Tips Menjadi Manusia Ideal
Menuju pintu gerbang manusia ideal harus selalu
diupayakan oleh setiap insan.
Terutama yang muslim atau yang beragama
Islam. Sebab menurut Islam
di dunia ini tidak banyak pilihan kecuali
dua, yaitu : selamat atau sesat,
surga atau neraka, baik atau buruk,
hak atau batil. Dan batas
di antara keduanya sangatlah tipis, sehingga
banyak
Untuk menjadi manusia ideal disyaratkan lima hal,
yaitu: (1) harus menjadi manusia yang beribadah, karena memang Allah
menciptakan jin dan manusia tidak lain supaya mereka beribadah kepada
Allah (2) menjadi manusia yang kaya, karena dengan kekayaannya manusia
bisa berangkat naik haji, menunaikan rukun Islam yang kelima,
mengeluarkan zakat, sedekah jariah, menyantuni anak yatim, dll. (3)
menjadi orang muslim yang benar-benar muslim, bukan Islam KTP, atau
Islam abangan (4) menjadi orang yang sungguh-sungguh beriman atau orang
mu’min sejati. Dan (5) memiliki hati yang selamat atau “qalbun salim” dari berbagai penyakit iri, dengki, hasud, marah, ujub, riya dan sombong.
Baiklah kita mulai
yang pertama
menjadi manusia ibadah. Untuk menjadi manusia yang beribadah kepada
Allah, seseorang harus selalu melakukan latihan sehari-hari agar
terhindar dari melakukan maksiat. Dimulai dari hal-hal yang sepele atau
kecil. Misalnya belajar untuk tidak berdusta kepada siapa saja termasuk
kepada dirinya sendiri, belajar untuk tidak menceritakan kekurangan
orang lain (ngrasani), melihat gambar porno atau film porno yang kini
merebak di internet dan di hp anak-anak muda. Apalagi berpacaran, kencan
dengan si do’I, apel malam Minggu, makan di kafe remang-remang, nonton
konser, dangdut, atau aktifitas apa saja yang berbau maksiat. Kini dalam
acara pernikahan saja sudah mulai terkontaminasi oleh acara hiburan
yang berbau maksiat. Ya, itulah tantangan kita semua. Tanpa menjauhi
larangan Allah, nihil nilai ibadah kita dan sia-sia belaka shalat kita.
Kedua, menjadi
manusia yang kaya. Orang sering mengatakan bahwa orang yang kaya adalah
orang yang mempunyai banyak uang, banyak harta, banyak rumah, banyak
kendaran, mobil, tanah yang luas, dan lain-lain. Tetapi di mata Allah
dan Rasulullah saw. Orang yang kaya adalah orang banyak amalnya, banyak
ibadahnya, banyak berbuat baiknya. Seluruh kekayaan yang dimilikinya
hampir seluruhnya dibelanjakan untuk jihad di jalan Allah swt seperti
harta milik Abu Bakar Al-Shiddiq, Usman bin Affan,
Abdurrahman bin Auf, dan harta Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad saw.
Beliau pernah bersabda : “Bukanlah termasuk orang kaya orang yang banyak
harta, tetapi sesungguhnya orang yang kaya adalah orang yang kaya hati
(hati yang selalu merasa kecukupan) atau hati yang senantiasa menerima
bagian rizki dari Allah swt meski dalam keadaan tidak punya uang, atau
bahkan dalam keadaan sakit atau dipenjara. Karena sesungguhnya
peristiwa yang menimpa pada diri seorang muslim seluruhnya baik dan akan
menjadi sebuah pembelajaran dari Allah swt. Allah tidak akan pernah
berbuat dzalim kepada hamba-Nya dan nasib yang menimpa pada seorang
hamba meskipun menyakitkan adalah jalan yang terbaik di mata Allah
apalagi sekedar tidak punya uang.
Ketiga,
menjadi seorang muslim yang benar-benar muslim, bukan Islam KTP, bukan
Islam abangan yang kini merebak di mana-mana, termasuk bukan Islam yang
menyepelekan akad nikah sebagai ikatan suci, lantas dengan mudah
melakukan kawin cerai- kawin cerai dan dengan seenaknya melakukan kawin
kontrak, kawin sirri, sekedar menghalalkan hubungan seksual versi
mereka. Menurut Rasulullah saw seseorang baru disebut muslim manakala
berbuat baik kepada tetangganya- Ini ukuran minimal. Tidak mungkin
seseorang dapat berbuat baik kepada tetangga jika dalam internal rumah
tangganya berantakan. Maka dapat dipastikan rumah tangga yang broken
home, yang sering cekcok, kawin cerai tidak sempat berbuat baik kepada
tetangganya. Dan perlu diketahui bahwa rumah tangga (RT) adalah unsur
yang amat penting dalam masyarakat. Jika unsur-unsur RT dalam masyarakat
baik, maka menjadi baiklah masyarakat itu. Sebaliknya jika unsur-unsur
RT dalam masyarakat itu buruk, maka menjadi buruklah masyarakat itu.
Itulah, makanya Islam menekankan dan sangat memperhatikan tentang hukum
keluarga, dan hampir dominan hukum keluarga dibahas dalam Alqur’an
maupun hadis Nabi.
Rasulullah
menyuruh kita agar membangun rumah tidak melebihi rumah tetangga dan
menyuruh kita agar saat memasak makanan diperbanyak kuahnya untuk
diberikan kepada tetangga, adalah perintah dalam rangka mempertahankan
eksistensi keislaman kita. Lantas bagaimana keadaan masyarakat sekarang.
Hampir-hampir sudah jauh dari norma-norma Islam yang sebenarnya. Dan
mungkin hanya sekedar hidup bertetangga secara formal yang mungkin hanya
sebulan atau dua bulan sekali mereka bertemu di dalam rapat RT.
Keempat,
menjadi orang yang sungguh-sungguh beriman atau mu’min sejati. Iman
terletak di hati seorang manusia. Dan kita tidak dapat mengetahui
seberapa dalam keimanan seseorang. Namun begitu Rasulullah saw
menerangkan tentang indikator seseorang yang beriman kepada Allah.
Beliau pernah bersabda : “Tidak termasuk orang yang beriman seseorang
kecuali dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (HR.
Bukhari Muslim). Zona untuk melakukan kebaikan lebih luas cakupannya
(unlimitid) baik vertikal maupun horizontal, tidak sebatas tetangga, RT
atau RW. dan didasari oleh rasa cinta karena panggilan
keimanan kepada Allah. Perilaku mu’min tersebut telah dicontohkan oleh
Nabi Muhamad saw beserta shahabat-shahabatnya. Ketika datang tamu di
rumah Baginda Rasulullah saw dalam keadaan haus, Rasul ke belakang lalu
menanyakan kepada istrinya. “Wahai istriku, adakah air untuk seorang
tamu yang kehausan?” Istri menjawab : “Ada, hanya segelas air susu jatah
untuk Baginda”. Segelas air susu itu diambilnya oleh Rasulullah dan
diberikannya kepada tamu itu. Jika Rasulullah kedatangan tamu dan
kebetulan tamu itu hendak bermalam, beliau menawarkan kepada
shahabat-shahabatnya. “Siapa di antara kalian yang siap menerima tamu
untuk menginap di rumah kalian?” Salah seorang shahabat
kemudian mengacungkan jari dan menyatakan siap. Tamu itu kemudian
dipersilahkan untuk ikut bersama shahabat tadi pulang ke rumahnya.
Begitu sampai di rumah, ternyata di rumah tidak ada makanan kecuali satu
piring untuk jatah anaknya. Istrinya kemudian disuruh supaya menidurkan
anaknya. Dia mencari strategi bagaimana agar tamu itu mau makan satu
piring bersama dia. Istri lalu disuruh mematikan lampu di ruang tamu
yang sudah disediakan makanan satu piring untuk tamu. Begitu lampu mati
dan dalam keadaan gelap-gulita. Dia mengambil piring kosong dan
pura-pura makan bersama. Begitulah penghormatan shahabat Nabi kepada
tamu itu meskipun anaknya belum makan.
Kelima,
memiliki hati yang selamat atau steril dari penyakit hati yang umumnya
hinggap di hati setiap insan, seperti : marah, iri, dengki, syirik,
ujub, riya, takabur dan sombong. Bagaimana indikatornnya jika seseorang
steril hatinya. Sedangkan di dunia ini, tak seorang pun tahu isi hati
seseorang atau orang lain. Mengenai hal ini Rasul hanya menjelaskan
bahwa biasanya seorang yang kotor hatinya itu banyak tertawa dan jarang
meneteskan air mata dalam keheningan malam atau saat membaca Alqur’an
atau berdzikir. Hatinya mengeras bagai batu, bahkan lebih keras daripada
batu, seperti dijelaskan dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 74 :”
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih
keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak
lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
Sebenarnya jika manusia patuh dan tunduk secara total kepada Allah atau dikenal
dengan “Islam Kaffah”; masuk agama Islam secara total; tidak
setengah-setengah, maka dengan sendirinya manusia akan steril dari
berbagai penyakit hati. Karena pedomannya atau buku panduannya yang
membuat adalah Allah yang Maha Mengetahui. Hanya saja manusianya yang
cenderung membangkang lagi bodoh.
Anehnya, tidak sedikit
manusia yang tidak merasa bodoh. Sehingga condong tidak bersemangat
dalam melakukan eksplorasi, pengkajian dan studi tentang alam dan
seisinya. Mereka lebih suka bertengkar dengan sesama daripada berpikir
dan merenung serta memanfaatkan alam untuk sebesar-besar kemanfaatan
manusia. Muncullah image bahwa Islam agama terbelakang, agama untuk
orang-orang miskin, pengangguran yang hidup di tepi sungai dan di
kolong-kolong jembatan.
Naudzu billah.
0 komentar:
Posting Komentar