Makna Esoteris Haji
Dalam banyak
hadis disebutkan, al-Quran memiliki makna zahir dan batin. Sehingga dari
situ dapat dipastikan bahwa semua ayat-ayat yang tercantum di dalamnya
pun terkandung muatan zahir dan batin pula. Lantaran hukum haji juga
tertera dalam beberapa ayat-ayat al-Quran, oleh karenanya, dapat diambil
konklusi bahwa sebagaimana haji memiliki tata cara zahir yang jelas
-seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah saww- haji pun memiliki
pemaknaan batin yang sangat berpengaruh pada kesempurnaan batin manusia.
—————————————————–
Haji bukan hanya
bentuk ibadah ritual keagamaan belaka, namun ia pun memiliki muatan
politis yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh pelaksananya.
Konsep bara’ah min al-Musyrikin (berlepas tangan dari kaum musyrik) yang
ditekankan dalam al-Quran merupakan bukti akan ungkapan di atas. Oleh
karena itu, imam Khomeini ra menyatakan bahwa haji adalah peribadatan
yang bernuansa politik. Sebagaimana dalam hukum Islam, haji tanpa
bara’ah dihukumi buntung dan tidak sempurna, maka benar jika dinyatakan
bahwa ia adalah ritus peribadatan bernuansa politik.
Haji merupakan
salah satu bentuk peribadatan terpenting dalam Islam. Secara tekstual,
begitu banyak riwayat (hadis) yang menjelaskan tentang keutamaan haji,
baik yang berasal dari kitab-kitab standar kalangan Ahlusunah maupun
Syiah. Di sisi lain, terdapat banyak juga riwayat-riwayat yang berkenaan
dengan ancaman bagi pribadi yang telah mampu melaksanakannya namun ia
tidak melakukannya, dan meremehkan pelaksanaan ibadah haji.
Dalam banyak
hadis disebutkan, al-Quran memiliki makna zahir dan batin. Sehingga dari
situ dapat dipastikan bahwa semua ayat-ayat yang tercantum di dalamnya
pun terkandung muatan zahir dan batin pula. Lantaran hukum haji juga
tertera dalam beberapa ayat-ayat al-Quran, oleh karenanya, dapat diambil
konklusi bahwa sebagaimana haji memiliki tata cara zahir yang jelas
-seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah saww- haji pun memiliki
pemaknaan batin yang sangat berpengaruh pada kesempurnaan batin manusia.
Alhasil, ibadah haji bukan hanya sekedar melibatkan jasad zahir dan
lahiriah manusia belaka, namun ia juga melibatkan batin manusia.
Sehingga dari situ kesempurnaan zahir dan batin manusia seusai
melaksanakan ibadah haji akan terwujud dengan sempurna. Ini jika
ditinjau dari sisi ritual keagamaannya.
Sedang di sisi
lain, haji bukan hanya bentuk ibadah ritual keagamaan belaka, namun ia
pun memiliki muatan politis yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin
oleh pelaksananya. Konsep bara’ah min al-Musyrikin (berlepas tangan dari
kaum musyrik) yang ditekankan dalam al-Quran merupakan bukti akan
ungkapan di atas. Oleh karena itu, imam Khomeyni ra menyatakan bahwa
haji adalah peribadatan yang bernuansa politik. Sebagaimana dalam hukum
Islam, haji tanpa bara’ah dihukumi buntung dan tidak sempurna, maka
benar jika dinyatakan bahwa ia adalah ritus peribadatan bernuansa
politik.
Untuk menyingkap
lebih jauh tentang makna esoteris (batin) haji, berikut akan dinukil
ungkapan irfani al-Imam sayyid as-Sajidin Ali Zainal Abidin bin Husein
bin Ali bin Abi Thalib as dari kitab Mustadrak al-Wasa’il karya
Muhaddits an-Nuri tentang rahasia haji yang dinarasikan secara dialogis.
Dalam narasi itu, dituturkan bahwa Imam As-sajjad ketika berwasiat
terhadap salah seorang sahabat beliau bernama As-syibli yang baru saja
usai melaksanakan ibadah haji, menuturkan:
As-sajjad (as) : Wahai As-syibli, apakah engkau telah menunaikan ibadah haji?
As-syibli : Ya, kami telah menunaikan ibadah haji, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as):
Apakah engkau telah beranjak di Miqat (tempat yang ditentukan untuk
memakai baju ihram)? Sudahkah engkau lepaskan pakaian berjahit lalu
mengenakan pakaian Ihram? Dan apakah engkau telah mandi?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah niat-mu ketika beranjak di Miqat adalah untuk melepaskan pakaian
dosa, lalu menggantinya dengan pakaian takwa?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as):
Apakah ketika engkau melepaskan pakaian berjahit, niatmu adalah untuk
melepaskan baju riya (ingin pujian manusia), bermuka dua dan segala
perbuatan yang menjadi penyebab keraguan?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau melaksanakan mandi dan membersihkan badanmu, niatmu
adalah untuk bertaubat dari segala salah dan dosa, lalu mensucikan dan
membersihkan dirimu dengan cahaya taubat?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau seperti itu, berarti engkau tidak melaksanakan miqat, tidak
melepaskan pakaian berjahit dan tidak mandi. Sekarang katakanlah, apakah
engkau telah membersihkan dirimu, memakai baju ihram dan berniat untuk
melakukan haji?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau membersihkan badanmu dan menghilangkan daki dan
kotoran dari badanmu, niatmu adalah melalui taubat, engkau pun turut
hilangkan segala kotoran (batin) dari dirimu?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasululullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah sewaktu engkau berniat untuk pergi ke haji dan mengadakan
perjanjian dengan Allah, niatmu adalah untuk membatalkan semua
perjanjian dengan selain-Nya, lalu melepaskan diri dari segala ikatan
dengan selain-Nya?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau seperti itu, berarti engkau belum membersihkan diri, berihram dan
belum berjanji untuk berhaji. Sebenarnya apakah engkau telah masuk
miqat? Apakah engkau telah melaksanakan salat dua rakaat dan telah
mengucapkan talbiyah?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) : Apakah ketika engkau masuk ke miqat, niatmu adalah untuk menziarahi-Nya?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau melaksanakan salat ihram, niatmu adalah melalui
salat tadi –yang masuk kategori ibadah yang paling agung- engkau akan
mendekatkan diri kepada-Nya?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau mengucapkan talbiyah, niatmu adalah hanya dalam
ketaatan-Nya, engkau menggunakan lisan-mu dan tidak menggunakannya dalam
kemaksiatan?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau begitu engkau belum masuk miqat, belum melaksanakan salat ihram
dan belum mengucapkan talbiyah. Apakah engkau telah masuk Haram
(pelataran suci)? Apakah engkau telah melihat Ka’bah dan melaksanakan
salat?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau masuk Haram, niatmu adalah untuk mengharamkan
dirimu dari ghibah (mengumpat) dari setiap pribadi muslim?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) : Apakah ketika engkau sampai di Makkah, engkau mengingat bahwa engkau sedang menghadap-Nya?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau begitu engkau belum pergi ke Haram, belum melihat Ka’bah dan belum
melaksanakan salat. Apakah engkau telah memutari Ka’bah? Apakah engkau
telah mengusap semua sudut (rukun) Ka’bah? Apakah engkau telah
melaksanakan sa’i (lari-lari kecil) dari Shafa menuju Marwah?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau melaksanakan sa’i, niatmu untuk berlari menuju
Tuhan dan hidup di bawah naungan dan lindungan keamanan-Nya, dan Dia
yang mengetahui rahasia menyaksikan hal ini?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!
As-sajjad (as) :
Kalau begitu engkau belum melaksanakan thawaf, belum menyentuh semua
sudut Ka’bah dan belum melaksanakan sa’i. Apakah engkau telah menyentuh
dan bersalaman dengan Hajar Aswad? Apakah engkau telah berdiri di Maqam
Ibrahim (bekas tapak kaki Ibrahim as) dan melaksanakan salat dua rakaat
di tempat tersebut?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
Tiba-tiba Imam
Sajjad as berteriak sampai-sampai kita merasa takut dengan teriakannya
yang seakan dapat memisahkan ruh dari badan hingga mati. Lalu beliau
(As-sajjad) berkata: “Ah, barangsiapa yang bersalaman (menyentuh) dengan
Hajar Aswad berarti ia telah bersalaman dengan Allah swt. Wahai manusia
lemah, sadarlah, jangan-jangan engkau telah menghancurkan kehormatan
perihal yang besar ini. Melakukan dosa dengan tangan yang telah engkau
berikan kepada Allah swt, dan melalui penentanganmu terhadap-Nya engkau
telah menyia-nyiakan pahala dan balasan-Nya”.
Lantas imam as
berkata lagi: “Apakah niatmu ketika mendirikan salat di Maqam Ibrahim
adalah supaya engkau seperti Ibrahim, dan melalui salat itu berarti
engkau telah memoles hidung Setan dengan tanah?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau seperti itu berarti engkau belum bersalaman dengan Hajar Aswad,
belum berdiri di Maqam Ibrahim dan belum melaksanakan salat. Apakat
engkau telah pergi ke sumur Zam-zam dan meminum airnya?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) : Apakah niatmu ketika itu untuk mentaati-Nya, dan tidak akan menentang-Nya?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau begitu engkau belum pergi ke sumur Zam-zam, dan belum meminum
airnya. Apakah engkau telah ber-sa’i antara Shafa dan Marwah?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah niatmu ketika ber-sa’i antara Shafa dan Marwah, adalah untuk
memendarkan perasaan pada dirimu antara rasa takut dan pengharapan?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau seperti itu berarti engkau belum ber-sa’i antara Shafa dan Marwah.
Lalu apakah engkau telah pergi ke Mina?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah niatmu ketika keluar dari Makkah, lalu pergi menuju Mina, adalah
supaya orang-orang aman dari tangan, lisan dan hatimu?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau begitu engkau belum keluar dari Makkah, dan belum pergi ke Mina.
Apakah engkau telah wuquf (berdiam diri) di Arafah, dan mendaki ke atas
Jabal Rahmah? Apakah engkau telah mendatangi Wadi Numrah? Apakah engkau
memohon kepada Allah di Mil dan Hamarat?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika wukuf di Arafah engkau mengetahui bahwa semua pengetahuan
dan makrifah berasal dari-Nya, dan berada di sisi-Nya? Apakah engkau
mengetahui bahwa keberadaan ada pada tangan-Nya, dan Dia mengetahui
semua yang terdapat pada dirimu, baik yang nampak maupun yang
tersembunyi?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah niatmu ketika menaiki Jabal Rahmah karena Allah akan memberikan
rahmat kepada setiap mukmin lelaki dan perempuan, Dia mencintai setiap
muslim lelaki dan perempuan, serta melindungi mereka?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah niatmu ketika di masjid Namrah supaya dirimu mentaati
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta tidak memerintah dan
melarang kepada orang lain?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika berhenti di antara dua “tanda” (‘alam) dan masjid Namrah,
engkau ingat bahwa semua itu merupakan saksi atas segala ketaatanmu dan
senantiasa menjagamu bersama para penjaga Tuhan?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau begitu engkau belum wukuf di Arafah, belum menaiki Jabal Rahmah,
belum mengenal masjid Namrah, belum tinggal di Namrah dan belum berdoa.
Apakah engkau telah melewati antara dua tanda (alam), dan sebelum
melewatinya engkau melaksanakan salat dua rakaat? Apakah engkau telah
pergi ke Muzdalifah dan telah mengambil kerikil? Apakah engkau telah
pergi ke Masy’aril-Haram?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah !?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau melaksanakan salat (pada malam ke sepuluh) niatmu
adalah, bahwa salat ini merupakan salat syukur, karena Dia telah
menghilangkan kesulitan darimu dan mendatangkan kemudahan?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika melewati dua ‘alam dimana engkau berusaha supaya tidak
melenceng ke arah kanan dan kiri, niatmu adalah melalui hati, lisan dan
badanmu supaya dirimu tidak melenceng dari kebenaran?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau mengambil batu dari Muzdalifah, niatmu adalah
menjauhkan segala penentangan dan kebodohan dari dirimu. Lalu,
mendatangkan setiap ilmu dan amal perbuatan bagi dirimu?
As-syibli : Tidak, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau pergi ke Masy’aril-Haram, niatmu adalah untuk
menanamkan pada dirimu rasa sebagaimana orang yang bertakwa dan pribadi
yang takut kepada Allah?
As-syibli : Tidak wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau begitu engkau belum melewati diantara dua alam, belum mendirikan
salat, belum pergi ke Muzdalifah untuk mengumpulkan batu kerikil dan
belum pergi ke Masy’aril Haram. Apakah engkau telah pergi ke Mina?
Apakah engkau telah melempar jumrah? Apakah engkau telah mencukur
rambutmu? Apakah engkau telah berkorban? Apakah engkau telah salat di
masjid Khaif, lalu kembali ke Makkah dan melakukan tawaf?
As-syibli : Ya, wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau telah sampai di Mina dan telah melempar jumrah,
niatmu adalah engkau telah sampai ke tujuanmu dan Allah telah memenuhi
semua hajatmu?
As-syibli : Tidak wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) : Apakah ketika engkau melempar jumrah, niatmu adalah untuk melempari Setan dan mengusirnya dari dirimu?
As-syibli : Tidak wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau mencukur rambutmu, niatmu adalah untuk membersihkan
dirimu dari segala kotoran dan keburukan, serta melepaskan semua
hak-hak orang lain yang ada pada dirimu, seperti ketika engkau baru
terlahir dari ibumu dan engkau lepaskan dirimu dari dosa-dosa?
As-syibli : Tidak wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau salat di masjid Khaif, niatmu adalah engkau tidak
takut dari sesuatupun kecuali takut dari Allah dan dosa-dosamu, serta
tidak akan mengharapkan rahmat kecuali dari-Nya?
As-syibli : Tidak wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau menyembelih binatang korbanmu, niatmu adalah dengan
wara’ (keterjagaan) dan ketakwaan engkau sembelih tenggorokan kerakusan
dan ketamakan dirimu, dan untuk menghidupkan sunah Ibrahim yang telah
mengorbankan anak dan belahan jiwanya?
As-syibli : Tidak wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Apakah ketika engkau kembali ke Makkah dan telah melaksanakan tawaf,
niatmu adalah dengan rahmat dan ketaatan kepada-Nya engkau telah kembali
serta berpegang erat pada kecintaan-Nya. Dan engkau telah melaksanakan
perintah-Nya serta telah dekat kepada-Nya?
As-syibli : Tidak wahai putra Rasulullah!?
As-sajjad (as) :
Kalau seperti itu engkau belum sampai ke Mina, belum melempar jumrah,
belum mencukur rambutmu, belum mendirikan salat di masjid Khaif, belum
berkorban, belum melaksanakan thawaf dan belum dekat dengan-Nya.
Kembalilah engkau, karena engkau belum menunaikan haji.
Dengan rasa penuh
penyesalan, As-syibli menangisi semua kekurangan yang terdapat pada
ibadah hajinya, lantas ia pun berjanji akan berusaha untuk mempelajari
dan menghayati seluruh rahasia haji, sehingga ia dapat melakukan haji
selanjutnya dengan penuh makrifat dan dapat melaksanakan haji yang
sebenarnya.
Pungkas kata,
sembari bercermin dengan dialog irfani di atas, semoga para calon jamaah
haji kita dapat mengaktulisasikan makna batin ibadah haji tadi secara
nyata sehingga mampu menunaikannya secara sempurna dan mendapatkan haji
mabrur yang diberkahi dan diridhai oleh Allah swt. Amin! [Islam
Alternatif]
0 komentar:
Posting Komentar