Meningkatkan Ibadah Pasca-Ramadan
RAMADAN
telah berlalu dari kehidupan kita. Ada hikmah yang kita rasakan saat
menjalankan kewajiban puasa Ramadan tersebut sehingga kita tetap
semangat untuk melaksanakan aktivitas ibadah dengan penuh keimanan dan
keikhlasan menuju target sasaran puasa adalah menjadi golongan mutakin
(orang yang bertakwa).
Itulah
tujuan berpuasa yang kita lakukan dengan kesungguhan hati diikuti dengan
ketakwaan kita kepada Allah swt. semoga kita termasuk orang yang
takwanya semakin meningkat dalam melaksanakan ibadah pasca-Ramadan ini.
Karena puasa yang berhasil meningkatkan takwa seseorang, akan
menumbuhkan sikap ketahanan yang positif, baik dilihat dari ketahanan
rohaniah ataupun ketahanan jasmaniah. Kehidupan seseorang sangat
ditentukan ketahanan rohaniah, dengan kuatnya rohaniah ia akan dapat
bertahan dalam menghadapi segala problematika hidup.
Maka di
saat manusia lupa terhadap tujuan hidupnya, dia senantiasa ingat bahwa
Allah menciptakan makhluk-Nya, yaitu jin dan manusia, bertujuan supaya
berbakti dan menyembah kepada-Nya dalam konteks ibadah. Ibadah merupakan
suatu cara mendekatkan diri kepada Sang Khalik, menyucikan jiwa dan
amal perbuatan manusia sehingga terhindar dari dosa dan kejahatan. Hal
tersebut akan tercapai manakala ibadah betul-betul dilaksanakan dengan
tulus dan bersikap hati-hati untuk mempertahankan kebutuhan rohaniah
yang sejati.
Maka kebutuhan rohaniah akan terus terpenuhi manakala adanya self control
(penguasaan diri) secara sempurna. Kontrol diri termasuk bagian dari
pemahaman akhlak, tidak berbeda seperti keimanan dan keistikamahan.
Pemahaman kontrol diri bukan merupakan cabang dari agama, dan bukan
agama yang menciptakannya. Hanya saja agama dapat menjamin lebih baik
bagi terlaksananya nilai tersebut agar di dalam kehidupan manusia
khususnya kaum muslimin menjadi pribadi-pribadi yang selalu tunduk dan
taat atas setiap ajaran agama yang telah digariskan.
Untuk
itu harus ada konsistensi dalam menjalankan agama, terutama
pasca-Ramadan, yang mana di bulan Ramadan kita bisa meminimalisasi atau
sama sekali bisa memerangi hawa nafsu. Memang sangat tepat dalam diri
setiap manusia terdapat nafsu yang menguasai orang-orang yang lemah
batinnya. Nafsu inilah yang menimbulkan segala macam perbuatan keji dan
kejam dalam dirinya sendiri.
Ukuran
kemampuan kontrol diri seseorang bergantung pada nafsu. Jika seseorang
tak mampu dalam mengendalikan nafsu tersebut, maka bisa dipastikan dia
tak mampu mengendalikan akal dan hatinya. Kalau hawa nafsu telah
berkuasa, bahkan hawa nafsu dijadikan kemudi dan pedoman dalam
kehidupan, maka akan celaka dan binasalah kehidupan manusia tanpa ada
penangkal dan pengendalian untuk mencegah merajalalelanya nafsu
tersebut.
Maka
kemampuan kontrol diri amat penting dalam kehidupan manusia. Apabila
seseorang mampu mengendalikan nafsunya, menurut ilmu jiwa, merupakan
salah satu ciri jiwa yang sehat. Bagi orang yang beriman, alat
pengendaliaan dirinya adalah keimanan yang telah menjelma menjadi
kepribadian. Jika bisa dicapai, keimanan tersebut akan mengarahkan dan
membentuk prilaku dan pribadi muslim yang baik. Keimanan dan kontrol
diri merupakan senjata ampuh di medan peperangan yang terdapat di dalam
dirinya sendiri terhadap godaan, baik yang timbul dari dalam maupun dari
luar.
Dengan
demikian, untuk membentuk pribadi muslim dengan semangat fitrah ilahiah
menuju terbinanya manusia muslim yang utuh dalam berbakti kepada-Nya,
berlandaskan tauhid yang cukup dan sempurna. Berbakti dan menyembah
Allah merupakan langkah ketaatan dan kepatuhan dalam menjalankan
perintah Ilahi di setiap amal ibadah.
Salah
satu ciri dan pertanda yang harus selalu melekat dan menonjol dalam diri
kaum muslimin, yaitu apa yang dinamakan dengan ibadah. Ibadah merupakan
implementasi dari iman dan Islam yang tertanam kokoh di dalam sanubari
kaum muslimin. Demikianlah banyaknya amal perbuatan yang dapat dilakukan
oleh seorang muslim sebagai ibadah dan pembaktian kepada Allah sehingga
boleh dikatakan bahwa setiap gerak dan langkah, setiap kata dan ucapan
dapat dijadikan sebagai ibadah.
Jika
direnungkan, diteliti, dan dicermati bahwa ibadah itu sangat berpengaruh
untuk memercikkan semangat kebebasan dan kemerdekaan ke dalam jiwa
manusia, melepaskan dari belenggu makhluk, baik yang merupakan benda
ataupun berupa manusia. Sebab, nilai-nilai ibadah akan menghilangkan
sifat ketergantungan manusia kepada yang lain-lain, kecuali kepada
Allah.
Menurut
pandangan Imam Fakhruddin Arrazie, hal yang menjadikan positif dalam
melakukan ibadah itu akan menumbuhkan tiga hal dalam kehidupan manusia,
yaitu:
Pertama,
ibadah membentuk manusia, menjadi manusia sempurna (kamil). Dengan
ibadah-ibadah yang dilakukan, hati nurani manusia diterangi dengan
cahaya ilahiah, lidahnya terpelihara dengan ucapan-ucapan yang mulia,
seperti zikir dan lain-lain, anggota tubuhnya menjadi sehat dan segar
sehingga dia mencapai tingkat kemanusiaan yang tinggi, dan akhirnya
mencapai sa'adah (bahagia) dalam arti seluas-luasnya.
Kedua,
ibadah membentuk sifat amanah. Amanah atau sifat dipercayai itu adalah
salah satu akhlak yang utama. Orang yang amanah senantiasa mendapat
pertolongan Allah pada saat yang diperlukan.
Ketiga,
ibadah menciptakan kegembiraan dan sukacita. Ibadah mengeluarkan manusia
dari alam kesusahan dan keresahan ke alam kesenangan kegembiraan, dari
alam yang gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang, Allah
memberikan jalan keluar dari suatu kesulitan, menunjukkan pemecahan
persoalan dari kesukaran yang sedang dihadapi.
Sebenarnya,
melaksanakan ibadah itu, tiada lain untuk kepentingan dan keuntungan
manusia yang mengerjakan ibadah itu sendiri. Karena tujuan ibadah adalah
menyucikan jiwa dan amal perbuatan sehari-hari dari dosa dan kejahatan.
Telah diatur sedemikian rupa bahwa tujuan tersebut akan terpenuhi
asalkan ibadah betul-betul dilaksanakan dengan tulus dan cukup
berhati-hati untuk mempertahankan semangatnya yang sejati.
Maka,
hendaknya kita tetap teguh dalam menjalankan ibadah, terutama setelah
berlalunya puasa Ramadan, untuk meningkatkan ibadah dan amal perbuatan.
Umat Islam dengan demikian, sepatutnya mengetahui hikmah-hikmah (hikmatut tasyri')
ibadah tersebut agar lebih mantap dalam menjalankannya. Dengan mengenal
hikmah ibadah, bukan berarti kita beribadah sekadar untuk mendapatkan
hikmah-hikmah tersebut.
Namun,
secara kejiwaan hikmah beribadah adalah menuju sikap takwa dan mendorong
manusia menjadi pribadi muslim yang berkarakter ketuhanan (rabbani).
Manusia yang berkarakter ketuhanan digambarkan oleh Imam Hasan Al-Basri
"Ia teguh dalam berprinsip. Teguh tapi bijaksana. Tekun menuntut ilmu,
semakin berilmu semakin merendah, semakin berkuasa semakin bijaksana".
Maka
alangkah besar kerugian yang diderita manusia jika tak mengubah
orientasi hidup dan mensucikan hatinya. Karena dengan memperbaiki
orientasi hidup dan menyucikan niat itu sajalah yang mengubah
usaha-usaha mencari kesenangan menjadi ibadah. Marilah kita meningkatkan
ibadah dan amal perbuatan sehingga kita dapat bahagia dalam kehidupan
baik dunia maupun akhirat.
Semoga
setiap ibadah dan amalan-amalan kita selama Ramadan diterima oleh Allah,
dan tetap istikamah dalam menjalankan ibadah sampai kita dipertemukan
lagi dengan bulan Ramadan yang akan datang.
0 komentar:
Posting Komentar