Senin, 09 September 2013

Lima Alasan Tidak Pas Berhenti Kerja

Beberapa Alasan Bodoh Untuk Berhenti Kerja

Mulailah berpikir matang dalam setiap keputusan
Kendalikan ego dan emosi penting untuk jenjang karier seseorang.

Ada beberapa alasan yang memang tidak logis dan terdengar 'kekanak-kanakan' saat seseorang mengajukan pendunduran diri. Apa saja kira-kira?

"Keputusan bodoh yang pernah gue buat adalah waktu gue memutuskan untuk resign dari kantor gue waktu itu. Gue emang ada konflik sama atasan gue karena menurut gue sistem kerjanya bikin eksekusi proyek jadi enggak efisien. Akhirnya gue mengalah dan gue resign, dan belakangan gue tau kalau pekerjaan gue itu sebenernya key success buat gue, tapi cuma karena konflik sama atasan, akhirnya gue kehilangan satu pekerjaan yang bisa jadi batu lompatan besar untuk karier gue ke depan..." (Mr. X, 29 tahun, Completion Engineer)


Pernah mengalami situasi seperti teman saya tadi? Untungnya saya pribadi belum pernah. Saat meniti karier, sering kali seseorang tersandung dengan beberapa masalah di tempat kerja yang memang tak jarang menyentuh area prinsip dan privasinya. Bagi sebagian orang, konflik internal dalam pekerjaan itu adalah hal yang wajar sebagai bumbu profesi untuk dapat memacu kinerja masing-masing individu. Lantas, bagaimana jika konflik berkepanjangan yang terjadi dalam lingkungan kerja itu berujung pada sikap pengalahan diri dan berhenti dari pekerjaan? Jelas saja, tindakan ini dapat dipandang sebagai aksi salah langkah karena hanya akan membuat Anda 'gigit jari' di esok hari.

Banyak faktor lain yang terkadang membuat orang gelap mata untuk kemudian mengambil keputusan tanpa berpikir panjang, resign. Yang disesalkan, biasanya alasan-alasan pengunduran diri itu tidak diperkuat dengan argumen dan latar belakang yang kuat. Apa yang sesungguhnya memotivasi orang untuk mengundurkan diri dari tempat kerjanya? Apakah sekadar gaji yang tidak mencukupi, taraf hidup meningkat, ingin mencari pengalaman di tempat lain, terlibat perselisihan di lingkungan kerja, hilangnya kenyamanan, atau... love affair? Hal-hal tadi seharusnya menjadi perhatian pokok seorang pria sebelum ia membuat suatu keputusan besar. Apakah dengan keluar dari pekerjaan akan menyelesaikan masalahnya? Apakah cadangan tabungannya mencukupi untuk menghidupi dirinya (atau malah keluarga) selama ia menganggur? 

Hati-hati, di zaman serba sulit seperti saat ini, pekerjaan adalah salah satu pundi uang yang sayang jika Anda sia-siakan begitu saja. Anda boleh membenci atasan, tapi jangan pernah membenci pekerjaan Anda. Berikut ini ada beberapa alasan yang menurut kalangan profesional tergolong alasan 'bodoh' untuk berhenti kerja. Perhatikan, jangan sampai kredibilitas Anda jadi taruhannya!


Beberapa alasan konyol saat berhenti dari pekerjaan, berkonflik dengan rekan kerja salah satunya. (Sumber: flickr.com)
The Boss Killer

Alasan yang satu ini cukup sering terlontar dari orang-orang yang memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Anda mungkin lupa, saat tidak menyukai karakter dan attitude atasan, lantas setiap berangkat ke kantor Anda lupa tugas sesungguhnya. Yang Anda tahu hanyalah bagaimana dapat menangkis atau bahkan membalas saat atasan melancarkan serangan pada diri Anda. Sikap defensif Anda malah bisa menjadi bumerang yang berbahaya saat posisi kurang beruntung, karena Anda sudah lebih dulu menjadikan diri sebagai pasukan boss haters dari pada profesionalitas. Sekali lagi coba tekankan pada diri untuk mencintai pekerjaan, bukan mencintai bos Anda! Hal serupa bisa jadi Anda alami saat mengemban posisi sebagai atasan, apa yang dilakukan atasan Anda saat ini harusnya bisa menjadi cerminan untuk membentuk karakter leadership yang akan Anda jalani.

How to Deal With Conflict

Berbeda cara pandang, inisiatif, sampai urusan sikut-sikutan dengan kolega di tempat kerja rasanya sudah biasa. Tetapi jika persaingan menjadi bibit perselisihan, maka saat itulah Anda harus hati-hati. Beberapa orang berkata jangan pernah percaya pada siapa pun di tempat Anda bekerja, percaya pada diri sendiri dan tunaikan pekerjaan Anda. Bagaimana menurut Anda? Rasanya pernyataan tadi ada benarnya juga. Saat Anda mulai merasa tidak comfort dengan hubungan pertemanan di tempat kerja, maka usahakan untuk tetap fokus pada profesionalitas Anda. Jangan sampai dengan adanya perselisihan itu Anda menunjukkan sikap kekanan-kanakan seperti tidak mau kalah, balas membalas, atau saling menjatuhkan. Berkonflik boleh, tapi buatlah konflik yang elegan, tetap bermain cantik, and keep it lay low!

Conducive Working Environment

Siapa tak suka bekerja dalam lingkungan yang nyaman, bersahabat, dan penuh 'kebebasan'? Jelas itu adalah impian setiap orang. Makanya, mungkin Anda pernah mendengar seseorang berhenti dari pekerjaannya karena ia tidak merasa nyaman dengan lingkungan tempatnya bekerja. Dapatkah itu dijadikan suatu alasan yang baik saat mengundurkan diri? Sayangnya tidak. Saat Anda memutuskan untuk berhenti karena lingkungan kerjanya menurut Anda tidak kondusif, maka orang lain akan menilai diri Anda masih dipenuhi ego dan sikap idealis yang berlebihan. Percaya atau tidak, saat Anda mencari pekerjaan lain dan menemukan lingkungan kerja yang lagi-lagi menurut Anda tidak kondusif, maka Anda sedang membuat daftar hitam bagi diri sendiri. Tidak ada perusahaan yang sempurna, yang ada hanyalah kelihaian pribadi seseorang untuk dapat beradaptasi dengan sistem dan lingkungan yang ada.

Nobody Cares About You?

Jelas saja, Anda sedang bekerja di sebuah tempat kerja yang masing-masing individu memiliki kepentingan, kewajiban, hak, dan kebutuhannya masing-masing. Anda sedang tidak berada di Sekolah Dasar di mana saat Anda tidak mengerti suatu materi, maka Bu Guru akan dengan senang hati mengajari. Beranikan diri untuk menyampaikan inisiatif atau aspirasi saat ada kesempatan, tapi ingat, tetap dalam batasan-batasan yang wajar. Kalau Anda merasa terpuruk karena tidak ada yang mempedulikan atau tidak menghargai keberadaan Anda, jelas berarti kesalahan ada pada diri Anda. Itu semua akan semakin fatal jika rasa tidak dipedulikan dan tidak dihargai tadi menjadi senjata pengunduran diri Anda. Atasan pasti akan menerima pengunduran diri Anda, tapi dalam hati ia pasti tertawa. Saat itulah track hitam menjadi catatan dalam CV Anda... be careful, bro!

Offended at Being Ignored

Selalu merasa diabaikan. Apa jadinya saat Anda melamar pekerjaan pada saat sesi interview ada pertanyaan seputar hal ini; apa yang membuat Anda berhenti dari pekerjaan sebelumnya? Saya tidak menyukai lingkungan kerjanya karena saya merasa terasing dan diabaikan. Maaf, tapi pewawancara nampaknya membutuhkan jawaban yang sifatnya lebih strategis dan profesional. Bukan urusan siapa-siapa saat Anda merasa terasing atau diabaikan di tempat kerja. Anda lah yang harus menunjukkan eksistensi diri dengan kinerja yang terus meningkat dari waktu ke waktu, bukan juga dengan saling menggunjingkan rekan kerja. Ketika orang-orang di sekitar seperti acuh tak acuh dengan diri Anda, cobalah untuk introspeksi, siapa tahu ada kesalahan yang mungkin tidak Anda sadari.
Always Feel Bored

Saat Anda melamar dalam suatu lapangan pekerjaan dan mendapatkannya, seharusnya Anda sudah memahami betul seluk-beluk bidang pekerjaan yang akan digeluti. Beda-beda tipis dengan relationship, kebosanan dalam pekerjaan dapat Anda atasi dengan mencari alternatif baru untuk menyegarkan ritme bekerja. Jangan lantas putus asa saat kebosanan melanda dan memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan Anda. Jika Anda melakukannya, pasti atasan akan melabeli diri Anda sebagai seorang quitter. Rasa bosan bisa timbul di mana saja dan kapan saja, tapi jangan jadikan hal itu sebagai alasan untuk Anda berhenti berkarya. Alihkan kebosanan Anda pada hal lain untuk memberi pikiran distraksi sementara sebelum kembali pada rutinitas sebelumnya. Dalam hal ini, diri Anda lah yang harus cerdik mengakali agar tidak terjebak dalam rasa bosan yang berpotensi memupuskan segala kreatifitas Anda.



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution