Dengan Sabar Kita Bakal Jadi ’Orang Besar’
NABI Ayyub adalah orang kaya yang beriman di zamannya. Ia memiliki
keluarga besar yang sangat bahagia. Dia adalah putra ‘Ish bin Ishak bin
Ibrahim. Dia memiliki tanah berhektar-hektar. Jumlah hewan ternaknya
mencapai ratusan ekor. Ia hidup makmur dan sejahtera. Tapi ia tetap
tekun beribadah. Ia gemar (ahaba) berbuat kebajikan. Suka menolong orang
yang menderita (kaabada), terle bih dari golongan fakir dan miskin.
Suka membantu anak-anak yatim dan para janda serta suka menghormati tamu
(dhaif).
Nabi Ayyub adalah contoh orang yang memiliki kesabaran tinggi dan keikhlasan yang sempurna dalam menghadapi musibah. Para malaikat di langit terkagum-kagum dan sama membicarakan ketaatan Ayyub dan keikhlasannya dalam beribadah kepada-Nya, Allah SWT. Iblis yang mendengar pembicaraan itu merasa iri dan ingin menjerumuskan Ayyub agar menjadi orang yang tidak sabar dan celaka (nakbah).
Pertama kali
Iblis mencoba menggoda Nabi Ayyub agar tersesat dan tidak mau bersyukur
kepada Allah SWT. Namun ia gagal. Nabi Ayyub justru masih kokoh dan
tidak tergoyahkan. Iblis kemudian mulai menyerbu keimanan Ayyub.
Mula-mula membinasakan hewan ternak peliharaan Ayyub. Satu persatu
hewan-hewan itu mati bergelimpangan disusul lumbung-lumbung gandum dan
lahan pertanian yang terbakar serta musnah (baad).
Karena gagal
(fasyil) mengajak Ayyub ke neraka, iblis beserta pembantu-pembantunya
mengganggu putra beliau yang tinggal di gedung yang besar dan megah.
Mereka goyang-goyangkan tiang-tiang gedung sehingga gedung itu pun roboh
sementara anak-anak Nabi Ayyub mati semuanya.
Ayyub masih tegar.
Sehat walafiat. Imannya masih kokoh. Si iblis makin menjadi-jadi. Dia
menaburkan baksil di sekujur tubuh Ayyub sehingga menderita sakit kulit
yang menjijikkan. Akibatnya famili beserta tetangganya menjauhinya.
Sebelum akhirnya ia diusir dari kampung dan ditinggal pergi satu-satunya
istri yang masih setia menemani, Rahmah.
Namun Ayyub tetap
berbaik sangka pada ketentuan Allah SWT. Dia tetap bersikap baik pada
sesama. Beliau adalah contoh orang yang memiliki kesabaran tinggi dan
keikhlasan yang sempurna dalam menghadapi musibah. Setelah Nabi Ayyub
berjuang keras tanpa pernah kenal putus asa dibarengi dengan kesabaran
yang tinggi menghadapi musibah yang dideritanya, Allah SWT pun mendengar
rintihannya:
“(Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia
menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku) bahwasanya aku - (diganggu oleh
setan dengan kepayahan) kemudharatan - (dan siksaan”) yakni rasa sakit.
(QS Shaad 41).
Nabi Ayyub, kata Imam Jalaluddin Al-Mahally dan
Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain, menisbatkan atau
mengaitkan hal tersebut kepada setan, sekalipun pada kenyataannya segala
sesuatu itu berasal dari Allah SWT. Dimaksudkan sebagai sopan santun
Nabi Ayyub terhadap Sang Maha Pencipta.
Menurut pakar tafsir
terkemuka Indonesia, Buya Prof Dr M Quraish Shihab, ketika Nabi Ayyub
merintih, mengadu seraya berdoa kepada Tuhan pelindung dan
pembimbingnya, beliau tidak menggerutu, tidak pula mengeluh kepada-Nya.
Beliau hanya menjelaskan keadaannya seraya berucap: “Tuhanku,
sesungguhnya aku telah ditimpa kesulitan menyangkut diriku disebabkan
oleh setan.”
Masih menurut Quraish Shihab, Nabi Ayyub tidak bermohon
agar kesulitannya dihapuskan Allah, karena beliau menyadari bahwa ujian
cobaan salah satu wujud pematangan kepribadian dan cara Tuhan
mengajarkan kesabaran kepada Nabi Ayyub.
Nabi Ayyub hanya
melanjutkan munajatnya dengan menyebut sifat Allah yakni “Demikian
keadaanku wahai Dzat yang Maha Kasih sedang Engkau adalah Tuhan yang
Maha Penyayang di antara semua penyayang, maka wahai Tuhanku,
karuniakanlah aku sesuai kebesaran, ketulusan dan keindahan kasih
sayang-Mu.”
Allah SWT merespon baik doa Nabi Ayyub dengan
memerintahkan utusan-Nya itu menghentakkan kakinya. (“Hantamkanlah)
maksudnya hentakkanlah - (kakimu) ke bumi, lalu ia menghantamkannya,
setelah itu tiba-tiba menyumberlah mata air dari bekas hentakan kakinya.
Kemudian dikatakan pula kepadanya - (inilah air untuk mandi) artinya,
mandilah dengan air ini - (yang dingin dan untuk minum”) minumlah kamu
daripadanya. Segeralah Nabi Ayyub mandi dan minum. Maka hilanglah semua
penyakit (maradh) yang ada di dalam dan luar tubuhnya.
Menurut
Syamsul Rijal Hamid. Sejak saat itu kesehatan dan kebugaran Nabi Ayyub
pulih kembali sediakala. Beberapa tahun kemudian, Nabi Ayyub lebih gagah
dan lebih kaya dari sebelum ia mendapat musibah. Demikian juga anak
keturunannya, lebih banyak dan kesemuanya tunduk, patuh serta berbakti
kepada Allah SWT.
(“Dan Kami anugerahi dia dengan mengumpulkan
kembali keluargaanya dan Kami tambahkan kepada mereka sebanyak mereka)
maksudnya, Allah SWT menghidupkan kembali anak-anaknya yang telah mati
itu dan menambah pula kepadanya anak lain sejumlah anak yang telah mati
itu - (sebagai rahmat) sebagai nikmat dan karunia - (dari Kami dan
pelajaran) nasihat (bagi orang yang mempunyai pikiran”) yaitu bagi
orang-orang yang berakal.
Subhanallah! Sangat mengagumkan. Jauh
di lubuk hati terdalam mungkin kita tertegun sejenak dan kehabisan
kata-kata karena tidak sanggup melukiskan kisah mengharu-biru ini setiap
kali mengenang rangkaian ujian keimanan yang ditimpakan kepada Nabi
Ayyub.
Di dalam Alquranulkarim, Allah SWT menyatakan bahwa
manusia itu suka berkeluh kesah (tanahhada wa taawwah). Dia mengabadikan
kisah Nabi Ayyub dalam kitab suci Alquran agar manusia tidak berkeluh
kesah ketika ditimpa musibah dan cobaan.
Namun sangat disayangkan
spirit dan maknanya acapkali tertinggal di rak-rak buku yang pada
akhirnya menjadi lapuk dimakan zaman. Lewat kisah hidup Nabi Ayyub dan
keluarganya ini kita diberi pelajaran (dars) berharga bagaimana
mencintai Allah SWT tanpa persyaratan apa pun.
Kemudian melalui kisah (qishshah) ini juga kita dapat bercermin bahwa pada saat kita tertimpa musibah, seberat apa pun musibah itu, hendaknya kita tetap tabah dan bersabar serta tidak putus asa (yais) dari rahmat dan ampunan Allah SWT.
Dengan
berbekal keyakinan akan adanya rahmat dan maghfiroh Allah SWT, insya
Allah kita akan selalu optimis dalam menembus pekatnya kabut kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar