Rabu, 27 April 2016

Allah Itu Dekat Dengan Kita

Yakinlah Allah Dekat Bersama Kita
Keberadaan Allah 
Al-Qur`an menginformasikan kepada kita tentang kebenaran sifat-sifat Allah, “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur, Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (al-Baqarah: 255)

“Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (ath-Thalaaq: 12)

Akan tetapi, banyak orang yang tidak menerima keberadaan Allah swt. seperti yang telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut. Mereka tidak memahami kekuasaan dan kebesaran-Nya yang abadi. Mereka memercayai kebohongan bahwa merekalah yang mengatur diri mereka sendiri dan berpikir bahwa Allah berada di suatu tempat yang jauh di alam semesta dan jarang mencampuri “perkara keduniaan”. Pemahaman terbatas orang-orang ini disebutkan dalam Al-Qur`an, “Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahakuasa.” (al-Hajj: 74)

Memahami kekuasaan Allah swt. dengan baik merupakan ikatan awal dalam rantai keimanan. Sesungguhnya, seorang mukmin akan meninggalkan pandangan masyarakat yang menyimpang tentang kekuasaan Allah swt. dan menolak keyakinan sesat dengan mengatakan,“Dan bahwasanya  orang yang kurang akal dari kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah.” (al-Jin: 4)

Kaum muslimin memercayai Allah swt. sesuai dengan penjelasan Al-Qur`an. Mereka melihat tanda-tanda keberadaan Allah pada dunia nyata dan alam gaib, kemudian mulai memercayai keagungan seni dan kekuasaan Allah. Akan tetapi, jika umat berpaling dari Allah serta gagal bertafakur kepada Allah dan ciptaan-Nya, mereka akan mudah terpengaruh oleh keyakinan-keyakinan yang menyesatkan pada saat ditimpa kesusahan. Allah menyebutnya sebagai bahaya yang potensial, dalam surah Ali Imran: 154, mengenai umat yang menyerah dalam berperang, “... sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah...”Seorang muslim seharusnya tidak melakukan kesalahan seperti itu. Karena itu, dia harus membebaskan hatinya dari segala sesuatu yang dapat memunculkan sangkaan jahiliah dan menerima keimanan yang nyata dengan segenap jiwa sebagaimana penjelasan dalam Al-Qur`an.

 Teguhkan lah selalu hati kita dan keyakinan kita hanya pada ALLAH. Yakinlah Bahwa Badai pasti Berlalu




بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Cinta dan Kasih Sayang  

1. Mengasihi dan menyayangi karena Allah Ta’ala

Banyak cinta ternoda oleh kepentingan duniawi atau motif tersembunyi. Saudariku, cinta sejati adalah hubungan yang berasal dari kemurnian cahaya bimbingan Islam (Dr Muhammad A. Al-Hashimi). Ini adalah ikatan yang menghubungkan Muslim dengan saudara seiman mereka. Tak peduli perbedaan bahasa mereka, perbedaan letak geografis tempat ia berada, tak peduli perbedaan budaya dan warna kulit. (Ini adalah) ikatan atas dasar iman kepada Allah (subhaanahu wa ta’ala).

Sebuah cinta yang merupakan ekspresi dari manisnya iman dapat dilihat dari hadist riwayat Anas ra., ia berkata:

Nabi saw. bersabda: Ada tiga hal yang barang siapa mengamalkannya, maka ia dapat menemukan manisnya iman, yaitu orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada yang lain, mencintai orang lain hanya karena Allah, tidak suka kembali ke dalam kekufuran (setelah Allah menyelamatkannya) sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka.

Jadi ini bukan cinta demi status, atau ketenaran. Ini adalah cinta yang membutuhkan hati yang bersih, hati yang ringan, dan lembut.

Dari Mu’adz ibn Jabal ra, katanya: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, Berfirman Allah Yang Maha Mulia dan Luhur: “Mereka yang berkasih-sayang demi Keluhuran-Ku, bagi mereka mimbar-mimbar cahaya yang menyebabkan para An-Nabi dan para Asy-Syuhada iri kepada mereka”. (HR. At Tirmidzi).

Cinta semacam inilah adalah satu-satunya cara untuk menghilangkan kebencian, kecemburuan, dan persaingan dari hati manusia.

2. Menunjukkan kepada mereka kebaikan dan kesetiaan pada teman dan saudara mereka juga.

Pentingnya kebaikan disebutkan ratusan kali dalam Al-Qur’an! Islam menanamkan pengikutnya dengan karakteristik kebaikan dan kesetiaan terhadap teman-teman, termasuk orang tua. Jika kita ingat kisah tentang Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha yang berkata: “Saya tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari semua istri-istri Nabi s.a.w. sebagaimana cemburu saya kepada Khadijah, padahal saya tidak pernah melihatnya sama sekali, tetapi Nabi s.a.w. memperbanyak menyebutkannya -yakni sering-sering disebut-sebutkan kebaikannya-. Kadang-kadang Nabi s.a.w. menyembelih kambing kemudian memotong-motongnya seanggota demi seanggota, kemudian dikirimkanlah kepada kawan-kawan Khadijah itu.

3. Selalu berwajah hangat, ramah, dan tersenyum ketika bertemu

Begitu berartinya sebuah senyuman dalam kehidupan hingga Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi.

“Tabassumuka Fii Wajhi Akhiika Shodaqoh.”

Artinya, “Tersenyum ketika bertemu dengan saudara kalian adalah termasuk ibadah.”

Senyum memiliki fungsi yang luar biasa dalam mengubah dunia. Mengapa demikian? Karena senyum merupakan salah satu instrumen dakwah dan syiar Rasulullah SAW yang turut melengkapi kemuliaan budi pekertinya dalam etika pergaulannya dan dalam membina keharmonisan rumah tangganya.

Suatu hari, seorang Badui Arab meminta sesuatu kepada Rasulullah SAW dengan menarik sorban beliau hingga tercekik, dan tarikan sorban itu meninggalkan bekas pada leher Rasulullah SAW. Orang ini berpikir, bahwa Rasulullah pasti marah setelah ia melakukan hal tersebut. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Ia terkesima menatap Rasulullah SAW yang tidak marah atas perlakuannya yang sangat kasar, tetapi justru Rasulullah SAW tersenyum dengan ikhlas kepadanya.

Akhirnya, senyum tulus Rasulullah SAW, membawa orang Badui ini menikmati indahnya Islam. Sebuah senyum yang didasari ketulusan dan keimanan mampu mengubah keyakinan seseorang. Ketulusan senyum dan kemuliaan budi pekertinya dalam berdagang bahkan berperang membuatnya mampu menyebarkan Islam hingga Kisra dan Persia.

4. Tulus terhadap mereka

Ketulusan adalah salah satu prinsip paling dasar dari Islam dan landasan utama iman. Tanpa ketulusan, iman saudara adalah valid dan dia Islam adalah berharga. Ketika orang-orang percaya pertama memberi kesetiaan (bai”at) kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam), mereka berjanji ketulusan mereka. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Jarir ibn ‘Abdullah (radiallahu `anhu):” Saya memberi kesetiaan kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam) dan berjanji untuk mengamati salat, membayar zakat dan untuk menjadi tulus terhadap setiap Muslim.” [Muttafaqun 'alaihi]

Selanjutnya, Nabi kita tercinta (sallallahu `alaihi wa sallam) berkata:” Tidak ada dari kalian benar-benar beriman sampai ia mencintai saudaranya lebih dari dirinya sendiri” [Muttafaqun 'alaihi]. Dan tentu saja mustahil cinta seperti itu bisa ada tanpa adanya ketulusan.

5. Tidak meninggalkan atau membiarkan saudaranya melenceng dari keimanan

Islam adalah agama yang menyerukan cinta, silaturrahmi, dan kasih sayang sesama. Islam juga melarang kita meninggalkan saudara dalam iman dan saling membenci atau meninggalkan satu sama lain ketika ada yang melakukan kekufuran. Hal ini tersirat dalam hadist yang ditulis oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad: “Tidak ada dua orang yang mencintai satu sama lain karena Allah, atau karena Islam, akan membiarkan pelanggaran kecil pertama yang dilakukan salah satu dari mereka”.

Hadits ini menunjukkan bahwa kefuturan yang dialami saudara kita tidak boleh didiamkan. kita harus mengingatkannya. Selain itu, tidak bertegur sapa dengan saudar seiman tidak boleh terlalu lama, maksimal tiga hari. Semakin lama kerenggangan berlangsung (3 hari atau lebih) yang lebih besar dosa dan yang lebih parah adalah hukuman yang akan menimpa dua orang yang berselisih.

6. Menahan amarah

Marah adalah hal yang manusiawi, terjadi pada siapa saja dalam suatu hubungan persaudaraan. Namun, Muslim sejati akan mampu menahan amarahnya dan cepat memaafkan saudaranya, dan tidak ada rasa malu dalam melakukannya. Sebaliknya, dia mengakui ini sebagai hal yang baik yang dapat membawanya lebih dekat kepada Allah dan mendapatkan cintanya-Nya yang Dia menganugerahkan hanya pada orang-orang yang berbuat baik: “… [mereka] yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan). Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. ” [Al-`Imran 3:134]

7. Tidak bergosip atau menjelek-jelekkan mereka

Muslimin dan muslimah dilarang bergosip atau menggunjing saudaranya dalam Islam. Dia tahu gosip itu adalah haraam Qur’an mengatakan: “… janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang “. [Al-Hujuraat 49:12]

Muslimin dan muslimah yang cerdas akan menahan lidahnya dan berbicara hanya yang baik tentang saudaranya.

8. Menghindari berdebat dengan mereka, membuat lelucon yang menyakitkan, dan melanggar janji

Hal ini tseperti hadist Rasulullah yang dituliskan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad bahwa Nabi kita (sallallahu `alaihi wa sallam) berkata:” Jangan berdebat dengan saudaramu, jangan bercanda berlebihan dengan dia, jangan membuat janji dengannya kemudian kamu ingkari.”

Berdebat mengarah ke kesalahpahaman lebih lanjut, kekakuan, dan merupakan jalan pembuka bagi Iblis; lelucon yang menyakitkan sering menyebabkan kebencian dan hilangnya rasa hormat, dan melanggar janji membuat orang marah dan merusak cinta.

9. Murah hati dan rela berkorban untuk saudaranya

Muslimin dan Muslimah lebih suka bersahabat dengan sesama Muslim atas non-Muslim. Ikatan kepercayaan umum membentuk dasar bagi kemurahan hati, karakteristik Islam yang dasar. Kami memohon dari Allah (subhaanahu wa ta’ala) menjadi “… dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir…” [Al-Maidah 5:54]

10. Berdoa untuk saudaranya dalam ketidakhadiran mereka

Keutamaan Mengunjungi Saudara Seiman

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Mengunjungi saudara seiman karena Allah menjadi sebab datangnya kecintaan Allah dan masuk surga. Ini berlaku jika niatan yang mendorongnya adalah rasa cinta karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan bukan karena tujuan materi duniawi.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam: ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di satu desa lain, lalu Allah memerintahkan seorang malaikat duduk mengawasinya di jalannya. Saat ia tiba di tempat itu, maka malaikat tersebut bertanya, 'Ke mana kamu akan pergi?'

Dia menjawab, 'Saya bermaksud mengunjungi saudaraku di desa ini.' Malaikat itu bertanya, 'Apakah kamu memiliki suatu nikmat (baca: barang) yang kamu urusi padanya?' Dia menjawab, 'Tidak, hanya saja aku mencintainya karena Allah ‘Azza wajalla.' Lalu Malaikat itu berkata, 'Sesungguhnya saya adalah utusan Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena-Nya'." (HR. Muslim)

Masih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنْ الْجَنَّةِ مَنْزِلًا


"Siapa yang menjenguk orang sakit atau mengunjungi suadaranya seiman, maka ada seorang yang menyeru dari langit: kamu adalah orang baik, dan langkahmu juga baik dan engkau berhak menempati satu tempat di surga." (HR. Al-Tirmidzi, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 2578)

Dari Mu’ad bin Jabal Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَالْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ


“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: Kecintaan-Kuwajib bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku, orang-orang yang saling berteman karena Aku, orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku dan orang-orang yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Malik dan Ahmad. Dishahihkan Al-Albani dalam Takhrij Misykah al-Mashabih, no. 5011)

Saling mengunjungi saudara seiman karena Allah memiliki manfaat yang banyak. Ia bisa menjadi sarana yang melembutkan hati dan mempertautkannya, menambah keimanan, dan membuat jiwa senang. Saling mengunjungi bisa menjadi sarana saling menasihati dan tolong menolong untuk kebaikan.

Muhammad bin al-Munkadir pernah ditanya, “Kenikmatan apa yang tersisa dalam hidup ini” beliau menjawab, “berjumpa dengan saudara-saudara seiman dan memasukkan kebahagiaan dalam diri mereka.”

Imam al-Hasan al-Bashri berkata, “Saudara (seiman) kami lebih kami cintai daripada keluarga kami, saudara seiman kami mengingatkan kami terhadap akhirat sementara keluarga kami mengingatkan kami terhadap dunia.”

Muslimin dan muslimah yang tulus yang benar-benar menyukai saudaranya melebihi dirinya sendiri, maka ia tidak lupa berdoa untuk saudaranya dalam ketiadaannya.

Dengan menjadkan Islam sebagai identitas utama kita untuk mencintai saudara seiman atas dasar kepatuhan kepada Allah Ta’ala adalah satu-satunya hal yang akan menyelamatkan kita di Hari Kebangkitan kelak, bersikaplah ramah dan ucapkanlah kata-kata yang lembut saat berjumpa dengan saudara-saudaramu seislam. Hindarkan dari kata-kata kotor dan keji. 



Sampaikanlah kepada orang lain, maka ini akan menjadi Shadaqah Jariyah pada setiap orang yang Anda kirimkan pesan ini. Dan apabila kemudian dia mengamalkannya, maka kamu juga akan ikut mendapat pahalanya sampai hari kiamat. Akhir kata, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan baginda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para shahabatnya, dan seluruh para pengikutnya.



Wallahu a’lam bish shawab.

Wasalam

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution