Mencari-cari Kesalahan
Mencela orang lain dan mencari-cari kesalahannya tanpa alasan
merupakan salah satu kebiasaan manusia yang paling buruk. Masyarakat
membenci dan menghindari orang-orang bermasalah yang terbiasa
mencari-cari kesalahan orang lain. Adakalanya upaya mencari-cari
kesalahan ini menyebabkan permusuhan dan perselisihan.
Bila kesalahan
seseorang disebut-sebut tatkala dirinya tak ada, maka itu disebut
sebagai gunjingan. Adapun bila dilakukan di hadapan orang yang dimaksud,
maka itu adalah hinaan yang tak diinginkan siapapun. Agama Islam
menggolongkan menggunjing (ghibah) sebagai dosa besar. Terdapat banyak
riwayat yang berkenaan dengannya.
Sebagai contoh:
Sewaktu menyampaikan khotbahnya, Rasulullah saw
mengatakan dengan nada tegas, “Wahai orang-orang yang mengaku beriman
dengan lisannya, namun keimanan belum masuk ke dalam hatinya, janganlah
menggunjing dan menjelek-jelekkan kaum Muslim dan janganlah mencari-cari
kesalahan mereka. Sebab, terhadap orang yang berusaha mencari-cari
kesalahan saudaranya, Allah Swt akan menyingkapkan kesalahannya sendiri
dan menjadikannya bahan tertawaan orang lain.”[200]
Imam Ja`far Shadiq mengatakan, “Barangsiapa mengatakan
sesuatu yang menjatuhkan martabat seorang Mukmin, Allah Swt akan
mengeluarkannya dari kelompok sahabat-sahabat-Nya dan memasukannya ke
dalam kelompok setan yang juga akan menolak menerimanya sebagai
teman.”[201]
Nabi Islam saw bersabda, “Barangsiapa menggunjing lelaki
atau perempuan yang beriman, Allah Swt tak akan menerima ibadah shalat
dan puasanya selama 40 hari, hingga ia dimaafkan orang yang
digunjingnya.”[202]
Imam Ja`far Shadiq mengatakan, “Menggunjing dan
mencari-cari kesalahan adalah haram. Semua itu membinasakan amal
kebajikan seseorang sebagaimana api membakar minyak.”[203]
Kebiasaan Buruk yang Merata
Sayang, dosa besar semacam ini telah menjadi kebiasaan sehari-sehari
masyarakat kita. Kebiasaan tersebut telah mencapai takaran sedemikian,
sehingga masyarakat tak lagi menganggap bahwa mereka sedang melakukan
dosa menggunjing dan mencari-cari kesalahan selainnya. Misal, seorang
ibu menjelek-jelekkan sang ayah, dan sebaliknya, sang ayah berupaya
mencari-cari kesalahan sang ibu. Atau para tetangga dan sanak kerabat
tak henti-hentinya menyebut-nyebut kesalahan satu sama lain. Dengan
demikian, anak-anak yang tak berdosa meniru kebiasaan menjijikkan ini
dari orang tua dan lingkungan rumahnya. Anak-anak lalu menggunjing
anak-anak yang lain. Akibatnya, ketika tumbuh dewasa, mereka akan sulit
mengelak dari kebiasaan buruk ini.
Beberapa orang tua biasa memanjakan dan memuji
anak-anaknya setinggi langit. Sementara, kenyataannya, mereka
membutuhkan kejelasan tentang berbagai kekurangan dirinya. Kadangkala
orang tua secara keliru memuji si anak tentang sesuatu yang tak dapat
diraihnya demi menertawakan kegagalannya.
Dalam situasi semacam ini, anak-anak mungkin akan
berbalik memusuhi orang tuanya. Atau bahkan mereka akan memiliki
kebiasaan melakukan kebohongan secara terang-terangan. Mereka juga akan
menjadi korban kompleks rendah diri. Karenanya, alangkah lebih baik bila
orang tua tidak membicarakan kegagalan anak-anak seraya
menertawakannya.
[200] Jâmi` as-Sa’âdah, jil.2, hal.203.
[201] ibid., hal.305.
[202] ibid., hal.304.
[203] ibid., hal.305.
[201] ibid., hal.305.
[202] ibid., hal.304.
[203] ibid., hal.305.
0 komentar:
Posting Komentar