orang-orang yang
mengabarkan hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari, melalui bantuan
setan yang mencuri-curi dengan berita dari langit. Maka, dukun adalah
orang-orang yang mengaku dirinya mengetahui ilmu ghaib, sesuatu yang
tidak tersingkap dalam pengetahuan banyak manusia.
Padahal, di dalam Al-Qur’an disebutkan dengan jelas dan pasti, bahwa
hanya Allah l yang mengetahui yang ghaib, adapun selain-Nya tidak.
Allah l berfirman:
Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak
mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (An-Naml: 65)
“(Dia adalah Rabb) Yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu.” (Al-Jin: 26)
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal
yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di
antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala
yang besar.” (Ali ‘Imran: 179)
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al-An’am: 59)
Maka katakanlah: “Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah, sebab
itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk
orang-orang yang menunggu.” (Yunus: 20)
Al-Qadhi Iyadh t berkata: “Perdukunan yang dikenal di dunia Arab terbagi menjadi tiga jenis:
Pertama: Seseorang mempunyai teman dari kalangan jin, yang memberi
tahu kepadanya dari usaha mencuri-curi dengar berita langit. Jenis ini
sudah lenyap1 sejak Allah l mengutus Nabi kita n.
Kedua: Setan mengabarkan kepadanya sesuatu yang terjadi di
tempat-tempat lain yang tidak bisa diketahuinya secara langsung, baik
dekat maupun jauh. Yang demikian tidaklah mustahil keberadaannya.
Ketiga: Ahli nujum. Untuk jenis ini, Allah l menciptakan kekuatan
tertentu pada diri sebagian manusia. Akan tetapi, kebohongan di dalamnya
biasanya lebih dominan. Di antara jenis ilmu seperti itu, adalah ilmu
ramal, pelakunya disebut peramal atau paranormal. Biasanya orangnya
mengambil petunjuk dari premis-premis dan sebab-sebab tertentu untuk
mengetahui persoalan-persoalan tertentu, serta didukung dengan
perdukunan, perbintangan, atau sebab-sebab lain.
Jenis-jenis seperti inilah yang disebut dengan perdukunan. Semuanya
itu, dianggap dusta oleh syariat. Syariat juga melarang mendatangi dan
membenarkan perkataan mereka.” (Syarh Shahih Muslim, 7/333)
Menjamurnya Dukun Atau Paranormal
Kemajuan peradaban manusia, seringkali diukur dengan kemajuan
teknologi dan semakin lepasnya masyarakat dari praktik-praktik berbau
tahayul. Namun begitu, di zaman sekarang ini praktik perdukunan justru
marak bak cendawan di musim penghujan.
Penting diketahui, sebenarnya praktik perdukunan bukanlah khas
masyarakat tribal (kesukuan) dan tradisional yang melambangkan
keterbelakangan. Bangsa maju dan modern di Eropa dan Amerika yang
mengagungkan rasionalitas juga punya sejarah perdukunan, berwujud santet
(witchcraft).
Di Indonesia, praktik perdukunan memiliki akar kuat dalam sejarah
bangsa, bahkan dukun dan politik merupakan gejala sosial yang lazim.
Kontestasi politik untuk merebut kekuasaan pada zaman kerajaan di
Indonesia pramodern selalu ditopang kekuatan magis.
Semuanya ini memberikan gambaran yang nyata, bahwa perdukunan memang
sudah dikenal lama oleh masyarakat kita. Dan ilmu ini pun turun-menurun
saling diwarisi oleh anak-anak bangsa, hingga saat ini para dukun masih
mendapatkan tempat bukan saja di sisi masyarakat tradisional, tetapi
juga di tengah lingkungan modern.
Walhasil kini mereka yang pergi ke dukun kemudian percaya pada
kekuatan magis dan menjalankan praktik perdukunan tak mengenal status
sosial: kelas bawah, menengah bahkan atas. Sensasi para dukun itu mampu
melampaui semua tingkat pendidikan. Banyak di antara mereka yang datang
ke dukun merupakan representasi orang-orang terpelajar yang berpikiran
rasional.
Sebenarnya, dukun atau paranormal tidak ada bedanya, karena itu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t mengemukakan, bahwa paranormal adalah
nama lain dari dukun dan ahli nujum (Fathul Majid, hal. 338). Maka,
dukun atau paranormal adalah dua nama yang saling terkait, kadang salah
satunya menjadi penanda bagi yang lainnya.
Belakangan, di tanah air kita, fenomena perdukunan dan ramalan
semakin menggeliat seiring dengan suasana yang kondusif bagi para
pelakunya untuk tampil berani tanpa ada beban. Berapa banyak iklan-iklan
yang menawarkan jasa meramal cukup via SMS, yang dalam istilah mereka
bermakna Supranatural Messages Service. Atau juga, praktik pengobatan
alternatif yang sudah menjadi suguhan iklan harian di koran-koran dan
tabloid.
Berapa banyak sekarang ini penderita penyakit yang tidak terdeteksi
penyakitnya sekalipun telah memanfaatkan kemajuan teknologi kedokteran.
Usut punya usut, salah satu penyebabnya adalah karena penyakit tersebut
merupakan penyakit “pesanan” yang dikirim oleh para dukun dengan
menggunakan kekuatan ghaib bernama setan.
Bahaya Mendatangi Dukun dan Peramal
Al-Imam Bukhari dan Muslim rahimahumallah dalam kitab Shahih
keduanya, meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah x, bahwa ia berkata: Saya
tanyakan kepada Rasulullah n, “Ya Rasulullah, sesungguhnya para dukun
itu mengatakan sesuatu kepada kami, dan ternyata apa yang dikatakannya
itu benar terjadi.” Beliau kemudian bersabda:
تِلْكَ الْكَلِمَةُ الْحَقُّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقْدِفُهَا فِى أُذُنِ وَلِيِّهِ، وَيَزِيْدُ فِيْهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ
“Kata yang benar itu disambar oleh jin dan kemudian dibisikkan ke
telinga pengikutnya. Tapi setiap satu kata yang benar itu dicampur
dengan seratus kebohongan.” (HR. Al-Bukhari no. 5762, Muslim no. 2228)
Dalam riwayat lainnya, yang dikemukakan oleh Al-Imam Muslim t,
disebutkan bahwa ‘Aisyah x menceritakan: “Orang-orang bertanya kepada
Rasulullah tentang kebenaran para dukun.” Beliau menjawab: “Tidak ada
apa-apanya.” Mereka lantas berkata: “Mereka itu (dukun) terkadang
mengatakan sesuatu yang kemudian benar-benar terjadi.” Beliau n
menjawab:
تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْجِنِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقُرُّهَا
فِى أُذُنِ وَلِيِّهِ قَرَّ الدَّجَاجَةِ فَيَخْلِطُوْنَ فِيْهَا أَكْثَرَ
مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ
“Kalimat itu berasal dari kalangan jin yang disambar oleh salah
seorang jin, lalu ia bisikkan ke dalam telinga pengikutnya seperti suara
ayam betina, lalu mereka mencampurnya dengan lebih dari seratus
kebohongan.”
Rasulullah n juga bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ n
“Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu membenarkan
perkataannya, berarti itu telah kufur kepada apa yang telah diturunkan
kepada Muhammad n.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya no. 9541)
Ibnu Atsir t menjelaskan, “Yang dimaksud dengan tukang ramal adalah
ahli nujum atau orang pandai yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, padahal
hanya Allah l yang mengetahui persoalan ghaib. Tukang ramal itu masuk
dalam kategori dukun.”
Dalam kitab Shahihnya, Al-Imam Muslim t mengutip hadits dari Nafi’,
dari Shafiyyah, dari beberapa istri Nabi n, dari Nabi n beliau bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Siapa yang mendatangi arraf (tukang ramal) lalu menanyakan sesuatu
kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.”
Al-Imam Nawawi t menjelaskan, “Yang dimaksud dengan tidak diterima
shalatnya adalah bahwa shalat yang dilakukannya itu tidak diberi pahala,
sekalipun shalat yang dilakukannya itu sudah tentu tetap bisa
menggugurkan kewajibannya sehingga tidak perlu diulang kembali. Para
ulama sepakat bahwa hal itu tidak berarti menuntut orang yang mendatangi
tukang ramal untuk mengulangi shalatnya selama empat puluh hari.
Wallahu a‘lam.” (Syarh Shahih Muslim, 7/336)
Bertolak dari dalil-dalil di atas, setidaknya ada dua bahaya yang
mengancam orang-orang yang mendatangi dan menanyakan sesuatu kepada
dukun atau paranormal:
Pertama, kekafiran, jika meyakini kebenaran dukun dan meyakini tukang ramal itu sebagai orang yang mengetahui hal ghaib.
Kedua, mendekati kekufuran, jika membenarkan berita yang
disampaikannya dari hal yang ghaib. Dengan alasan, dukun dan paranormal
menyampaikan hal yang ghaib dari informasi jin yang mencuri-curi dengar
berita langit.
Hanya kepada Allah l lah kita memohon perlindungan. Semoga Allah l
tidak memperbanyak jumlah para pelayan-pelayan setan (dukun), serta
membongkar kejahatan mereka.
Wallahul musta’an.
---------------------------------
1 Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang
berpendapat sudah lenyap, tidak ada lagi. Ada juga yang berpendapat
masih terjadi. Di antara yang menguatkan pendapat kedua dari ulama masa
kini adalah Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan Asy-Syaikh Shalih Alu Syaikh.
(ed)
0 komentar:
Posting Komentar