berlalu dengan segala kebaikan dan
keburukannya, juga bukan esok hari yang
belum tentu datang. . .
Detik ini matahari menyinari kita, siang
menyapa kita, dan inilah hari untuk kita.
Jadikan setiap detiknya laksana lukisan
ratusan bulan dan setiap menitnya lukisan
ribuan tahun. Tanamkan
kebaikan sebanyak-banyaknya dan
persembahkan sesuatu yang paling indah. . .
Beristighfar atas semua dosa, dan ingatlah
selalu kepada dzat yang menggenggam
nyawa ini. Ni'matilah hari ini dengan
kesenangan dan kebahagiaan. Hiasilah hari-
hari dengan senyum di wajah kita bagaikan
apa yang kita dapatkan dari orang-orang
terkasih di sisi kita
baarokallohu fiykum
Filzah Sang Perindu NurNya
keburukannya, juga bukan esok hari yang
belum tentu datang. . .
Detik ini matahari menyinari kita, siang
menyapa kita, dan inilah hari untuk kita.
Jadikan setiap detiknya laksana lukisan
ratusan bulan dan setiap menitnya lukisan
ribuan tahun. Tanamkan
kebaikan sebanyak-banyaknya dan
persembahkan sesuatu yang paling indah. . .
Beristighfar atas semua dosa, dan ingatlah
selalu kepada dzat yang menggenggam
nyawa ini. Ni'matilah hari ini dengan
kesenangan dan kebahagiaan. Hiasilah hari-
hari dengan senyum di wajah kita bagaikan
apa yang kita dapatkan dari orang-orang
terkasih di sisi kita
baarokallohu fiykum
Filzah Sang Perindu NurNya
Sesungguhnya di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan
perkara yang tidak bermanfaat [HR. Tirmidzi, Ibnu Mâjah, Mâlik,
al-Baghawi,. Dishahihkan oleh al-Albâni]
Kawan. Sesuatu yang tidak bermanfaat itu, bisa berupa perkataan atau perbuatan; perkara yang haram, atau makruh, atau perkara mubah yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu, supaya terhindar dari bahaya lisan yang pertama ini, hendaklah seseorang selalu sesuatu yang mengandung kebaikan. Jika tidak bisa, hendaknya diam. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Kawan. Sesuatu yang tidak bermanfaat itu, bisa berupa perkataan atau perbuatan; perkara yang haram, atau makruh, atau perkara mubah yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu, supaya terhindar dari bahaya lisan yang pertama ini, hendaklah seseorang selalu sesuatu yang mengandung kebaikan. Jika tidak bisa, hendaknya diam. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia
mengucapkan sesuatu yang baik atau diam. [HR. Bukhâri, Muslim, dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu]
Walaupun ini berat, namun seyogyanya seorang hamba yang ingin selamat di akhirat agar selalu berusaha untuk melakukannya. Diriwayatkan bahwa Muwarriq al-‘Ijli rahimahullah berkata : “Ada satu perkara yang aku sudah mencarinya semenjak duapuluh tahun lalu. Aku belum berhasil meraihnya. Namun aku tidak akan berhenti mencarinya”. Orang-orang bertanya: “Apa itu wahai Abu Mu’tamir?” Dia menjawab : “Diam (tidak membicarakan) dari sesuatu yang tidak bermanfaat bagiku”.
Selamat beraktifitas.. Jangan lupa tunaikan shalat dhuha dan mohon ampun kepada Allah di ju'at yang mulia ini. (inspirasi Islami)
Walaupun ini berat, namun seyogyanya seorang hamba yang ingin selamat di akhirat agar selalu berusaha untuk melakukannya. Diriwayatkan bahwa Muwarriq al-‘Ijli rahimahullah berkata : “Ada satu perkara yang aku sudah mencarinya semenjak duapuluh tahun lalu. Aku belum berhasil meraihnya. Namun aku tidak akan berhenti mencarinya”. Orang-orang bertanya: “Apa itu wahai Abu Mu’tamir?” Dia menjawab : “Diam (tidak membicarakan) dari sesuatu yang tidak bermanfaat bagiku”.
Selamat beraktifitas.. Jangan lupa tunaikan shalat dhuha dan mohon ampun kepada Allah di ju'at yang mulia ini. (inspirasi Islami)
------------------------------------------------
Sesungguhnya termasuk orang yang paling kucintai di antara kamu dan
paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah
orang-orang yang paling baik akhlaqnya di antara kamu. Dan sesungguhnya
orang yang paling kubenci di antara kamu dan paling jauh tempat duduknya
denganku pada hari kiamat adalah ats-tsartsârûn, al-mutasyaddiqûn, dan
al-mutafaihiqûn. Para sahabat berkata: “Wahai Rsulullah, kami telah
mengetahui al-tsartsârûn dan al-mutasyaddiqûn, tetapi apakah
al-mutafaihiqûn? Beliau menjawab: “Orang-orang yang sombong”. [Hadits
Shahih dengan penguat-penguatnya. HR Tirmidzi, dari Jâbir Radhiyallahu
anhu ; dan Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]
Setelah meriwayatkan hadits ini, imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan, ”ats-Tsartsâr adalah orang yang banyak bicara, sedangkan al-mutasyaddiq adalah orang yang biasa mengganggu orang lain dengan perkataan dan berbicara jorok kepada mereka”.
Imam Ibnul Atsîr rahimahullah menjelaskan dalam kitab an-Nihâyah : “ats-Tsartsârûn adalah orang-orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri dan keluar dari kebenaran. al-Mutasyaddiqûn adalah orang-orang yang berbicara panjang lebar tanpa hati-hati.. Ada juga yang mengatakan, al-mutasyaddiq adalah orang yang mengolok-olok orang lain dengan mencibirkan bibir kearah mereka”.
Imam al-Mundziri rahimahullah mengatakan dalam at-Targhîb : “ats-Tsartsâr adalah orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri. al-Mutasyaddiq adalah orang yang berbicara dengan seluruh bibirnya untuk menunjukkan kefasihan dan keagungan perkataannya. al-Mutafaihiq hampir semakna dengan al-mutasyaddiq. karena maknanya adalah orang yang memenuhi mulutnya dengan perkataan dan berbicara panjang lebar untuk menunjukkan kefasihannya, keutamaannya, dan merasa lebih tinggi dari orang lain. Oleh karena inilah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallammenafsirkan al-mutafaihiq dengan orang yang sombong. [Dinukil dengan ringkas dari Tuhfatul Ahwâdzi, Syarh Tirmidzi]
Tetapi tidak termasuk sajak yang dibenci, lafazh-lafazh yang disampaikan khatib, kalimat indah untuk memberi peringatan, asal tidak berlebihan dan aneh. Karena tujuannya adalah untuk membangkitkan hati dan menggerakkannya menuju kebaikan, kalimat yang indah, dan semacamnya. (inspirasi Islami)
Setelah meriwayatkan hadits ini, imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan, ”ats-Tsartsâr adalah orang yang banyak bicara, sedangkan al-mutasyaddiq adalah orang yang biasa mengganggu orang lain dengan perkataan dan berbicara jorok kepada mereka”.
Imam Ibnul Atsîr rahimahullah menjelaskan dalam kitab an-Nihâyah : “ats-Tsartsârûn adalah orang-orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri dan keluar dari kebenaran. al-Mutasyaddiqûn adalah orang-orang yang berbicara panjang lebar tanpa hati-hati.. Ada juga yang mengatakan, al-mutasyaddiq adalah orang yang mengolok-olok orang lain dengan mencibirkan bibir kearah mereka”.
Imam al-Mundziri rahimahullah mengatakan dalam at-Targhîb : “ats-Tsartsâr adalah orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri. al-Mutasyaddiq adalah orang yang berbicara dengan seluruh bibirnya untuk menunjukkan kefasihan dan keagungan perkataannya. al-Mutafaihiq hampir semakna dengan al-mutasyaddiq. karena maknanya adalah orang yang memenuhi mulutnya dengan perkataan dan berbicara panjang lebar untuk menunjukkan kefasihannya, keutamaannya, dan merasa lebih tinggi dari orang lain. Oleh karena inilah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallammenafsirkan al-mutafaihiq dengan orang yang sombong. [Dinukil dengan ringkas dari Tuhfatul Ahwâdzi, Syarh Tirmidzi]
Tetapi tidak termasuk sajak yang dibenci, lafazh-lafazh yang disampaikan khatib, kalimat indah untuk memberi peringatan, asal tidak berlebihan dan aneh. Karena tujuannya adalah untuk membangkitkan hati dan menggerakkannya menuju kebaikan, kalimat yang indah, dan semacamnya. (inspirasi Islami)
0 komentar:
Posting Komentar