Penjelasan Seputar Ta’aruf dan Walimah
Sesungguhnya Islam
telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang
pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah
Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan
memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak
banyak diketahui orang.
Ta’aruf
Ta’aruf adalah
Proses saling mengenal antara seseorang dengan orang lain. Dengan maksud
untuk bisa saling mengerti dan memahami.
Sedangkan dalam Konteks
Pernikahan, maka ta’aruf di maknai sebagai
“Aktivitas saling mengenal, mengerti dan memahami untuk tujuan mememinang atau menikahi”.
Ta’aruf di lakukan ketika laki-laki benar-benar telah siap untuk menikah sehingga, dalam proses ta’arufnya
tidak akan terjadi hal yang sia-sia. Oleh karena itu bila serang
laki-laki belum siap betul untuk menikah, maka sebaiknya dia terlebih
dahulu mempersiapkan diri dulu.
Bila kita cermati ayat atau
hadist tentang pernikahan, maka kita akan menemukan bahwa kita di
anjurkan untuk menikah dengan orang yang kita sukai. Dalam hal ini, suka
menjadi “Hal” atau Syarat untuk menikah. Nabi
Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadist yang di riwayatkan oleh imam
Ahmad dengan sanad hasan dari Jabir Bin Abdillah Al-Anshari yang
menuturkan bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda
“Jika salah
seorang diantara kalian hendak melamar seorang wanita dan mampu melihat
(tanpa sepengetahuan wanita tersebut), bagian dan anggota tubuh wanita
tersbut, sehingga bisa menodorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah”.
Juga hadits yang di keluarkan oleh imam Bukhari dan Muslim dari Sahl
bin Sa’ad As-Saidi. Dia menceritakan bahwa ada seorang wanita yang
mendatangi Rasulullah SAW dan mengatakan “Wahai Rasulullah aku datang untuk menghadiahkan diriku padamu” Rasulullah SAW lantas memandangnya dari atas sampai bawah, setelah itu menundukkan kepala. Allah SWT Berfirman
“Tidak
Halal bagi kamu mengawini perempuan-perempuan seudah itu, tidak boleh
pula mengganti mereka dengan istri-istri yang lain, meskipun
kecantikannya menarik hatimu….”(Al-Ahzab:53). Juga FirmanNya dalam surat Annisa ayat 3 “Maka nikahilah oleh kalian wanita yang kalian sukai…”.
Dari penjelasan ini jelas bahwa Ta’aruf berfungsi untuk mengetahuihal-hal yang bisa membuat kita tertarik/suka dan yakin akan menikahi orang tersebut.
Ada beberapa pertanyaan yang
sering di ajukan kepada kami berkatan dengan aktivitas Ta’aruf ini,
Berikut adalah petikan pertanyaan dan jawabannya:
-
Apakah Boleh pada saat Ta’aruf saling mengirim sms, saling menelepon?
Menelepon
ataupun saling berkirim sms, hukumnya adalah mubah selama aktovitas
tersebut tidak mengajak kepada kemungkaran atau kefasikan. Walaupun dari
sering menelepon atau berkirim sms bisa membuat kita rindu dan sering
memimpikan atau membayangkan dia. Allah SWT berfirman “Tidaklah dosa bagimu, jika……..kamu pelihara dalam Qalbumu, Allah maha mengetahui bahwa kamu teringat-ingat kepada mereka” (Al-Baqarah:235).
-
Bolehkah ketika Ta’aruf kita berkunjung kerumah Wanita atau janjian untuk bertemu di suatu tempat?
Syara’ Telah membolehkan
kita untuk berbicara dengan wanita yang bukan mahram selama itu
dilakukan di tempat terbuka atau umum. Sehingga memungkinkan orang lain
untuk mendengar atau mengawasinya. Hafidz Ibnu Hajar Asqalani mengatakan
“Nabi tidak berkhalwat dengan non mahram kecuali dalam keadaan
mereka tidak tertutup dari pandangan mata orang lain dan suara mereka
berdua dapat di dengar orang lain, walaupun orang tersebut tidak
mendengarnya dengan jelas apa yang merea bicarakan”( Fathul Barr Syarah Shahih Bukhari Juz II Halaman 246-247).
Berkunjung kerumah wanita yang kita Ta’aruf
adalah boleh selama tidak berkhalwat (berdua-duaan). Demikian juga
dengan aktivitas janjia untuk bertemu di suatu tempat hal ini juga boleh
sebagaimana hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari “Ada
seorang wanita memiliki persoalan yang mengganjal pikirannya dia
(menemui Rasulullah Saw) lalu bertanya wahai Rasulullah! Sesungguhnya
aku ada perlu denganmu, Nabi SAW menjawab Wahai Ummu Fulan! Pilihlah
Jalan mana yang kamu inginkan sehingga aku bisa menemui keperluanmu?
Kemudian beliau pergi bersama wanita tersebut melewati suatu jalan
samapai keperluannya selesai”. Jadi dalam kasus ini baik itu berkunjung atau janjian untuk bertemu harus memenuhi syarat yaitu tidak berkhalwat.
Khithbah (Meminang) dan Melihat Wanita yang di Pinang
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya (Mengkhitbah).
Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita
pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar
ia direstui untuk menikahi anaknya. Khitbah Boleh langsung disampaikan
kepada wanitanya, atau atau kepada walinya. Tetapi saya disini
berpendapat bahwa khitbah harus disampaikan kepada walinya, karena
wanita yang yang belum menikah masih berada dalam pengawasan dan
perlindungan walinya. wanita yang boleh di pinang adalah wanita yang
memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:
-
Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dinikahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).
-
Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya. Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:“Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya, dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya.“(HR. Jamaah).Apabila seorang wanita memiliki dua syarat ini maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.
Islam adalah agama yang
hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan
mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang
meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan
tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnya. Dari Jabir radliyallahu
anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
“Apabila
salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia
mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk
menikahinya.” Jabir berkata: “Maka aku meminang seorang budak wanita dan
aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku untuk
menikahinya. Lalu aku menikahinya.“(HR.Abu Daud).
Walimah Urs dan Teknisnya
Walimatul Urus hukumnya Sunnah Muakkad. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wasallam kepada Abdurrahman bin Auf: “….Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing.“(HR.Abu Dawud) Memenuhi undangan walimah hukumnya Fardhu Kifayah. “Jika
kalian diundang walimah, sambutlah undangan itu (baik undangan
perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa yang tidak menyambut undangan
itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.“(HR.
Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi 7/262
dari Ibnu Umar). Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang
didalamnya terdapat maksiat kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali
dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah terlanjur
hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib
meninggalkan tempat itu. Dari Ali berkata:
“Saya membuat makanan
maka aku mengundang Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dan beliaupun
datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar maka beliau keluar
dan bersabda:”Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di
dalamnya ada gambar.“(HR.An-Nasai dan Ibnu Majah)
Adapun yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai berikut:
-
Sunnah mengadakan Walimatul Urs setelah kedua mempelai bercampur. sebagaimana hadist yang di keluarkan oleh Imam Bukhari dari Annas tentang pernikahan Nabi SAW dengan Fathimah Binti Jahsy, pada pagi harinya Nabi SAW mengundang para sahabat dan merekapun mendapatkan makanan.
-
Memisahkan tempat tamu laki-laki dan wanita. Pemisahan ini mutlak harus dilakukan karena Islam telah melarang kita untuk ber Ikhtilat (campur Baur laki-laki dan perempuan dalam suatu tempat). Pemisahan yang di lakukan adalah pemisahan yang sempurna yaitu dengan menggunakan pembatas yang tinggi (kurang lebih 2 m) agar tamu laki-laki tidak bisa memandang tamu perempuan demikian juga sebaliknya. Bila tidak memungkinkan maka syara’ membolehkan menggunakan pembatas yang sederhana seperti dengan tali atau dengan hiasan bunga, tetapi hal ini hanya bisa di terapkan apabila semua tamu sudah faham tentang aturan Syara’, dimana mereka (para tamu wanita) tidak bertabarruj (menampakkan Perhiasan dan kecantikan), menutup aurat dengan sempurna, serta tidak memakai wewangian. Bila tidak demikian maka walimahan tersebut menjadi perkara yang di haramkan. pemisihan ini juga berlaku bagi kedua keluarga mempelai. sehingga keluarga mempelai laki-laki dan keluarga mempelai perempuan tidak boleh saling bercampur baur kecuali mereka yang terkategori Mahram.
-
Memepelai wanita boleh menemui tamu laki-laki atau perempuan asal tidak beratabarruj, dan mengenakan wewangian berdasarkan Hadist yang di keluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim “Ketika Abu Asied menikah, ia mengundang Rasulullah dan para sahabat,..Ummu Aseid mencuci, menghidangkan kurma dengan nampan dari batu di malam hari. Setelah Nabi SAW selesai makan, Ummu Asied menghidangkan cuci mulut berupa air kurma sebagai suguhan istimewa untuk banginda Nabi. Demikian Istri Abu Asied melayni tamu undangan dimalam itu padahal ia adalah mempelai”. Demikian juga sebaliknya mempelai Pria boleh menemuai tamu wanita, dimana tamu wanita tersebut tidak mempertontonkan auratnya dan tidak bertabarruj.
-
Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya sesuai dengan wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan jangan makan makananmu kecuali seorang yang bertaqwa.”(HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Abi Said Al-Khudri, hasan, lihat Shahih Al-JamiusShaghir 7341 dan Misykah Al-Mashabih 5018).
-
Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf ekonominya. Keterangan ini terdapat dalam hadits Al-Bukhari, An-Nasai, Al-Baihaqi dan lain-lain dari Anas radliallahu `anhu. Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf: “Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing.” (HR. Abu Dawud). Akan tetapi dari beberapa hadits yang shahih menunjukkan dibolehkan pula mengadakan walimah tanpa daging.
-
Dibolehkan pula memeriahkan perkawinan dengan nyanyi-nyanyian dan menabuh rebana dengan syarat lagu yang dinyanyikan tidak bertentangan dengan ahklaq seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut ini: Dari Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita menemui seorang pria Anshar. Nabi shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Aisyah, mengapa kalian tidak menyuguhkan hiburan? Karena kaum Anshar senang pada hiburan.” (HR. Bukhari 9/184-185 dan Al-Hakim 2/184, dan Al-Baihaqi 7/288).
-
Tuntunan Islam bagi para tamu undangan yang datang ke pesta perkawinan hendaknya mendoakan kedua mempelai dan keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaih wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan doa: “Mudah-mudahan Allah memberimu berkah. Mudah-mudahahan Allah mencurahkan keberkahan kepadamu dan mudah – mudahan Dia mempersatukan kalian berdua dalam kebajikan“(HR.Said bin Manshur di dalam Sunannya 522, begitu pula Abu Dawud 1/332 dan At-Tirmidzi 2/171). Adapun ucapan seperti “Semoga mempelai dapat murah rezeki dan banyak anak” sebagai ucapan selamat kepada kedua mempelai adalah ucapan yang dilarang oleh Islam, karena hal itu adalah ucapan yang sering dikatakan oleh Kaum jahiliyyah.Dari Hasan bahwa Aqil bin Abi Thalib menikah dengan seorang wanita dari Jisyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyyah: “Bir rafa wal banin.” Aqil bin Abi Thalib mencegahnya, katanya: “Jangan kalian mengatakan demikian karena Rasulullah melarangnya.” Para tamu bertanya: ” Lalu apa yang harus kami ucapkan ya Aba Zaid?” Aqil menjelaskan, ucapkanlah: “Mudah- mudahan Allah memberi kalian berkah dan melimpahkan atas kalian keberkahan.” Seperti itulah kami diperintahkan. (HR. Ibnu Abi Syaibah 7/52/2, An-Nasai 2/91, Ibnu Majah 1/589)
Demikianlah tata cara
pernikahan yang disyariatkan oleh Islam.
Semoga Allah Taala memberikan
kelapangan bagi orang-orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk yang
benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah
Rasulullah shallallahualaih wa sallam. Mudah-mudahan mereka digolongkan
ke dalam hamba-hamba yang dimaksudkan dalam firman-Nya:
“Yaitu
orang-orang yang berdoa: Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami).Dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Furqan:74). AllahuA’laam
0 komentar:
Posting Komentar