Agar Tetap Berkah Saat Kondisi Senang
Dalam sebuah pengajian, biasanya saya buat tebak-tebakan begini.
“Kalau ada dua ujian. Yang pertama berpeluang besar lulus dan yang kedua
berpeluang kecil, mana yang Anda akan pilih?” Semua serempak menjawab
yang pertama.
Setelah itu saya jabarkan bahwa Allah swt. menurunkan dua macam bentuk ujian, yaitu
Pertama : ujian keburukan, kesusahan dan hal-hal yang tidak enak,
Kedua : ujian kebaikan, kesenangan dan hal-hal yang enak-enak.
Tujuan ujian itu adalah untuk melihat siapa yang amalnya terbaik.
Allah menegaskan, ”Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan” (QS. Al Anbiya 35).
Saat diuji kesusahan berupa sakit, kekurangan, kehilangan harta
benda, musibah kematian, atau mendapat goncangan di tengah laut atau di
atas pesawat, rata-rata kita akan langsung mengingat Allah swt. dan
memohon pertolongan kepada-Nya. Ini artinya kita sukses melalui ujian
itu.
Sebaliknya saat diuji dengan kesenangan berupa kesehatan, ketampanan,
kecantikan, harta melimpah dan lain-lain berupa kesenangan, rata-rata
kita lupa pada Zat yang memberi kesenangan tersebut. Bahkan untuk
sekadar bersyukur sangat sulit. Kalaupun bersyukur hanya sebatas lisan.
Ini menunjukkan bahwa diuji kebaikan jauh lebih sulit dan kecil
kemungkinan lulusnya.
Setelah mendapat penjelasan seperti ini, biasanya kalau ditanya lagi
pilih mana ujian yang peluang lulusnya besar atau yang kecil hadirin
hanya menjawab dengan senyum. Karena sudah fitrah kita semua ingin hidup
senang.
Bagaimana agar saat keluarga dalam kondisi senang tetap berkah?
Berkah itu artinya keluarga itu dalam kondisi bahagia. Sebab senang dan
bahagia sesuatu yang berbeda. Senang berasal dari luar diri kita dan
bahagia berasal dari dalam diri. Sumber kebahagiaan ada dua: bersyukur dan berbagi.
Bersyukur
Bersyukur bukan sekadar mengucapkan alhamdulillah. Lebih
dari itu adalah merasakan nikmat Allah swt. yang begitu luar biasa
banyaknya. Hanya untuk sekadar merasakannya semua nikmat saja kita tidak
mampu. Ekspresi syukur minimal adalah tersenyum ceria atau menampakkan
wajah manis pada orang lain.
Saya menukil penjelasan guru saya terkait level syukur. Menurut
Ustadz Mudzoffar Jufri, nilai keberkahan pada nikmat itu sangat
bergantung pada level nikmat yang kita sykuri. Sebagaimana nikmat itu
bertingkat-tingkat maka syukurpun berlevel-level sesuai dengan tingkatan
nikmat yang di syukuri:
- Nikmat yang pertama adalah nikmat materi duniawi
Inilah nikmat yang paling rendah nilainya di sisi Allah swt. dan
manusia. Nikmat inilah yang paling banyak diingat oleh kita dan itu
artinya nikmat inilah yang paling banyak disyukuri. Karena sangat tidak
mungkin mensyukuri sesuatu yang jarang, bahkan tidak diingat.
- Nikmat yang kedua adalah nikmat primer
Contohnya antara lain kesehatan, kemampuan berfikir dan waktu, atau kalau kita simpulkan hidup itu sendiri.
Ini nikmat yang lebih tinggi dari materi. Buktinya sekaya apapun kita
kalau sakit pasti akan melepaskan harta bahkan sampai habis untuk
mencari kesehatan, atau saat kita di ampok dengan pilihan harta atau
nyawa maka pasti harta itu akan kita lepas.
Kenapa? Karena hidup kita lebih berharga dari materi yang kita punya.
Namun sayang nikmat ini jarang sekali disyukuri. Tanda ketidaksyukuran itu adalah cepat mengeluhkan keadaan di luar dirinya. Orang yang sering mengeluh pada orang lain hanya mampu bersyukur saat dia mendapat kenikamtan materi.
Namun sayang nikmat ini jarang sekali disyukuri. Tanda ketidaksyukuran itu adalah cepat mengeluhkan keadaan di luar dirinya. Orang yang sering mengeluh pada orang lain hanya mampu bersyukur saat dia mendapat kenikamtan materi.
Dan akan kufur atau tidak bersyukur saat materi itu tidak
ada walaupun saat itu di sehat dan punya banyak kesempatan. Orang yang
bisa mensyukuri nikmat kedua ini apapun kondisi di luar dirinya pasti
akan berbahagia setiap hari. Karena dia fokus pada kenikmatan yang ada
pada dirinya yang jauh lebih berharga.
- Nikmat yang ketiga adalah nikmat hidayah.
Inilah nikmat paling tinggi. Nikmat ini adalah keterpautan rasa dalam
hati kita dengan sang Maha Pengasih. Bahwa seluruh nikmat yang
dimilikinya selalu dikaitkan dan dirasakan betul berasal dari-Nya
sehingga melahirkan ketaatan kepada-Nya, dan puncaknya adalah ibadah
kepada Allah.
Maka saat kita melakukan ibadah saat itu kita harus bersyukur atas
ibadah tersebut namun tidak boleh berbangga. Sebab berbangga dengan amal
baik akan melahirkan penyakit ujub. Syukur atas ibadah artinya
berterima kasih pada Allah swt. atas nikmat bisa melaksanakan ibadah
seperti bersyukurnya rasul saw. saat shalat tahajud hingga kaki beliau
bengkak saking lamanya.
Ketika Aisyah ra bertanya mengapa beliau ‘menyiksa’ diri seperti itu
padahal Allah swt. telah mengampuni dosa yang lalu dan yang akan datang.
Nabi saw. menjawab, “Tidakkah engkau rela jika melihatku menjadi hamba
yang bersyukur?”
Bisa jadi ada keluarga yang berada dalam kondisi menyenangkan
hidupnya lalu mereka bersyukur dengan level tertinggi yaitu taat dan
beribadah kepada Allah swt. Saat itu keluarga itu sedang mendapat
keberkahan dari kondisi senangnya yang itu terkandung dalam doa saat
akad nikah dulu benar-benar berlaku baginya barakallahu laka ‘Semoga Allah swt. memberkahimu saat engkau senang’. (Riwayat Ahmad, Tirmidzi, Darimi, Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Orang atau keluarga yang mampu bersyukur pada level tertinggi yaitu
nikmat hidayah pasti dengan mudah akan mensyukuri level di bawahnya.
Namun orang yang hanya berkutat pada syukur level terendah maka pada
saat yang sama dia akan melalaikan atau bahkan mengingkari nikmat yang
di atasnya yaitu nikmat hidup sehat dan nikmat hidayah. Dia hanya bisa
bersyukur saat ada tambahan materi dan berkeluh kesah (kufur nikmah) saat materi itu berkurang atau hilang.
Masih ada satu lagi sumber kebahagiaan yang mendatangkan keberkahan
dalam keluarga yaitu: berbagi kesenangan pada orang lain. Insya Allah
kita membahasnya lebih jauh nanti. Jika Allah swt. berkenan, kita
sambung lagi di tulisan berikutnya.
Wallahu a’lam.
*Adhan Sanusi Lc
Nara Sumber Family Talk 93,8 FM Suara Muslim Surabaya (setiap senin pukul 21.00 WIB)
Nara Sumber Family Talk 93,8 FM Suara Muslim Surabaya (setiap senin pukul 21.00 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar