16 Faktor Penyebab Timbulnya Ujub
Ujub adalah mengagumi diri
sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu
yang tidak dimiliki orang lain. Ujub (kagum) menyebabkan seseorang
suka memuji dirinnya sendiri, menyangjungnya, menganggapnya lebih baik dari
pada pihak lain dan bahkan menganggapnya suci. Allah melarang seseorang yang
menganggap suci dirinya sendiri.
“maka janganlah kamu
mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang
bertakwa.” (An-Najm {53}: 32).
Siapapun yang merasa takjub
dengan dirinya sendiri, pendapatnya, kemampuannya, amal, pikirannya, dll, hal
itu akan menghalanginnya dari mengambil manfaat, saran, kritik, dan nasihat
dari orang lain. Ia merasa hebat, keren, pintar, dan menganggap remeh orang
lain. Apabila ada ide atau karya orang lain yg lebih baik, ia tidak
menyukainnya dan menganggap orang itu bodoh, remeh, rendah, dll.
Ibnul Mubarak pernah berkata,
“Perasaan ‘ujub adalah ketika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan
tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.” Imam Al-Ghazali menuturkan,
“Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa
memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Allah SWT.”
Memang setiap orang mempunyai
kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi milik siapakah
semua kelebihan itu ? Allah berfirman :
“Bagi Allah semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya.”
(QS. Al Maidah: 120)
Maksud dari ayat di atas adalah
apapun yang kita miliki, semuanya adalah milik Allah yang dipinjamkan kepada
kita agar kita dapat memanfaatkannya dan sebagai ujian bagi kita. Tidak
seorangpun yang memiliki sesuatu di alam semesta ini walaupun sekecil atom
kecuali Allah.
Faktor Penyebab
Timbulnya ‘Ujub
Ada beberapa hal yang bisa
menimbulkan perasaan ‘ujub di hati setiap orang, di antaranya adalah:
1. Banyak dipuji orang
Pujian seseorang secara langsung kepada orang lain dapat menimbulkan perasaan ‘ujub dan egois pada diri orang yang dipujinya. Semakin lama perasaan itu akan menumpuk dalam hatinya, maka ia akan semakin dekat kepada kebinasaan dan kegagalan sedikit demi sedikit, karena orang yang mempercayai pujian itu akan selalu merasa bangga dan dirinya punya kelebihan, sehingga menjadikannya malas untuk berbuat kebajikan. Rasulullah pernah terkejut ketika melihat seseorang yang memuji orang lain secara langsung, sampai-sampai beliau bersabda, “Sungguh dengan pujianmu itu, engkau dapat membinasakan orang yang engkau puji. Jikalau ia mendengarnya, niscaya ia tidak akan sukses.”
2. Banyak meraih kesuksesan
Seseorang yang selalu sukses dalam meraih cita-cita dan usahanya, akan mudah dirasuki perasaan ‘ujub dalam hatinya, karena ia merasa bisa mengungguli orang lain yang ada di sekitarnya dan tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang diraihnya adalah atas kehendak Allah yang Maha Kuasa.
3. Kekuasaan
Setiap penguasa biasanya mempunyai kebebasan bertindak tanpa ada protes dari orang yang ada di sekelilingnya, dan banyak orang yang kagum dan memujinya. Fenomena semacam ini akan menyebabkan hati seseorang mudah dimasuki perasaan ‘ujub. Seperti kisah Raja Namrud yang menyebut dirinya sebagai Tuhan, karena dia menjadi seorang penguasa. Dan seandainya dia lemah dan miskin, tentulah tidak akan menyebut dirinya sebagai Tuhan.
4. Tersohor di kalangan orang banyak
Tersohor di kalangan orang banyak merupakan cobaan besar bagi diri seseorang. Karena semakin banyak yang mengenalnya, maka dia semakin kagum terhadap dirinya sendiri. Semuanya itu akan memudahkan timbulnya perasaan ‘ujub pada hati seseorang.
5. Mempunyai intelektualitas dan kecerdasan yang tinggi
Orang yang mempunyai intelektualitas dan kecerdasan yang lebih, biasanya merasa bangga dengan dirinya sendiri dan egois, karena merasa mampu dapat menyelesaikan segala permasalahan kehidupannya tanpa campur tangan orang lain. Kondisi seperti itu akan melahirkan sikap otoriter dengan pendapatnya sendiri. Tidak mau bermusyawarah, menganggap bodoh orang-orang yang tak sependapat dengannya, dan melecehkan pendapat orang lain.
6. Memiliki kesempurnaan fisik
Orang yang memiliki kesempurnaan fisik seperti suara bagus, cantik, postur tubuh yang ideal, tampang ganteng dan sebagainya, lalu ia memandang kepada kelebihan dirinya dan melupakan bahwa semua itu adalah nikmat Allah yang bisa lenyap setiap saat, berarti orang tersebut telah kemasukan sifat ‘ujub.
7. Lalai atau tidak memahami hakikat dirinya sendiri.
Apabila seseorang lalai atau tidak memahami hakikat bahwa dirinya berasal dari air yang hina serta akan kembali ke dalam tanah, kemudian menjadi bangkai, maka orang seperti ini akan mudah merasa bahwa dirinya hebat. Perasaan seperti ini akan diperkuat oleh bisikan setan yang pada akhirnya akan muncul sifat kagum terhadap diri sendiri.
8. Faktor Lingkungan dan Keturunan
Yaitu keluarga dan lingkungan
tempat seseorang itu tumbuh. Seorang manusia biasanya tumbuh sesuai dengan
polesan tangan kedua orang tuanya. Ia akan menyerap kebiasaan-kebiasaan
keduanya atau salah satunya yang positif maupun negatif seperti sikap senang dipuji,
selalu menganggap diri suci dll.
9. Sanjungan dan Pujian yang
Berlebihan
Sanjungan berlebihan tanpa
memperhatikan etika agama dapat diidentikkan dengan penyembelihan, sebagaimana
yang disebutkan dalam sebuah hadits. Sering kita temui sebagian orang yang
terlalu berlebihan dalam memuji hingga seringkali membuat yang dipuji lupa
diri.
10. Bergaul Dengan Orang yang Terkena
Penyakit Ujub
Tidak diragukan lagi bahwa
setiap orang akan meniru tingkah laku temannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sendiri bersabda:
“Perumpamaan teman yang
shalih dan teman yang jahat adalah seperti orang yang berteman dengan penjual
minyak wangi dan pandai besi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Teman akan membawa pengaruh yang
besar dalam kehidupan seseorang.
11. Kufur Nikmat dan Lupa Kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala
Begitu banyak nikmat yang
diterima seorang hamba, tetapi ia lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah memberinya nikmat itu sehingga hal itu menggiringnya kepada penyakit
ujub, ia membanggakan dirinya yang sebenarnya tidak pantas untuk dibanggakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menceritakan kepada kita kisah Qarun;
“Qarun berkata:
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (Al-Qashash: 78)
12. Menangani Suatu Pekerjaan Sebelum
Matang dalam Menguasainya dan Belum Terbina dengan Sempurna
Demi Allah, pada hari ini kita
banyak mengeluhkan problematika ini, yang telah banyak menimbulkan berbagai
pelanggaran. Sekarang ini banyak kita temui orang-orang yang berlagak pintar
persis seperti kata pepatah ‘sudah dipetik sebelum matang’. Berapa banyak orang
yang menjadi korban dalam hal ini! Dan itu termasuk perbuatan sia-sia. Yang
lebih parah lagi adalah seseorang yang berpura-pura sebagai seorang ulama
padahal ia tidak memiliki ilmu sama sekali, lalu ia berkomentar tentang banyak
permasalahan, yang terkadang ia sendiri jahil tentang hal itu. Namun ironinya
terkadang kita turut mendukung hal seperti ini dengan memperkenalkannya kepada
khalayak umum. Padahal sekarang ini, masyarakat umum itu ibaratnya seperti
orang yang menganggap emas semua hal yang berwarna kuning. Kadangkala mereka
melihat seorang qari yang merdu bacaannya, atau seorang sastrawan yang lihai
berpuisi atau yang lainnya, lalu secara membabi buta mereka mengambil segala sesuatu
dari orang itu tanpa terkecuali meskipun orang itu mengelak seraya berkata:
“Aku tidak tahu!”
Perlu diketahui bahwa
bermain-main dengan sebuah pemikiran lebih berbahaya daripada bermain-main
dengan api. Misalnya beberapa orang yang bersepakat untuk memunculkan salah
satu di antara mereka menjadi tokoh yang terpandang di tengah- tengah kaumnya,
kemudian mengadakan acara penobatannya dan membuat-buat gelar yang tiada
terpikul oleh siapa pun. Niscaya pada suatu hari akan tersingkap kebobrokannya.
Mengapa!? Sebab perbuatan seperti itu berarti bermain-main dengan pemikiran.
Sepintas lalu apa yang mereka ucapkan mungkin benar, namun lambat laun
masyarakat akan tahu bahwa mereka telah tertipu.
13. Jahil dan Mengabaikan Hakikat
Diri (Lupa Daratan)
Sekiranya seorang manusia
benar-benar merenungi dirinya, asal-muasal penciptaannya sampai tumbuh menjadi
manusia sempurna, niscaya ia tidak akan terkena penyakit ujub. Ia pasti meminta
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar dihindarkan dari penyakit ujub sejauh-jauhnya.
Salah seorang penyair bertutur dalam sebuah syair yang ditujukan kepada
orang-orang yang terbelenggu penyakit ujub:
“Hai orang yang pongah dalam
keangkuhannya.nLihatlah tempat buang airmu, sebab kotoran itu selalu
hina. Sekiranya manusia merenungkan apa yang ada dalam perut mereka, niscaya
tidak ada satupun orang yang akan menyombongkan dirinya, baik pemuda maupun
orang tua. Apakah ada anggota tubuh yang lebih dimuliakan selain kepala?Namun
demikian, empat macam kotoranlah yang keluar darinya! Hidung beringus
sementara telinga baunya tengik. Tahi mata berselemak sementara dari
mulut mengalir air liur. Hai bani Adam yang berasal dari tanah, dan bakal
dilahap tanah, tahanlah dirimu (dari kesombongan), karena engkau bakal menjadi
santapan kelak.
Penyair ini mengingatkan kita
tentang asal-muasal penciptaan manusia dan keadaan diri mereka serta akhir dari
hidup mereka. Maka apakah yang membuat mereka berlagak sombong? Pada awalnya ia
berasal dari setetes mani yang hina, sedangkan semasa hidupnya ke sana ke mari
membawa kotoran, kemudian akan menjadi bangkai yang kotor.
14. Berbangga-bangga dengan Nasab dan
Keturunan
Seorang manusia terkadang
memandang mulia dirinya karena darah biru yang mengalir di tubuhnya. Ia
menganggap dirinya lebih utama dari si Fulan dan Fulan. Ia tidak mau mendatangi
si Fulan sekalipun ada kepentingan, dan tidak mau mendengarkan ucapan si Fulan.
Tidak diragukan lagi, ini merupakan penyebab utama datangnya penyakit ujub.
Dalam sebuah kisah pada zaman
kekhalifahan Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa ketika Jabalah bin
Al-Aiham memeluk Islam, ia mengunjungi Baitullah Al-Haram. Ketika sedang melakukan
thawaf, tanpa sengaja seorang Arab badui menginjak kainnya. Tatkala mengetahui
seorang Arab badui telah menginjak kainnya, Jabalah langsung melayangkan
tangannya memukul si Arab badui tadi hingga terluka hidungnya. Si Arab badui
itu pun melapor kepada Umar radhiyallahu ‘anhu mengadukan tindakan Jabalah
tadi. Umar radhiyallahu ‘anhu pun memanggil Jabalah lalu berkata kepadanya:
“Engkau harus diqishash wahai Jabalah!” Jabalah membalas: “Apakah engkau
menjatuhkan hukum qishash atasku? Aku ini seorang bangsawan sedangkan ia (Arab
badui) orang pasaran!” Umar radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Islam telah
menyamaratakan antara kalian berdua di hadapan hukum!” Tidakkah engkau ketahui
bahwa: Islam telah meninggikan derajat Salman seorang pemuda Parsi dan
menghinakan kedudukan Abu Lahab karena syirik yang dilakukannya. Ketika Jabalah
tidak mendapatkan dalih untuk melepaskan diri dari hukuman, ia pun berkata:
“Berikan aku waktu untuk berpikir!” Ternyata Jabalah melarikan diri pada malam
hari. Diriwayatkan bahwa Jabalah ini akhirnya murtad dari agama Islam, lalu ia
menyesali perbuatannya itu. Wal ‘iyadzubillah.
15. Berlebih-lebihan dalam Memuliakan
dan Menghormati
Barangkali inilah hikmahnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang sahabat-sahabat beliau untuk
berdiri menyambut beliau. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang suka agar
orang-orang berdiri menyambutnya, maka bersiaplah dia untuk menempati tempatnya
di Neraka.” (HR. At-Tirmidzi, beliau katakan: hadits ini hasan)
Dalam hadits lain Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah kamu berdiri
menyambut seseorang seperti yang dilakukan orang Ajam (non Arab) sesama
mereka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu)
16. Lengah Terhadap Akibat yang
Timbul dari Penyakit Ujub
Sekiranya seorang manusia
menyadari bahwa ia hanya menuai dosa dari penyakit ujub yang menjangkiti
dirinya dan menyadari bahwa ujub itu adalah sebuah pelanggaran, sedikitpun ia
tidak akan kuasa bersikap ujub. Apalagi jika ia merenungi sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
”Sesungguhnya seluruh orang
yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat bagaikan semut yang
diinjak-injak manusia.” Ada seseorang yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah
seseorang itu ingin agar baju yang dikenakannya bagus, sandal yang dipakainya
juga bagus?” Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan
menyukai keindahan, hakikat sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan
orang lain.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) awal
hadits berbunyi: “Tidak akan masuk Surga orang yang terdapat sebesar biji
zarrah kesombongan dalam hatinya).
0 komentar:
Posting Komentar