10 Jurus Penangkal Sihir, Dengki & Ain
Wa Laa Haula Walaa Quuwwata Illa Billah Al-Alyyil ‘Azhim
Al Imam Al Hafizh Ibnul Qayyim berkata selepas menjelaskan tentang hasad, sihir, ‘ain dan sihir:
“Kejahatan orang yang hasad terhadap yang dihasadi dapat ditolak dengan 10 cara, diantaranya:
Cara Pertama |
Berlindung Kepada Allah Dari Kejahatannya
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِن شَرِّ مَا خَلَقَ. وَمِن شَرِّ
غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ. وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ. وَمِن
شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai waktu subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap
gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus
pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia
dengki” (QS. AlFalaq) Meminta perlindungan kepada Allah سبحانه و تعالي serta naungan
dari-Nya merupakan inti daripada surat ini. Allah Ta’ala Maha Mendengar
terhadap bisikan hamba yang berlindung kepada-Nya, Ia Maha Mengetahui
atas apa yang daripadanya si hamba berlindung kepada-Nya.
Maksud dari kata ‘mendengar’ di sini ialah mendengar sekaligus mengabulkan dan bukan sekedar mendengar. Sebagaimana sabda Nabi:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
“Allah mendengar (memperkenankan) doa orang yang memuji-Nya.”
Demikian juga perkataan Al-Khalil (Ibrahim):
إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاء
“Sesungguhnya Tuhanku benar-benar mendengar (memperkenankan) doa” (QS. Ibrahim: 39)
Kadang kala Allah mengaitkan sifat mendengar dengan sifat mengetahui
dan kadang kala mengaitkannya dengan sifat melihat. Hal ini sesuai
dengan tuntutan keadaan orang yang berlindung kepada-Nya. Tatkala
seorang hamba minta perlindungan atas musuh yang dia tahu bahwa Allah
melihatnya dan tahu akan kejahatan dan tipu dayanya, maka Allah
mengabarkan kepada hamba tersebut bahwa Ia mendengar permintaannya
yakni memperkenankannya dan Ia tahu akan tipu daya musuhnya, Ia
melihat dan mengawasinya, sehingga besarlah harapan si hamba akan
perlindungan Allah dan hatinya pun tergerak untuk bermunajat
kepada-Nya.
Cobalah anda renungkan kecermatan bahasa Al-Qur’an ketika menyinggung
tentang bagaimana meminta perlindungan dari syaithan yang kita yakini
keberadaannya namun tidak kita lihat wujudnya, dengan menggunakan
lafazh: السََّمِيعُ العَلِيم yang berarti: ‘Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui’, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al A’raf dan As
Sajdah.
Namun ketika menyinggung tentang bagaimana meminta perlindungan dari
kejahatan manusia yang terlihat dengan mata, ia menggunakan lafazh:
السََّمِيعُ البَصِيرُ yang berarti: ‘Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat’, sebagaimana dalam surat Al Mu’min (Ghafir). Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ
أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَّا هُم بِبَالِغِيهِ
فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat
Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka
melainkan (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan
mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Dia
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Ghafir:56).
Hal ini karena perbuatan manusia adalah perbuatan yang kasat mata,
sedangkan gangguan syaithan merupakan angan-angan dan bisikan yang
dicampakkan ke dalam hati manusia, dan ini berkaitan dengan sifat
‘mengetahui’. Maka dalam hal ini Allah memerintahkan untuk meminta
perlindungan kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Adapun untuk sesuatu yang kasat mata dan dapat dengan penglihatan.
Allah perintahkan untuk meminta perlindungan kepada Dzat Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. Wallahu a’lam
Cara Kedua |
Bertakwa Kepada Allah
Yaitu dengan menjaga perintah Allah dan menghindari larangan-Nya.
Karena barang-siapa bertakwa kepada Allah, maka Allah sendirilah yang
akan menjadi penjaga dan pelindungnya, dan Ia tidak akan menyerahkannya
kepada selain-Nya.
Allah berfirman:
وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُواْ بِهَا وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لاَ يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئاً
“Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka
sedikitpun tidak mendatangkan kemu-dharatan bagimu.” (QS. Ali Imran:
120)
Nabi صلي الله عليه وسلم berkata kepada Abdullah bin Abbas :
“Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya dihadapanmu.”
Maka barangsiapa menjaga (perintah dan larangan) Allah, maka Allah
akan menjaganya dan ia akan mendapati Allah dihadapannya ke mana saja ia
menghadap. Jika Allah telah menjadi pelindung dan penjaganya maka
siapa lagi yang ia takuti dan ia cemaskan…?!
Cara Ketiga |
Bersabar Atas Musuhnya
Yaitu dengan berusaha untuk tidak melawan atau mengeluhkannya,
bahkan tidak terbetik sedikitpun di hatinya untuk berusaha mengusik
musuhnya ini. Karena ia tak akan dapat mengalahkan musuh dan orang yang
hasad kepadanya dengan senjata yang lebih ampuh dari pada kesabaran
dan tawakkal kepada Allah. Janganlah ia menganggap lama dan besar akan
kezhaliman musuhnya, karena setiap kali si musuh menzaliminya,
kezhaliman tersebut akan menjadi pasukan dan kekuatan bagi orang yang
dizalimi yang dengannya orang yang zalim tersebut memerangi dirinya
sendiri tanpa ia sadari. Kezhalimannya ibarat anak panah yang ia
lemparkan menuju dirinya sendiri. Seandainya hal ini dapat dilihat oleh
orang yang dizalimi itu niscaya ia akan senang dengan kezhaliman
tersebut. Akan tetapi karena lemahnya penglihatannya, ia tidak melihat
kecuali eksistensi dari kezhaliman tersebut, tanpa mampu melihat akibat
dan hasil akhirnya.
Padahal Allah berfirman:
وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنصُرَنَّهُ اللَّهُ
“Dan barangsiapa membalas dengan setimpal penganiayaan yang pernah ia
terima kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya” (QS.
Al Hajj: 60)
Bila Allah telah menjamin pertolongan atasnya padahal ia pernah
membalas sebelumnya, maka bagaimana halnya dengan orang yang dianiaya
namun sabar dan tidak membalas sedikitpun…?? Padahal tidak ada dosa yang
lebih disegerakan balasannya dari pada dosa ke-zhaliman dan memutuskan
tali silaturahmi.
Sudah menjadi sunnatullah (ketetapan Allah) bahwa jikalau ada sebuah
gunung yang berlaku zhalim terhadap gunung yang lain maka Allah akan
menjadikannya hancur berkeping-keping.
Cara Keempat |
Bertawakkal Kepada Allah
Barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi
kebutuhannya. Ta-wakkal merupakan cara paling ampuh bagi seseorang
untuk menolak apa-apa yang tak mampu ditolaknya, seperti penganiayaan,
kezhaliman dan permusuhan. Tawakkal merupakan cara terampuh untuk itu
karena Allah akan mencukupinya, dan barangsiapa yang Allah telah
mencukupi dan menjadi penjaganya maka tak ada lagi musuh yang berselera
kepadanya.
Orang tersebut tidak akan mendapat gangguan sedikitpun dari musuhnya
kecuali berupa gangguan yang tidak bisa tidak dia harus merasakannya,
seperti kepanasan, kedinginan, kelaparan dan dahaga. Adapun
gangguan-gangguan yang dapat menghantarkan orang tersebut kepada
keadaan yang diinginkan musuhnya maka hal tersebut tak akan pernah
terjadi.
Adalah berbeda antara gangguan yang secara zhahir merupakan gangguan
namun hakikatnya merupakan kebaikan atas orang yang diganggu dan
penganiayaan atas diri sendiri, dengan gangguan yang betul-betul dapat
melegakan hati si pengganggu tersebut.
Sebagian salaf mengatakan: “Allah telah menjadikan bagi setiap
perbuatan balasan yang setimpal dari jenisnya, dan Ia menjadikan
balasannya tawakkal berupa kecukupan dari-Nya atas orang yang
bertawakkal tersebut.”
Allah berfirman:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq: 3)
Allah tidak mengatakan: “…niscaya Kami akan memberinya pahala ini dan
itu,..” sebagaimana yang Dia sebutkan untuk amal shalih lainnya,
namun Ia menjadikan diri-Nya sendiri yang akan mencukupi hamba-Nya yang
bertawakkal tersebut… Ia sendiri yang akan menjaga dan melindunginya.
Seandainya seorang hamba bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal
yang sebenar-benarnya lalu langit dan bumi beserta penghuninya bersatu
untuk membuat makar atasnya niscaya Allah akan menjadikan jalan keluar
baginya, mencukupi dan menolongnya.
Mengenai hakikat tawakkal, faedah dan manfaatnya yang besar, serta
betapa besarnya hajat seorang hamba akan tawakkal telah kami jelaskan
dalam kitab Al Fathul Qudsy. Di sana kami jelaskan tentang rusaknya
pendapat orang yang menjadikan tawakkal termasuk dalam ‘maqaamat’1
yang tidak berdasar itu, dan bahwasanya ia merupakan maqam
(tingkatan)nya orang awam. Pendapat tersebut telah kami bantah dari
berbagai segi dan telah kami jelaskan bahwa tawakkal merupakan maqam
paling mulia yang dicapai oleh orang-orang arif. Makin tinggi maqam
seorang hamba semakin besar pula hajatnya kepada tawakkal, dan tawakkal
seseorang sebanding dengan kadar keimanannya.
Adapun di sini kami hanya bermaksud menjelaskan cara-cara untuk
menolak kejahatan orang yang hasad (dengki), bahaya sihir dan sihir
‘ain.
________________
1 Salah satu istilah kaum sufi yang maknanya: tingkatan-tingkatan
tertentu yang dapat diraih seorang sufi setahap demi setahap hingga
akhirnya ia dapat beribadah tanpa terikat dengan syariat -pent)
Cara Kelima |
Mengosongkan Hati Dengan Tidak Memikirkannya
Hendaknya seseorang berusaha melupakannya setiap kali fikiran
tersebut muncul di benaknya. Jangan sampai ia menggubris dan
mencemaskannya, apalagi sampai menyibukkan hati dengan memikirkan hal
itu – yakni kejahatan orang yang hasad, bahaya sihir dan sihir ‘ain.
Ini merupakan obat paling mujarab dan cara paling ampuh yang dapat
menolong seseorang untuk menolak bahaya-bahaya tersebut. Ibarat orang
yang dikejar-kejar musuh untuk ditangkap dan disiksa, namun tiba-tiba
musuh tersebut diam tidak mengapa-apakannya, keduanya pun tak saling
bersentuhan, bahkan musuh itu pun menyingkir dan tak kuasa
mengganggunya.
Namun jika keduanya bersentuhan dan satu sama lain saling bersinggungan barulah bahaya tersebut terjadi.
Demikianlah, keadaan ruh (alam fikiran) pun juga seperti itu. Jikalau
ruhnya masih terikat dengan fikiran-fikiran tersebut kemudian alam
fikiran musuhnya pun bertautan dengan alam fikirannya baik ketika sadar
maupun terlelap tanpa berpisah darinya, padahal inilah sesungguhnya
yang dikehendaki oleh yang hasad tersebut – maka saat itulah hatinya
menjadi gelisah dan merasa bahwa bahaya tersebut selalu mengintainya
hingga salah satu dari keduanya binasa.
Namun jika ia segera menarik ruh (alam fikirannya dari musuhnya
kemudian menjaganya dengan tidak memikirkan atau mengingatnya, bahkan
tatkala fikiran tersebut terlintas di benaknya segera ia lupakan lalu ia
menyibukkan fikirannya dengan hal-hal yang lebih penting dan
bermanfaat, niscaya musuh itupun akan tinggal sendirian tanpa lawan
sehingga lambat laun ia ‘menerkam’ dirinya sendiri. Karena kedengkian
(hasad) itu ibarat api, tatkala api tersebut tidak lagi mendapati apa
yang bisa dibakarnya maka ia akan membakar dirinya sendiri.
Ini merupakan pintu keluar besar yang tidak diberikan kecuali kepada
jiwa-jiwa yang mulia dan tinggi. Adapun jiwa pendendam yang hanya ingin
melampiaskan dendamnya dan merasa lega dari musuhnya, maka jiwa
semacam ini jauh dari pintu tersebut.
Alangkah jauhnya perbedaan antara orang yang arif dan bijak dengan
orang semacam ini. Seseorang tidak mungkin dapat mengetahui kapasitas
dirinya sebelum mencicipi ‘manis’ dan ‘nikmat’nya ujian ini. Seakan ia
melihat bahwa siksaan batin yang terbesar ialah dengan sibuk memikirkan
musuhnya serta merasa terikat dengannya. Tak ada yang lebih menyiksa
hatinya dari pada itu…
Yang dapat membenarkan hal ini hanyalah jiwa-jiwa yang tenang dan
lembut yang telah ridha Allah menjadi wakilnya, dan tahu bahwa pembelaan
Allah atasnya adalah lebih baik dari pada pembelaan dirinya sendiri
atau orang lain. Ia beriman kepada Allah dan merasa tenang berada
bersama-Nya… ia yakin bahwa jaminan Allah itu haq dan janji-Nya adalah
benar… tak ada yang lebih menepati janji dari Allah dan tak ada yang
lebih benar perkataannya selain Dia.
Ia sadar bahwa pertolongan Allah atasnya lebih kuat, mantap,
langgeng dan bermanfaat dari pada pertolongannya sendiri atau orang
lain. Namun tak akan ada orang yang mampu merealisasikan hal ini
kecuali dengan:
Cara Keenam |
Bertaqarrub Dan Mengikhlaskan Diri Untuk Allah
Yaitu dengan menjadikan rasa mahabbatullah (cinta kepada Allah),
berharap akan ridha-Nya dan inabah (kembali kepada-Nya) senantiasa
mengisi hatinya dan menjadi cita-cita yang berjalan bersama hatinya
sedikit demi sedikit sehingga dapat mengalahkan pengaruh buruk orang
yang hasad kepadanya dan mengikisnya perlahan-lahan hingga hilang sama
sekali.
Dengan demikian yang tinggal di hatinya hanyalah cita-citanya
mendapatkan kecintaan Allah, bertaqarrub kepada-Nya, mencari ridha-Nya,
mendapat belas kasih-Nya dan selalu ingat kepada-Nya seperti seseorang
yang selalu ingat akan kekasihnya yang senantiasa berbuat baik
kepadanya. Hatinya dipenuhi kerinduan kepadanya sehingga tak sekejap
pun ia dapat melupakannya dan tak akan kosong hatinya dari kecintaannya
tersebut
Jikalau hati telah seperti itu keadaannya, maka bagaimana mungkin ia
akan rela mengisi kembali hati dan alam fikirannya dengan memikirkan
kejahatan orang yang hasad kepadanya?? Hal itu tak akan pernah
terfikirkan kecuali oleh hati yang rusak yang tak pernah menerima
sentuhan mahabbatullah dan Kemuliaan-Nya serta mengharapkan
keridhaannya!
Bahkan ketika sebersit dari fikiran jelek tersebut melewati
‘gerbang’ hatinya, seketika itu pula para ‘penjaga gerbang’ tersebut
meneriakinya: “Hati-hati kamu, jangan coba-coba mendekati wilayah
kekuasaan ‘raja’ kami! Enyahlah kamu ke ‘tempat-tempat penginapan’ yang
mau menerima siapa saja yang singgah kepadanya… kamu tidak ada urusan
dengan ‘benteng kerajaan’ yang telah terjaga ketat ini…!”
Allah berfirman ketika mengisahkan tentang Iblis musuh-Nya yang berkata:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka” (QS. Shaad: 82 – 83)
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, (QS. Hijr: 42)
Dia pun menjawab:
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَلَى
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ
يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُم بِهِ مُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya syaithan itu tidak ada kekuasaan baginya atas
orang-orang yang beriman dan ber-tawakkal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya
kekuasaan syaithan itu hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi
pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah”
(QS. An Nahl: 99-100).
Allah berfirman tentang Yusuf Ash Shiddieq
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Demikianlah agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba Kami yang terpilih.”
(QS. Yusuf: 24).
Alangkah bahagianya orang yang masuk ke dalam ‘benteng’ tersebut, ia
telah bertahan dalam benteng yang kokoh, siapa saja yang bertahan di
dalamnya maka ia tidak akan takut dan terlantar, dan musuh pun tak
berselera mendekatinya.
ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Demikianlah karunia Allah, diberikannya kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS. Al
Jumu’ah : 4). “
Cara Ketujuh |
Memurnikan Taubat Untuk Allah
Yaitu dengan mengkhususkan taubat kepada Allah atas dosa-dosa yang
menyebabkan musuh mampu menguasainya. Sebagaimana firman Allah:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri” (QS. Asy Syura: 30).
Allah berfirman kepada generasi terbaik, yaitu para sahabat Rasulullah bukan yang lainnya:
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُم مُّصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُم مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَـذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنْفُسِكُمْ
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada
musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu mengatakan: “Dari manakah
datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri” (QS. Ali Imran:165).
Tidaklah seorang hamba dapat dikuasai oleh musuhnya kecuali karena
dosa yang diperbuatnya, baik yang dia ketahui maupun yang tidak
diketahuinya. Sedangkan dosa-dosa yang tak diketahuinya jauh lebih
banyak-dari pada yang ia ketahui. Dosa-dosa yang telah dilupakannya pun
jauh lebih banyak dari pada dosa-dosa yang masih dia ingat.
Dalam sebuah doa yang masyhur disebutkan:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari berbuat syirik kepada-Mu
sedangkan aku mengetahuinya, dan aku minta ampun kepada-Mu atas apa-apa
yang tidak aku ketahui.”1
Jadi seorang hamba harus lebih banyak ber-istighfar atas dosa-dosa
yang tidak diketahuinya, dibandingkan dosa-dosa yang dia ketahui.
Salah seorang salaf suatu ketika bertemu dengan seorang lelaki
kemudian tiba-tiba lelaki itu berkata kasar dan mencaci-makinya. Maka
dia pun berkata kepada lelaki tersebut: “Tunggulah sebentar hingga aku
masuk ke rumah kemudian keluar lagi untuk menemuimu”, maka ia pun masuk
ke rumahnya lalu sujud bersimpuh kepada Allah bertaubat dan kembali
kepada-Nya. Kemudian ia keluar menemui lelaki tersebut, lelaki itu
bertanya: “Apa yang barusan kamu lakukan?”, maka jawabnya: “Aku
bertaubat kepada Allah dari dosa yang menjadikanmu dapat
merendahkanku.”
Insya Allah akan kami jelaskan bahwa di dunia ini sebenarnya tidak
ada kejahatan melainkan dosa-dosa yang kita perbuat dan sebagai
akibatnya. Maka jika seorang hamba telah selamat dari dosa-dosa ia pun
akan selamat dari akibat-akibatnya. Oleh karena itu tak ada yang lebih
bermanfaat bagi seorang hamba tatkala ia dianiaya dan dikuasai musuhnya
kecuali taubat nasuha.
Tanda orang yang bahagia ialah ketika ia mulai melihat dirinya
sendiri dan mengoreksi semua dosa dan kekurangannya lalu ia sibuk
dengannya membenahi kekurangan tersebut dan memperbanyak taubat,
sehingga tak ada lagi peluang baginya untuk memikirkan hal lain. Hatinya
tergerak dengan sendirinya untuk bertaubat dan mengoreksi kesalahannya,
kemudian Allah lah yang kelak akan menolong dan menjaganya serta
menolak darinya dan ini adalah suatu keharusan.
Alangkah bahagianya hamba semacam ini, alangkah besar keberkahan yang
diterimanya dan alangkah baik pengaruh keberkahan itu pada dirinya.
Akan tetapi hidayah dan taufik itu hanyalah di tangan Allah, tak ada
seorang pun yang dapat menolak pemberian-Nya dan tidak ada yang dapat
memberi sesuatu yang ditolak-Nya.
Tidak setiap orang beruntung mendapatkan taufik untuk bertaubat, dan
tidak setiap orang mengenal taubat itu kemudian tergerak hatinya untuk
melaksanakannya. Tidak ada pengetahuan, kehendak dan kemampuan hamba
dan tiadalah daya dan upaya melainkan dari Allah.
__________________
1 HR. Ahmad dan Lainnya, lihat Shahihul Jami’ 3/233, dan Shahihut Targhrib wat Tarhib oleh Al-Albani 1/19
Cara Kedelapan |
Bersedekah Dan Berbuat Kebajikan Semampunya
Sedekah dan kebajikan memiliki kemampuan yang luar biasa untuk
menolak bala, mencegah sihir ‘ain dan melenyapkan sifat hasad. Cukuplah
apa yang dialami oleh umat-umat baik yang terdahulu maupun sekarang
menjadi bukti akan hal ini.
Hampir tidak pernah kita dapati ada orang baik dan dermawan yang
dimusuhi, sihir ‘ain, atau didengki orang. Seandainya pun ia
mengalaminya maka ia akan hadapi orang tersebut dengan lemah lembut dan
uluran tangan sehingga kebaikan itu pun kembali kepadanya. Orang yang
baik dan gemar bersedekah akan berada dalam penjagaan kebaikan dan
sedekahnya, ia akan mendapat ‘perisai’ dari Allah yang akan
melindunginya.
Secara umum, mensyukuri nikmat Allah merupakan cara terbaik untuk menjaganya dari sebab-sebab yang dapat menghilangkannya.
Di antara sebab yang paling dominan dalam hal ini ialah hasad dan
sihir ‘ain. Hal itu disebabkan karena orang yang hasad hatinya tidak
akan puas dan lega hingga ia melihat kenikmatan itu lenyap dari orang
yang didengkinya. Ketika itulah ‘rintihan’nya terhenti dan api
ke-dengkiannya padam – semoga Allah tidak memadamkannya! .
Jadi seorang hamba tidak bisa menjaga nikmat Allah dengan cara yang
lebih baik dari pada mensyukurinya. Dan tak ada cara yang lebih cepat
untuk melenyapkan kenikmatan tersebut selain dengan mempergunakannya
untuk bermaksiat kepada Allah. Itulah kufur nikmat yang dapat
menghantarkan pelakunya kepada kekafiran.
Orang yang baik dan dermawan ibarat seseorang yang memiliki tentara
dan pasukan yang siap berperang membelanya sedangkan ia tidur nyenyak di
atas kasurnya. Siapa yang memiliki musuh namun tidak punya pasukan maka
ia seperti orang yang hampir saja dikalahkan musuhnya, meski
kekalahan tersebut terjadi belakangan, Wallahul musta’aan.
Cara Kesembilan |
Memadamkan Kedengkian Permusuhan Dan Gangguan Orang Dengan Berbuat Baik Kepadanya
Ini merupakan cara yang paling berat bagi hawa nafsu, tak ada
yang sanggup melaksanakannya kecuali orang yang mendapat keberuntungan
yang besar dari Allah; yaitu memadamkan kedengkian permusuhan dan
gangguan orang lain dengan berbuat baik kepadanya. Setiap kali gangguan
keburukan permusuhan dan kedengkian itu bertambah, bertambah pula
kebaikannya kepada musuhnya. Ia justru semakin iba dan kasihan kepada
musuhnya… hatinya pun tergerak untuk menasehatinya.
Saya rasa Anda sulit mempercayainya apalagi mencobanya, maka renungkanlah firman Allah berikut:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ
وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا
يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ
الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ.
“Dan tidaklah, sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahahatan
itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan
antara dia ada permusuhan seolah-olah ia menjadi teman yang setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar, dan tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika syaithan
mengganggumu dengan suatu gangguan maka mohonlah perlindungan kepada
Allah, sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Fushshilat: 34-36).
أُوْلَئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُم مَّرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا
وَيَدْرَؤُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنفِقُونَ
“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan
mereka menolak kejahatan dengan kabaikan, dan sebagian dari apa yang
kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (QS. Al-Qashash: 54)
Perhatikanlah, bagaimana Nabi bercerita tentang dirinya tatkala ia
dianiaya kaumnya hingga berdarah, lalu sembari beliau mengusap darah
dari tubuhnya beliau berdoa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لاَيَعْلَمُونَ
“Ya Allah ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui!”
Lihatlah bagaimana beliau mengumpulkan dalam dua kalimat ini empat
kebaikan yang dengannya beliau menghadapi kejahatan yang besar dari
kaumnya;
Pertama: memaafkan mereka,
Kedua: memintakan ampunan untuk mereka,
Ketiga: memberikan udzur atas mereka bahwa mereka tidak mengetahui, dan
Keempat: simpati beliau kepada kaumnya dengan menisbatkan mereka
kepada dirinya ketika mengatakan: “…ampunilah kaumku”. Seperti layaknya
ketika seseorang hendak memintakan syafaat untuk orang lain maka ia
akan mengatakan kepada orang yang dimintainya: “Ini puteraku atau anak
buahku atau sahabatku, maka tolonglah dia demiku..”
Guna melunakkan dan melembutkan hati anda, perhatikanlah sekarang uraian berikut;
“Ketahuilah bahwa anda memiliki banyak dosa antara anda dengan Allah,
anda takut akan siksa-Nya dan berharap akan ampunan magh-firah dan
pemberian-Nya. Padahal Allah tidak akan sekedar mengampuni dan memaafkan
saja, Dia bahkan akan mencurahkan nikmat-Nya kepada anda, memuliakan
anda, dan mendatangkan kepada anda banyak manfaat dan kebaikan di luar
yang anda bayangkan.
Jika anda menghendaki cara yang demikian dari Allah ketika Ia
‘membalas’ dosa dan kejelekan yang anda perbuat, maka alangkah
afdhal-nya jika anda melakukan hal yang sama terhadap hamba-Nya.
Kejahatan mereka anda balas dengan kebaikan agar Allah membalas dosa
anda dengan cara yang sama, karena sesungguhnya balasan itu sesuai
dengan jenis perbuatan.
Sebagaimana anda membalas kejahatan orang lain kepada anda, seperti
itulah Allah akan ‘membalas’ dosa-dosa anda sebagai balasan yang
setimpal.
Jadi, anda boleh pilih; balas dendam atau maafkan… santuni atau
biarkan! Karena barang siapa menyemai benih ia akan menuai hasil, dan
sebagaimana anda memperlakukan hamba-hamba Allah demikian pulalah Allah
akan memperlakukan anda.
Barangsiapa mampu menghayati makna di atas dan merenungkan dengan
akal fikirannya, niscaya akan ringan baginya untuk berbuat baik terhadap
orang yang jahat kepadanya. Apalagi jika di samping itu ia akan
mendapatkan pertolongan Allah dan kebersamaan khusus dari-Nya
(ma’iyyatullah), sebagaimana yang dikatakan Nabi kepada orang yang
mengeluhkan tentang kerabatnya yang senantiasa dia santuni namun mereka
berlaku jahat kepadanya, kata beliau:
وَلاَ يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيْرٌ مَادُمْتَ عَلَي ذَلِكَ
“Allah akan senantiasa menolong dan bersamamu selama kamu tetap seperti itu.”
Apalagi di samping itu ia juga akan mendapat pujian manusia dan
mereka akan bersatu memihaknya melawan musuhnya. Karena siapa saja yang
mendengar tentang orang baik yang menyantuni orang yang jahat kepadanya
pasti akan bersimpati kepadanya, membelanya dan mendoakannya… dan ini
merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah kepada para hamba-Nya.
Dengan kebaikannya ia seakan-akan memiliki bala tentara yang dia
tidak mengenal mereka, dan mereka pun tak mengenalnya. Mereka siap
membelanya tanpa imbalan sedikitpun darinya. Apalagi jika ia tahu bahwa
keadaannya dengan orang yang hasad dan memusuhinya tak lepas dari satu
diantara dua hal;
Pertama: Ia dapat menguasai, ‘memperbu-dak’ dan menaklukkan musuhnya
dengan kebaikan. Bahkan musuh itu akan luluh di hadapannya dan menjadi
teman setianya, atau
Kedua: Ia dapat menjatuhkan mental musuhnya bahkan membinasakannya,
jika si musuh terus-menerus dalam permusuhannya. Karena dengan
kebaikan tersebut pada hakikatnya ia telah menimpakan kekalahan yang
berlipat ganda kepada musuhnya dari pada kalau ia membalas dendam.
Siapa yang berani mencoba niscaya akan benar-benar merasakannya…
Allah lah yang memberi taufik dan pertolongan… di tangan-Nya lah
segala kebaikan… tiada Ilah melainkan Dia… kepada-Nya lah kita berharap
agar Dia menggerakkan hati kita dan seluruh kaum muslimin untuk
mewujudkannya dengan karunia dan kemuliaannya.
Singkatnya, amalan ini memiliki lebih dari seratus manfaat baik
duniawi maupun ukhrawi, insya Allah kami akan menjelaskannya di lain
kesempatan.
Cara Kesepuluh |
Memurnikan Tauhid Untuk Allah
Ini merupakan penghulu dari apa-apa yang kita bahas sebelumnya dan
padanya terletak keberhasilan setiap cara, yaitu memurnikan tauhid untuk
Allah.
Kita akan beralih dari berfikir tentang sebab kepada Yang Menyebabkan, yaitu Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Perlu diketahui bahwa sebab-sebab tadi ibarat hembusan angin yang
bergantung kepada Dzat yang menghembuskannya, Dialah pencipta angin
tersebut. Angin tersebut tak akan bermanfaat atau mencelakakan kecuali
atas seizin-Nya.
Dialah satu-satunya yang menghembuskan angin tersebut kepada siapa
saja yang Ia kehendaki dari hamba-Nya, dan memalingkannya dari siapa
saja yang Ia kehendaki dari mereka. Tiada dzat lain selain-Nya.
Allah berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tiada yang
dapat menghilangkannya kecuali Dia, dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu maka tiada yang dapat menolak karunia-Nya” (QS.
Yunus : 107).
Nabi berkata kepada Abdullah bin Abbas:
وَاعْلَمُ أَنَّ الأَمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَي أَنْ يَنْفَعُوكَ
بِشَئٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَئٍ قَدْكَتَبَهُ اللهُ لَكَ وَلَوْ
اجْتَمَعُواعَلَيْ أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَئٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَئٍ
قَدْكَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ
“Ketahuilah, seandainya seluruh umat ini bersatu padu untuk
memberikan suatu manfaat kepadamu niscaya mereka tak akan mampu
memberimu manfaat sedikit pun kecuali berupa apa yang telah Allah
tentukan bagimu. Dan seandainya mereka bersatu padu untuk mencelakaimu
niscaya mereka tak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali berupa
apa yang telah Allah tentukan atasmu” (H.R. Tirmidzi).
Tatkala seorang hamba berhasil memurnikan tauhid untuk Allah maka
hatinya akan terbebas dari rasa takut kepada selain-Nya. Musuhnya pun
menjadi tak seberapa menakutkan baginya dibanding rasa takutnya kepada
Allah, bahkan hanya Allah lah yang ditakutinya. Maka Allah pun
mengamankannya dari musuhnya hingga lenyaplah segala uneg-uneg dan
fikiran yang menghantuinya.
Rasa takutnya, cintanya, tawakkalnya, inabah-nya dan perbuatannya hanya ia peruntukkan bagi Allah saja. Ia sadar bahwa sibuk memikirkan keadaan musuh dan takut kepadanya
merupakan sesuatu yang dapat menodai kemurnian tauhidnya, karena
seandainya ia benar-benar memurnikan tauhidnya maka cukuplah hal itu
menyibukkan dirinya dari hal lain. Kelak Allah lah yang akan bertugas
menjaga dan membelanya karena Allah akan senantiasa menjadi pembela
orang-orang yang beriman.
Jika ia termasuk orang yang beriman maka Allah pasti akan membelanya,
dan pembelaan tersebut sesuai dengan kadar keimanannya. Jika imanya
sempurna maka ia akan mendapat pembelaan maksimal dari Allah, dan jika
imannya terkontaminasi maka pembelaan Allah pun akan mengendur. Begitu
pula jika imannya mengalami ‘pasang-surut’ maka pembelaan Allah pun
akan seperti itu.
Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian salaf: “Barangsiapa
menghadap Allah sepenuhnya maka Allah pun akan menyambut sepenuhnya,
dan barangsiapa berpaling dari Allah sepenuhnya maka Allah pun akan
berpaling sepenuhnya darinya. Dan barangsiapa sesekali menghadap dan
sesekali berpaling maka Allah pun akan seperti itu terhadapnya.”
Singkatnya, tauhid merupakan benteng Allah yang paling kokoh, siapa saja yang memasukinya akan merasa aman.
Sebagian salaf mengatakan: “Barangsiapa takut kepada Allah maka
segala sesuatu akan takut kepadanya, dan barangsiapa tidak takut kepada
Allah maka segala sesuatu akan menakutkan baginya.”
Inilah sepuluh cara untuk menolak kejahatan orang yang hasad, bahaya
sihir dan sihir ‘ain. Tak ada cara yang lebih bermanfaat untuk ini
melainkan dengan menghadap kepada Allah, tawakkal dan yakin kepada-Nya,
serta tidak menyekutukan-Nya dalam rasa takut dengan selain-Nya, akan
tetapi rasa takutnya hanya kepada Allah semata. Demikian juga dengan
tidak berharap kepada selain Allah namun hanya berharap kepada-Nya.
Hendaknya ia tidak menggantungkan hatinya kepada selain-Nya, tidak
beristighasah kepada selain-Nya dan tidak berharap kecuali hanya
kepada-Nya.
Ketika hati seseorang mulai bergantung kepada selain Allah, berharap
dan takut kepada selain-Nya, seketika itulah ia akan dikuasakan’ kepada
yang ditakutinya dan menjadi hina di hadapannya. Karena barangsiapa
takut kepada selain Allah maka ia akan dikuasakan kepadanya dan
barangsiapa yang berharap sesuatu kepada selain Allah ia akan hina
dihadapannya dan terhalang dari karunia Allah.
“Demikianlah sunnatullah (ketetapan) Allah atas hamba-Nya dan kamu tidak akan mendapati perubahan dalam sunnatullah itu.”
0 komentar:
Posting Komentar