Senin, 01 Februari 2016

Bakti Kita Merawat Orangtua

UJIAN Dari Orangtua Pada Saat Akhir Hayat

Merawat orangtua pada saat akhir hayatnya adalah perbuatan yang mulia, sebab bernilai ibadah yang besar sekali pahalanya, Semua karena Begitu cinta kita sebagai anak kepada orangtua. Nah Dibawah ini banyak cerita dari teman-teman yang mengalaminya, Merawat orangtua pada saat Kondisinya sakit. Silahkan menyimak kisah-kisah dibawah ini semoga bermanfaat dan menjadi renungan buat kita hari ini. Aamiin.


Saudara sekampung saya mempunyai ibu yang sudah lumpuh. Penyakit stroke yang menyerangnya membuat sang ibu sudah tidak berdaya lagi. Setiap hari ibunya hanya tergolek di atas kasur. Makan, mandi, ganti baju, pipis, dan BAB semua di atas kasur. Ibunya persis seperti dalam keadaan bayi kembali. Kehidupan ibunda sangat bergantung pada perhatian anaknya. Anak-anaknya yang sudah besar dan sudah berkeluarga tinggal di Jawa, mereka sekali seminggu datang bergantian ke Padang untuk merawat ibunya. 

Alhamdulillah, mereka masih sabar merawat ibunya. Mereka harus setiap hari memandikan orantuanya, membersihkan kotorannya, menyuapinya makan, dan menjemurnya pada matahari pagi. Semua pekerjaan itu dilakukan setiap hari dan sudah bertahun-tahun, namun ibunya masih tetap diberi umur panjang sampai kini. Saya bisa membayangkan andaikata anak-anaknya tidak sabar, mungkin di dalam hati mereka pernah terbersit rasa kesal, bosan, menggerutu, dan sebagainya, atau yang paling ekstrim mungkin setan pernah membisikkan kenapa tidak berharap ibunya cepat mati supaya tidak terbebani lagi (hii, kejam ya). Mudah-mudahan saja mereka tetap diberi kesabaran, amiin.

Saya punya beberapa teman dengan kondisi orangtua stroke seperti di atas, atau punya orangtua yang sudah sangat tua renta dan pikun sehingga perangainya kembali seperti anak-anak (cerewet, sensitif sehingga mudah tersinggung, banyak maunya, dan sifat-sifat yang menjengkelkan). Ada teman yang saya nilai masih bisa bersabar menghadapi oranguanya, tetapi sekali dua saya pernah pernah mendengar gerutuan dan kekesalan yang diceritakan seorang teman terkait perangai orangtua mereka, atau keluhannya yang merasa sudah tidak sanggup merawat orangtuanya yang seperti bayi. 

Saya menganggap bahwa semua kejadian di atas adalah ujian dari Allah SWT kepada seorang anak. Dengan kondisi orangtua yang sudah tidak berdaya, tua renta dan sakit-sakitan, Allah ingin menguji iman seorang anak sampai sejauh mana dia tetap sabar, sampai sejauh mana dia bisa menunjukkan bakti kepada orangtua di akhir hayatnya. Allah SWT ingin menguji apakah betul anda adalah anak yang sholeh, apakah kesholehan itu hanya sekadar slogan semata? Relakah anak mengurusi kotoran orangtuanya di atas kasur, sebagaimana dulu orangtuanya tidak pernah mengeluh membereskan kotoran anaknya ketika masih bayi? Allah SWT ingin melihat bukti kalau benar anda adalah anak yang berbakti.

Merawat orangtua pada saat akhir hayatnya adalah perbuatan yang mulia, sebab bernilai ibadah yang besar sekali pahalanya. Sepupu saya pernah bercerita betapa dia masih belum puas mengurus ibunya yang sakit dan tergolek di atas kasur selama berbulan-bulan sebelum akhirnya meninggal. Sengaja dia meninggalkan keluarganya selama beberapa bulan, pergi ke kampung untuk merawat ibunya. Dia mandikan, dia suapi makan, dia bersihkan kotorannya. Semua itu dilakukannya tanpa merasa keluh kesah, dengan senang hati dia lakukan yang terbaik untuk ibunya pada saat akhir hayatnya. Setelah ibunya wafat, dia masih merasa belum merasa cukup untuk berbakti, masih belum puas, kalau bisa masih lama lagi merawatnya, tetapi Tuhan lebih tahu yang terbaik untuk ibunya dan anaknya. 

Begitu juga cerita seorang teman saya yang saya kenal. Dia punya karir bagus di Amerika, otaknya cemerlang, tapi dia belum berkeluarga. Ketika mendengar ayahnya sakit karena stroke, dia resign dari tempat kerjanya di Amerika, dia pulang ke Indonesia dengan satu niat: merawat ayahnya yang sakit. Selama tiga tahun dia memulai usaha di Jakarta sambil merawat ayahnya. Dia sengaja menunda menikah karena tidak ingin terganggu konsentrasinya untuk merawat ayahnya. Sampai ayahnya wafat, dia merasa sangat puas karena sudah menunjukkan baktinya yang terakhir dengan merawat ayahnya. Setelah ayahnya wafat, barulah dia menikah.
Begitulah cinta kita sebagai anak kepada orangtuanya. Sayangnya saya tidak mengalami kejadian-kejadian yang dialami teman dan sepupu saya di atas. Kematian kedua orangtua saya begitu dimudahkan oleh Allah SWT. Ibu saya ketika sudah tua pernah meminta keinginan kepada Tuhan agar kelak kalau dirinya mati tidak dalam keadaan merepotkan anak-anaknya, dia ingin meninggal begitu saja di atas kasur tanpa sakit berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Ibu saya tampaknya paham setelah melihat kondisi saudara kami sekampung yang saya ceritakan pada bagian awal tulisan. Dia tidak ingin bernasib seperti saudara sekampung kami itu. Rupanya Tuhan mengabulkan keinginan ibu saya, dia meninggal tiba-tiba saja di rumah tanpa sebab sakit atau suatu apa. Mudah-mudahan arwah almarhmah ibunda diberi tempat yang layak di sisi-Nya dan dimasukkan ke dalam syurga, Amiin.

Sementara ayah saya lebih dulu wafat sebelum ibu, yaitu enam tahun sebelumnya. Ayah saya meninggal karena sakit kanker usus, tetapi baru ketahuan pada tahun terakhir kematiannya. Memang ayah saya bolak-balik ke rumah sakit untuk kontrol, dan pada saat sakitnya sudah akut, dia dirawat di rumah sakit. Hanya seminggu di rumah sakit, dan setelah itu dia pergi untuk selama-lamanya. Mudah-mudahan arwah almarhmah ayahanda saya diberi tempat yang layak di sisi-Nya dan dimasukkan ke dalam syurga, Amiin.


Begitulah renungan kita hari ini. Bakti kita kepada orangtua diminta bukti oleh Allah SWT melalui serangkaian ujian yang diberikan-Nya disaat hari tua orangtua kita. Mudah-mudahan kita semua termasuk anak-anak yang sholeh, amiin. 






0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution