SAKIT DALAM PANDANGAN ISLAM
 Sakit yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sakit fisik.
 Yaitu suatu keadaan di mana metabolisme dalam tubuh tidak berjalan 
sebagaimana mestinya. Namun, walaupun sakit merupakan satu kondisi yang 
tidak mengenakkan, sebagai seorang muslim kita tidak perlu banyak 
mengeluh, karena terlalu banyak mengeluh merupakan bagian dari godaan 
syaithan.
Saat Allah menakdirkan kita untuk sakit, pasti ada alasan tertentu yang menjadi penyebab itu semua. Tidak mungkin Allah subhanahu wa ta’ala
 melakukan sesuatu tanpa sebab yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di 
balik semua itu. Allah pasti menyimpan hikmah di balik setiap sakit yang
 kita alami. Karenanya, tidak layak bagi kita untuk banyak mengeluh, 
menggerutu, apalagi su’udzhan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Lebih parah lagi, kita sampai mengutuk taqdir. Na’udzu billah…
Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam  pernah menemui Ummu As-Saa’ib, beliau bertanya : ”Kenapa engkau menggigil seperti ini wahai Ummu As-Saa’ib?” Wanita itu menjawab : “Karena demam wahai Rasulullah, sungguh tidak ada barakahnya sama sekali.” Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam  bersabda : ”Jangan
 engkau mengecam penyakit demam. Karena penyakit itu bisa menghapuskan 
dosa-dosa manusia seperti proses pembakaran menghilangkan noda pada 
besi”. (HR. Muslim)
Sakit adalah Ujian
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Quran, “Dan 
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, 
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
 gembira kepada orang-orang yang sabar.  (yaitu) orang-orang yang 
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.” (QS. Al-Baqarah: 155-156). Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji 
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang 
sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al-Anbiyaa`: 35)
 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani 
yang bercampuryang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia 
mendengar dan melihat”. (QS. Al-Insaan:2)
Begitulah Allah subhanahu wa ta’ala menguji manusia, untuk 
melihat siapa di antara hambaNya yang memang benar-benar berada dalam 
keimanan dan kesabaran. Karena sesungguhnya iman bukanlah sekedar ikrar 
yang diucapkan melalui lisan, tapi juga harus menghujam di dalam hati 
dan teraplikasian dalam kehidupan oleh seluruh anggota badan. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa Dia akan menguji setiap orang yang mengaku beriman, “Apakah
 manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami 
telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami 
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah 
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui 
orang-orang yang dusta”. (QS. Al-Ankabuut: 2-3)
Semua ujian yang diberikan-Nya semata-mata hanya agar hamba-Nya menjadi lebih baik di hadapanNya. Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya”. (HR. Bukhari).
Jadi, sudah selayaknya bagi setiap mu`min untuk kemudian bertambah 
imannya saat ujian itu datang, termasuk di dalamnya adalah ujian sakit 
yang merupakan bagian dari ujian yang menimpa jiwa. Jangan sampai kita 
menjadi seperti orang-orang munafiq yang tidak mau bertaubat atau mengambil pelajaran saat mereka diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala, “Dan
 tidaklah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali 
setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) 
mengambil pelajaran?” (QS. At-Tawbah: 126)
Sudah selayaknya pula kita merenungi segala amalan yang telah kita 
lakukan, karena bisa jadi ada beberapa amalan yang memang dianggap 
sebagai sebuah kemakshiyatan di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.
 Begitu cintanya Allah kepada kita sehingga Dia mengingatkan kita 
melalui sakit ini, agar kita dapat segera bertaubat sebelum ajal 
menjemput kita.
Dari Anas ibn Malik radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan : Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Sesungguhnya
 pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Kalau 
Allah mencintai seseorang, pasti Allah akan memberikan cobaan kepadanya.
 Barangsiapa yang ridha menerima cobaanNya, maka ia akan menerima 
keridhaan Allah. Dan barangsiapa yang kecewa menerimanya, niscaya ia 
akan menerima kermurkaan Allah”. (HR. Tirmidzi)
Sakit adalah Adzab
Bagi seorang mu`min sakit dapat menjadi tadzkirah atau ujian yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Namun bagi sebagian orang, sakit bisa menjadi adzab yang akan membinasakan dirinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab
 kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimuatau Dia mencampurkan 
kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan 
kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, 
betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih bergantiagar 
mereka memahami(nya)”.” (QS. Al-An’aam: 65)
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang
 kecil di dunia sebelum adzab yang lebih besar di akhirat, mudah-mudahan
 mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. As-Sajdah: 21)
Maka dari itu, pertaubatan adalah langkah nyata menuju kesembuhan. 
Seseungguhnya, segala macam bencana yang menimpa kita, pada hakikatnya 
adalah karena perbuatan kita sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, artinya, “Apa
 saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu 
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari 
kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Allah
 Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa 
manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa
 yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah perbuatan-perbuatan buruk
 (maksiat) yang pernah mereka lakukan.”[1]
Dari ‘A`isyah radhiyallahu ‘anha ia berkata , “Aku mendengar Rasulallah shallallahu ‘alayhi wa sallam
 bersabda : “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah walau hanya 
tertusuk duri, kecuali Allah akan mencatat baginya kebaikan dan dihapus 
baginya kesalahan dan dosanya.” (HR.Muslim)
Ingatlah bahwa adzab yang diturunkan Allah subhanahu wa ta’ala
 terhadap seseorang di dunia bisa berbagai macam bentuknya. Kekurangan 
harta, bencana alam, peperangan, sakit, atau bahkan kematian. Cukuplah 
kiranya pelajaran kaum terdahulu yang diadzab oleh Allah subhanahu wa ta’ala
 dengan berbagai macam penyakit yang aneh dan sulit disembuhkan. Hal itu
 dikarenakan mereka tetap bertahan di dalam kekafiran, padahal 
bukti-bukti dan tanda-tanda kebesaran-Nya telah ditampakkan di hadapan 
mereka. 
Firman Allah, “Dan demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan 
Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari
 ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al-Quran itu menimbulkan 
pengajaran bagi mereka” (QS. Thaahaa: 113)
Allah swt. juga berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun 
anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka
 sedikitpun” (QS. Ali ‘Imraan: 116)
Lihatlah bahwa azab yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala
 tidak dapat ditahan, baik oleh harta ataupun sanak saudara kita. Demi 
Allah, saat azab itu telah sampai pada kita, tidak ada tangan-tangan 
yang sanggup menahannya, baik tangan manusia, jin, ataupun malaikat. 
Jangan sampai kita menjai seperti Fir’aun yang baru bertaubat saat ajal 
di depan mata, dimana Allah subhanahu wa ta’ala telah menutup pintu ampunan-Nya. Semoga kita bukan termasuk orang yang diberi adzab di dunia ataupun di akhirat.
Sakit adalah Cinta
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah subhanahu wa ta’ala 
senantiasa menguji hamba-hambaNya untuk menilai siapa yang memang 
benar-benar memiliki ketulusan iman. Siapa di antara hamba-hambaNya yang
 sabar, yang sanggup bertahan, baik dalam susah maupun senang. Inilah 
golongan yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala. Para shahabat berkata saat golongan ini sedang ditimpa sakit, “Demam sehari dapat menghapuskan dosa setahun”.
Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam Ath Thibb An Nabawi menafsirkan riwayat atsar ini dalam dua pengertian. Pertama,
 bahwa demam itu meresap ke seluruh anggota tubuh dan sendi-sendinya. 
Sementara jumlah tiap sendi-sendi tubuh ada 360. Maka, demam itu dapat 
menghapus dosa sejumlah sendi-sendi tersebut, dalam satu hari.
Kedua, karena demam itu dapat memberikan pengaruh kepada tubuh
 yang tidak akan hilang seratus persen dalam setahun. Sebagaimana Sabda 
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, “Barangsiapa meminum minuman keras, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.”
 Karena pengaruh minuman keras tersebut masih tetap ada dalam tubuhnya, 
pembuluh nadi, dan anggota tubuh lainnya selama empat puluh hari. Wallahu a’lam. Beliau mengakhiri perkataannya.
Hal tersebut dapat dipahami dan diterima walaupun beliau (Imam Ibn 
al-Qayyim) masih belum mengetahui kedudukan atsar tersebut, karena kita 
senantiasa mengingat do’a yang seringkali diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam saat beliau menjenguk orang sakit. Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam senantiasa mengucapkan, “Laa ba’sa thahuurun, insya Allahu ta’ala”
 Tidak mengapa, insya Allah menjadi pembersih (atas dosa-dosamu). Inilah
 yang dimaksud bahwa Islam memandang sakit bisa bermakna cinta. Cinta 
dari Sang Ilahy agar hambaNya tidak mendapatkan azab di akhirat, maka 
Dia membersihkan segala noda dan dosanya di dunia. Ma syaa Allah.
Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam pernah bersabda : ”Sesungguhnya
 besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan 
jika sekiranya Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji dan 
memberikan cobaan kepada mereka”. (HR. Tirmidzi dan Baihaqi).
Dari  Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Setiap
 muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan 
Allah hapuskan berbagai kesalahnnya, seperti sebuah pohon meruntuhkan 
daun-daunya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurayrah radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Cobaan
 itu akan selau menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, 
pada diri anaknya ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan 
Allah tanpa dosa sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)
Begitu pula, Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Tiadalah
 kepayahan, penyakit, kesusahan, kepedihan dan kesedihan yang menimpa 
seorang muslim sampai duri di jalan yang mengenainya, kecuali Allah 
menghapus dengan itu kesalahan – kesalahannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Seorang wanita datang menemui Nabi shallallahu ’alayhi wasallam,
 ia berkata : ”Saya mengidap penyakit epilepsi dan apabila penyakitku 
kambuh, pakaianku tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk diriku”. 
Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Kalau engkau bersabar, engkau mendapatkan jannah. Tapi kalau engkau mau, aku akan mendoakan agar engkau sembuh”. Wanita itu berkata : ”Aku bersabar saja”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam 
 bersabda :” Kalau seorang hamba sakit atau sedang bepergian, pasti 
Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia mengamalkan ibadah 
di masa masih sehat dan sedang bermukim.” (HR. Bukhari)
Syaikh Al Faqih Muhammad ibn Shalih Al-‘Utsaymin rahimahullah
 berkata: ”Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau 
berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun 
duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah akan 
menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan 
dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan 
daun-daunnya.”
Hendaklah kita bersabar dan ridha terhadap sakit yang menimpa kita. 
Dengan bersabar, kita akan mendapatkan apa yang dijanjikan Allah 
terhadap orang yang bersabar : “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Selain itu, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa sakit, 
khususnya demam, sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Karena, 
menurutnya, orang yang sedang demam akan meninggalkan makanan yang buruk
 dan kemudian beralih kepada makanan yang baik-baik. Ia pun akan 
mengonsumsi obat-obatan[2]
 yang bermanfaat bagi tubuh. Hal ini tentu akan membantu proses 
pembersihan tubuh dari segala macam kotoran dan kelebihan yang tidak 
berguna. Sehingga prosesnya mirip api terhadap besi yang berfungsi 
menghilangkan karat dari inti besi. Proses seperti ini sudah dikenal di 
kalangan medis. Karenanya tidak heran jika Abu Hurayrah radhiyallahu ‘anhu  pernah berkata, “Tidak
 ada penyakit yang menimpaku yang lebih aku sukai daripada demam. Karena
 demam merasuki seluruh organ tubuhku. Sementara Allah akan memberikan 
pahala pada setiap organ tubuh yang terkena demam.”
Wallahu a’lam…
15.44



0 komentar:
Posting Komentar