Selasa, 12 April 2016

Privacy

Jangan Mencampuri Urusan Pribadi Orang Lain 

Mencampuri urusan pribadi orang lain bukanlah perilaku yang baik. Tetapi bukan berarti kita membiarkan bila ada seseorang berbuat dosa dan tidak mengingatkannya. Bukankah kita juga tidak suka, kalau ada orang lain yang ikut campur dalam urusan pribadi kita?
”Jangan mencampuri urusan pribadi orang lain,” begitulah orang tua kita menasihatkan. Bagi saya pribadi, nasihat itu sangat cocok. Selain karena saya memang tidak tertarik dan tidak ingin tau dengan urusan orang lain, saya sendiri memiliki banyak urusan pribadi yang harus diselesaikan. Bukan hanya orang timur yang mengajarkan sistem nilai seperti itu.

Orang barat pun demikian. Mereka bilang; ”Mind your business!” Oleh sebab itu, tidak mencampuri urusan orang lain sudah menjadi sistem nilai universal. Kadang kalau kita mencampuri urusan pribadi orang lain, kita jadi mudah menilai atau menarik kesimpulan atas seseorang dengan mudah, padahal belum kita cermati dan belum tahu/ tidak tahu secara pasti bagaimana permasalahannya.

Dan terkadang, ada dari kita yang melakukannya, karena rasa iri hati, dengki, dan kepo, sehingga kehidupan orang yang yang kita iri tersebut menjadi begitu sangat menarik untuk kita ikuti, atau tanpa kita sadari kita terobsesi dengan orang yang ikuti dan cari tahu kehidupannya. Jika sebabnya karena kita kepo, iri dan dengki, bisa saja, kita jadi suka atau senang bila kita melihat orang yang kita iri tersebut mendapat kesusahan dan kita akan merasa susah, jengkel dan semakin bertambah iri hati, bila melihat orang yang kita iri tersebut, mendapat kebahagiaan.

Kita pun akan cenderung lebih suka menghakimi dan bersikap sepertinya seolah-olah kita ini ahli dalam menilai, alias mbiji wong liyo, dan tanpa kita sadari kata-kata yang kita sampaikan malah menyakitkan, maksud hati maunya menasehati sih, tetapi malah menyalahkan, memojokan, jadi apa-apa yang kita lakukan salah dan gak baik baginya, dengan alasan menjatuhkan orang lain dan orang lain tidak ada harga dirinya. 


Padahal diri kita sendiri saja banyak kekurangan dan banyak urusan-urusan kita yang perlu kita perbaiki, termasuk diantaranya, memperbaiki diri kita supaya tidak lebih mudah tertarik dengan urusan orang lain dan mencampuri urusan orang lain, terutama urusan yang bersifat pribadi. Alangkah baiknya kalau kita sibuk dengan urusan kita, memperbaiki diri kita, mengoreksi diri kita dan sibuk dengan aib-aib kita sendiri. Karena menurut saya, jika kamu jadi aku, kamu pasti akan melakukan hal yang sama seperti apa yang saya lakukan.

Kadang kalau kita mencampuri urusan orang lain, kita jadi mudah menilai atau menarik kesimpulan atas seseorang dengan mudah, padahal belum kita cermati dan belum tahu atau tidak tahu secara pasti bagaimana permasalahannya . Dan kadang hal tersebut membuat kita bersikap menjadi seorang yang ahli, cenderung menasehati dan menggurui, mengoreksi orang lain, padahal diri kita sendiri belum tentu lebih baik dari orang yang kita nasehati. Dan jika kita yang mengalami masalah tersebut, belum tentu kita mampu menyikapinya lebih baik dari orang yang kita campuri urusannya dan kita nasehati.

Seharusnya kita bercermin terlebih dahulu, melihat diri kita, sudah sebaik dan sehebat itukah kita? Sebelum kita mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa diminta dan tanyakan pada diri sendiri, bagaimana jika urusan pribadai kita yang diusik atau dicampuri oleh orang lain tanpa kita memintanya.

Memang terlintas sepertinya kita peduli sama seseorang, tetapi jika kita TIDAK diminta terlibat dalam urusannya, sebaiknya kita tidak mencampuri urusan orang lain yang sifatnya pribadi. Mengingatkan atau memberitahu kepada seseorang agar tidak melakukan hal-hal negatif, atau menyeru pada kebaikan, adalah hal baik dan harus kita lakukan. Sementara "ikut campur" adalah ikut mengurusi permasalahan orang lain, dimana masalah tersebut tidak layak untuk kita campuri dan kita tidak diminta untuk terlibat didalamnya.

Contoh, misalnya dalam sebuah kantor, kita cenderung lebih mudah melihat meja orang lain, tapi tidak segampang itu saat kita melihat meja kita sendiri. Ada kejadian menarik, seseorang mendatangi meja orang lain, lalu menyampaikan ’petuah’ tentang bagaimana seharusnya sebuah meja ditampilkan. Pada saat kejadian itu berlangsung, mejanya sendiri memang ’sedang bersih’.

Tetapi, pada kesempatan lain, meja orang itu sendiri dia ditinggalkan berantakan. Sedangkan meja orang yang pernah dikritiknya sudah terbiasa bersih seperti yang dulu pernah diajarkan oleh beliau. Orang yang pernah dikritiknya bertanya; ’Apakah meja saya sudah seperti yang Bapak nasihatkan?”. Dia menjawab; ”Oh ya. Nah seperti itu kan bagus…” Beliau berkata sambil tetap membiarkan mejanya sendiri berantakan. Apakah ini kisah rekaan belaka? Silakan timbang-timbang sendiri saja.

Faktanya, kita SERING TERGODA MENYARANKAN orang lain untuk membenahi hidupnya. NAMUN, LUPA UNTUK MEMBERESKAN HIDUP KITA SENDIRI. Padahal, memang meja itu tidak bisa selamanya rapi. Dia pasti berantakan saat kita tengah bekerja keras. Hidup kita juga tidak selamanya beres. Ada kalanya semerawut juga. Tetapi, jika kita terus berusaha tanpa henti untuk membereskannya, maka paling tidak; orang juga tahu kalau kita terus berusaha untuk merapikan meja kita sendiri.

Bagaimana dengan anda selama ini, apakah anda termasuk orang yang suka mencampuri urusan pribadi orang lain (tanpa diminta)? Apakah kita termasuk orang yang lebih tertarik dengan masalah pribadi orang lain?

Kalau iya, coba tanyakan pada diri sendiri dengan jujur, apa alasannya? Atau jangan-jangan kita mencampuri dan selalu ingin tahu kehidupan orang lain, karena rasa iri hati kita terhadap orang yang hidupnya selalu kita ikuti atau kita jadikan pusat perhatian kita? Tanyakan dengan jujur, apakah kita merasa senang kalau melihat orang yang selalu kita ingin tahu bagaimana kehidupan pribadinya, itu, mendapat kesusahan? Apakah kita telah menjadi orang yang susah melihat lain senang dan senang bila melihat orang lain susah? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya.

Kita semua tahu, bahwa hidup didunia ini hanya sementara, smoga kita bisa mengisinya dengan hal-hal yang jauh lebih bermanfaat untuk akhirat kita, karena setiap hati, pikiran kita, pendengaran, penglihatan kita, kelak akan dimintai pertanggung jawabannya. Manusia hanya bisa menilai manusia, manusia hanya bisa menyalahkan orang lain, tetapi tidak bisa menilai diri sendiri, itulah sifat manusia yang tanpa di sadari, karena merasa dirinya hebat dan berhasil. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. QS 17:36)

Tulisan ini sebagai pengingat bagi diri sendiri, saya sharing, semoga bermanfaat.


indrajied

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution