Macem Riya
Pertama,
seseorang melakukan kebaikan dan maksudnya bukan Allah, dia ingin
orang-orang mengetahui bahwa dia melakukan, tidak bermaksud ikhlas sama
sekali. Ini paling buruk dan salah satu bentuk kemunafikan.
Kedua,
seseorang melakukan ibadah dengan maksud Allah, namun saat ada orang
lain melihatnya maka dia bersemangat dan membaguskannya. Nabi saw
bersabda, “Jauhilah syirik rahasia.” Mereka bertanya, “Apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang shalat, dia berusaha membaguskannya karena orang-orang melihatnya. Itulah syirik rahasia.” Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaemah dalam Shahihnya no. 937.
Ketiga,
seseorang menyelesaikan ibadah, lalu dia ketahui oleh orang-orang telah
melakukannya dan dipuji karenanya, maka hatinya gembira dan dia
berharap lain kali juga akan dipuji dan mendapatkan sesuatu dari mereka.
Kebahagiaan dan keinginan untuk mendapatkan di lain waktu menunjukkan
riya yang tersembunyi.
Keempat,
seseorang menampakkan wajah pucat, muka mengantuk dan badan lemah
supaya orang-orang tahu bahwa dia rajin puasa dan rajin shalat malam
serta takut akhirat.
Keenam,
seseorang berbaju kumal, robek dan lusuh agar orang-orang tahu bahwa
dia zuhud, atau memakai baju tertentu yang pada umumnya dipakai oleh,
misalnya, para ulama, dia memakainya agar dikira ulama.
Ketujuh,
memaksakan diri mengundang seorang ulama atau ustadz atau pemuka
masyarakat agar dikatakan bahwa tamunya adalah orang-orang penting.
Kedelapan,
seseorang menyalahkan dirinya atau mencela dirinya atau memperlihatkan
kelemahannya agar dikira bahwa dia adalah orang yang tawadhu’,
selanjutnya dia berharap orang-orang memujinya.
Kesembilan,
seseorang melakukan kebaikan secara rahasia, tidak ingin diketahui oleh
orang lain, namun bila dia bertemu dengan orang-orang, dia ingin mereka
menghormatinya, memuliakannya, menyanjungnya, mendahulukannya,
membantunya dan mempermudah urusannya, bila tidak maka dia akan
bersedih.
Kesepuluh,
menjadikan ikhlas sebagai sarana untuk mendapatkan apa yang dia
inginkan. Ibnu Taimiyah berkata, “Dikisahkan dari Abu Hamid al-Ghazali
bahwa dia mendengar bahwa siapa yang ikhlas karena Allah selama empat
puluh hari maka lisan dan hatinya akan memancarkan hikmah.
Al-Ghzali berkata,
“Lalu aku melakukannya selama empat puluh hari, namun lisan dan hatiku tidak memancarkan apa pun, maka aku menyampaikan hal itu kepada sebagian orang yang shalih, dia berkata kepadaku, ‘Karena kamu ikhlas demi hikmah dan bukan demi Allah.”
Al-Ghzali berkata,
“Lalu aku melakukannya selama empat puluh hari, namun lisan dan hatiku tidak memancarkan apa pun, maka aku menyampaikan hal itu kepada sebagian orang yang shalih, dia berkata kepadaku, ‘Karena kamu ikhlas demi hikmah dan bukan demi Allah.”
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar