Kamis, 27 Juni 2013

Sudah Banyak Makan Asam Garam

Makan Asam Garam

Cokelat itu aslinya pahit. Coba saja kalian makan cokelat asli, pahit, karena mengandung alkoloid. Nah, yang membuatnya jadi manis setelah diolah, dimasukkan teknologi pangan di dalamnya–baik itu teknologi simpel atau rumit. Ditambahkan gula, pemanis, susu, dsbgnya. Semua orang tertipu besar2an sejak kecil, hingga uzur, kalau menyangka cokelat itu manis dari sananya.


Kopi? Nah, semua orang tahu kalau kopi itu pahit. Pun teh, juga pahit. Tapi ketika dicampurkan dengan gula, krim, pemanis, diseduh dengan air hangat, maka dia berubah menjadi minuman yang enak bagi banyak orang.

Kenapa kita membahas tentang cokelat, kopi dan teh ini? Karena saya teringat nasehat2 orang tua. Mereka pernah bilang, “Hidup ini boleh jadi pahit, anakku, seperti kopi, tapi coba kau tambahkan sesendok gula, maka dia bisa berubah menjadi lezat menyenangkan. Apa itu gula dalam kehidupan? Tidak lain adalah perasaan tulus, selalu bersyukur. Kau selalu bisa membuat minuman kehidupan yang lezat dengan resep gula tersebut.”

Well yeah, saya terbengong2 mendengarnya. Orang tua yang kenyang dengan pengalaman hidup, sungguh kalimatnya lebih puitis dibanding pujangga amatiran seperti saya.

Atau yang lain lagi, kita kasih misal. Saya berlari-lari karena hujan, bergegas melintasi jalanan yang juga sedang sibuk oleh orang2 yang kabur dari hujan. Akhirnya tiba di rumah yang hendak dikunjungi. Naik tangga, mengucap salam, orang tua yang dimaksud, tempat saya akan belajar hari ini sedang duduk santai di kursi rotan beranda rumah, menatap jalanan. Nah, setelah menjawab salam, dia bertanya, “Kau kehujanan?”
Saya mengangguk, “Lupa bawa payung.”

Dia tertawa, menggeleng, “Anakku, yang membuat kau kehujanan, bukan karena lupa bawa payung. Yang membuat kau kehujanan karena kau melintasi hujan. Coba kalau ditunggu, berteduh. Tidak akan kehujanan. Atau seperti aku sekarang, duduk di rumah, tidak akan pernah kehujanan. Mau badai, petir, angin kencang, mau seperti apa hebatnya di luar sana, kalau kau memilih berteduh, dia tidak akan pernah berhasil membuat kita basah. Tapi sekali kau keluar, mencemplungkan diri, cukup gerimis kecil, pasti basahlah badan. Hidup ini selalu begitu.”

Saya menyeka rambut, tidak berselera menanggapi panjang lebar–karena nasehat orang tua selalu lebih baik dipikirkan, tidak akan menang bersilat lidah melawan mereka yang sudah makan asam garam kehidupan.

Aih, saya barusaja menyebut sebuah frase yang menawan: “makan asam garam kehidupan”. Kenapa dibilang begitu? Simpel saja, karena orang2 yang lebih tua dibanding kita, tentu makan lebih banyak. Kalau misalnya sehari kita makan 3x, maka orang yang lebih tua setahun dibanding kita, jelas rata2 1000 kali lebih banyak makan dibanding kita. Kalau mereka usianya 10 tahun lebih tua dibanding kita, maka jelas secara rata2 10.000 kali lebih banyak makan dibanding kita. Mereka lebih banyak “makan asam garam kehidupan”. Itu istilah, jadi kalau kalian ternyata makanan pokoknya asam dan garam, sehari makan 1kg asam dan garam, ya secara istilah tetap lebih banyak mereka.

Nah, sebagai penutup, memiliki teman yang lebih tua dibanding kita boleh jadi menarik, loh. Dengarkan orang-orang yang sudah pensiun, mau pensiun. Dengarkan kakek-nenek kita, dengarkan cerita-cerita mereka. Kita bisa belajar banyak hal dari mereka. Jangan sebaliknya, mendengarkan nasehat orang tua kandung sendiri ogah. Mendengarkan nasehat dari kakak kandung sendiri pun malasnya tidak ketulungan. Hei, mereka makan asam garam lebih banyak dibanding kita.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution