Kisah Sedih Tukang Kuli
Hidup seperti pelangi, penuh warna dan akan bisa dilihat setelah hujan.
Pak Badrun mengelap keringatnya yang
bercucuran, nafasnya sedikit terengah karena dia baru saja menyelesaikan
pekerjaan yang cukup berat, membereskan ruangan 10×20 meter itu hanya
berdua, ruangan yang satu tahun tak dihuni dan ditinggalkan oleh tuan
rumahnya.
Sementara Pak Badrun sibuk mengatur nafasnya sembari beristirahat sepasang mata sedang mengawasinya.
Datang seorang setengah bayah, mungkin seusia Pak Badrun, menghampiri Pak Badrun yang sedang beristirahat:
” Pak, maaf ya bapak tidak bisa beristirahat sementara di sudut ruangan sana masih banyak debu ” ucapnya setengah berteriak.
Pak Badrun serta merta berdiri dan mendengarkan omelan si Bapak paruh bayah itu.
” Maaf, pak kami tadi cuma istirahat sebentar karena haus ” papar Pak Badrun lirih.
” Iya, tapi bapak selesaikan dulu saya gak mau tahu! Pokoknya jam 5
sore ini semua harus bersih ” gertak lelaki paruh bayah itu sambil
berlalu. Sepasang mata mengawasi peristiwa itu namun segera berlalu
karena lelaki paruh payah menggandengnya masuk ke dalam mobil.
Pak Badrun mengisyaratkan sahabatnya untuk segera memulai bekerja kembali.
Esoknya Pak Badrun terbaring lemah di atas kasur lusuh, dengan selimut
bulu yang sudah usang menutupi tubuh besarnya yang sudah mulai melemah
karena terlalu banyak dipekerjakan dengan keras. Pekerjaan kemarin
rupanya telah membuat Pak Badrun sakit.
Tidak ada yang memilih
menjadi miskin, tetapi menjadi miskin bukan pula sebuah dosa.
Beruntunglah bagi mereka yang mendapatkan kesempatan untuk. memperbaiki
nasib mereka. Ya, setiap orang memang memiliki kesempatan yang sama,
namun bukanlah salah seseorang jika tidak dapat mengambil kesempatan
itu. Menjadi miskin, menjadi kuli, menjadi bawahan juga bukan salah Pak
Badrun tapi selayaknya semua orang memperlakukan dia tanpa membedakan
status.
Seorang gadis cantik mendekati ranjang di mana Pak Badrunnya terbaring, dia meneteskan air mata, dia merasakan sakit yang
dirasakan sakitnya Pak Badrun.
“Pak, maafkan Papa saya ya Bapak
cepat sembuh” isaknya. Pak Badrun menepuk-nepuk punggung tangan si gadis
cantik sambil tersenyum simpul.
” Gak papa mbak Saya tahu, saya
ini cuma kuli kalau salah memang harus dimarahi ” tuturnya lirih yang
mengisyaratkan kepasrahan. Air mata gadis cantik itu masih terus
menetes, dia tidak mampu melunakkan hati Papanya namun dengan caranya
sendiri dia ingin menceritakan kepada Pak Badrun bahwasannya di balik
kekerasan Papanya masih ada dia yang menawarkan kelembutan kasih yang
tulus.
InsyaAllah sangat bermanfaat..
0 komentar:
Posting Komentar