Dengan kondisi semacam ini kehidupannya ibarat kehidupan binantang. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ اْلأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ
“Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang.Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.”
(Muhammad: 12)
Dan di dalam kebodohan terdapat kematian bagi pemiliknya sebelum kematiannya yang hakiki. Jasadnya sudah terkubur sebelum penguburan hakikinya.
2. Orang yang senantiasa berada di jalan ketaatan kepada Allah.
Berpijak pada koridor syariat-Nya, melaksanakan semua syariat agama. Membenarkan khabar-khabar dari Allah dan Rasul-Nya.
Namun, setelah kematian menjemputnya terputus sudah dari ingatan manusia karena dia tidak meninggalkan amalan yang senantiasa diingat dan bermanfaat untuk orang lain.
Tidak meninggalkan amalan yang pahalanya terus menerus dia dapatkan sampai ke liang lahatnya. Orang seperti ini semisal dengan hamba yang disebutkan Allah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(Yasiin: 12)
3. Orang yang senantiasa berada di dalam ketaatan kepada Allah, namun namanya akan selalu diingat manusia sepeninggal dia karena ilmu yang bermanfaat, akhlak yang baik lagi utama, karena perbuatan baiknya kepada hamba-hamba Allah. Kematian orang di level ini disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَالَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia,...” (Al An’am: 122)
Wahai saudaraku… bukankah kematian seorang ulama mengandung banyak pelajaran dan nasehat bagi kita yang sedang belajar mengarungi ilmu ini?
Bagi kita yang sedang berupaya bersikukuh dengan agama yang lurus ini? Bukankah nama mereka tetap harum meski sudah berabad-abad berlalu cukup menjadi pelajaran berarti?
Itulah kematian yang berbeda dari mereka yang meninggalkan harumnya nama dan jasa besar bagi umat ini.
Demi Allah wahai saudaraku…!
Pergunakan tiap detik kita untuk menuntut ilmu syar’i dan mengajarkannya kepada manusia!
Makmurkanlah setiap umur kita dengan ketaatan kepada Allah azza wa Jalla!
Tentunya kita tahu bahwa setiap hal yang kita lakukan niscaya akan dipertanyakan oleh Allah, kelak pada hari kiamat.
Berbuatlah sesuatu yang membawa manfaat untuk manusia. Sehingga setelah kematianmu namamu akan dikenang dan diingat manusia dengan kebaikan.
Yang mungkin dengan sedikit hal yang kita kerjakan dalam kebaikan dan diikuti manusia Allah senantiasa mengucurkan pahalanya setelah kematian kita.
Berhati-hatilah wahai saudaraku dari ucapan yang buruk, ucapan yang dilandasi ambisi tertentu dan niat yang buruk.
Hendaknya kita berhati hati dari melecehkan para ulama dan ahlul ilmi. Hindari berbangga diri dan meremehkan manusia.
Utamakan diri untuk mempelajari ayat dan tafsirnya, hadits dan penjelasannya.
Kedepankan sesuatu yang berfaedah, ceburkan diri dalam kehidupan ilmiah.
Sibukkan dengan fatwa ulama yang berfaedah.
Dan perhatikan segala hal yang bisa menghancurkan diri agar bisa selamat darinya.
Ingat saudaraku….kita senantiasa berada di hadapan Allah.
Dan jadikan diri kita seumpama lebah yang mengkonsumsi sesuatu yang baik dan menghasilkan sesuatu yang baik juga.
Jadikan kehidupan dan kematian kita seperti para ulama.
Yang selalu mendapat pahala setelah kematiannya dan dikenang harum namanya.
0 komentar:
Posting Komentar