Bunda, Rindu Ini Melangit Lagi
Cintamu padaku,
Berakar di sukma Rindangnya memenuhi jiwa Sepanjang masa
(sebuah sumber)
Berakar di sukma Rindangnya memenuhi jiwa Sepanjang masa
(sebuah sumber)
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada kedua orang ibu bapaknya,
Ibunya telah mengandungnya
Dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
….” (QS Luqman : 14)
kepada kedua orang ibu bapaknya,
Ibunya telah mengandungnya
Dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
….” (QS Luqman : 14)
Bunda, malam ini tiba-tiba saja aku mengingatmu dengan utuh. Gurat syahdumu, tulus senyummu bahkan gaya berceritamu di masa kecil. Tiba-tiba saja bayangan sosok anggunmu dengan sorot mata penuh cinta hadir dalam jeda yang panjang kemudian menghilang. Sedang apakah saat ini bunda? Membaca buku? Tadarus Al-Qur’an? Menonton televisi atau ah entahlah, aku tidak yakin apa yang sedang bunda kerjakan saat ini. Mungkin juga bunda tengah bersiap di peraduan. Malam sudah akan beranjak. Tidur bunda selalu awal. Itu yang kutau. Ah, semoga bunda baik-baik saja.
Bunda, mata ini sudah dari tadi berkabut. Orang-orang yang lalu
lalang tak lagi aku pedulikan. Pandangan ini bahkan telah samar. Bening
air mata mungkin sebentar lagi luruh. Duh, mengapa lama sekali petugas itu memanggil dan menyerahkah obat yang akan aku tebus. Bunda, aku takut.
Bunda, betapa aku ingin menujumu detik ini juga. Merengkuh banyak
kekuatan yang seringkali engkau persembahkan ketika masalah tengah
menghadang. Memetik bulir-bulir kedamaian yang selalu kau hunjamkan
teguh ke kedalaman jiwa. “Bunda yakin, Allah pasti memberikan jalan atas
masalahmu. Allah tahu batas kemampuanmu. Ia sudah menakarnya. Kamu yang
harus yakin.”
Bunda, betapa bahagia jika saat ini engkau nyata di hadapanku,
inginnya aku bersimpuh di pangkuan dan meneguk percik-percik pinta yang
kau senandungkan sempurna kepada Allahu Rabbana. “Semoga anak bunda jadi
anak yang shalihah, pintar dan mendapat pendamping hidup yang shalih”,
“Semoga kamu, nak, sehat dan diberikan rezeki yang berkah”.
Bunda, sungguh gembira tak terkira bila kau ada di sini sekarang,
hingga dengan bebas aku meminta kesediaanmu untuk membaluri jiwa dengan
param hangat doa-doa ikhlasmu hingga ketenangan itu menjulang. Bunda
betapa ingin ku raih itu semua sekarang juga. Dada ini bunda, seperti
diterjang beribu gempa.
Tahukah bunda, dokter yang memeriksaku barusan memberitahu bahwa
janin yang tengah ku kandung tidak bergerak. Aku melihatnya bunda.
Gumpalan kecil itu terlihat di layar monitor jelas sekali. Aku
melihatnya bunda. Si kecil yang Allah amanahkan di dalam rahim. Dokter
mengguncang-guncang alat itu agar si kecil bergerak. Berkali-kali. Lagi
dan lagi. Ia diam bunda. Senyap. “Allah, janin kecilku.”
“Bu, saya masih belum yakin dengan keadaan janin ibu. Dua minggu yang
akan datang, kontrol lagi yah, untuk kepastiannya,” suara dokter
sayup-sayup singgah di telinga. Ia menuliskan resep dan dengan senyuman
tulus mengangsurkan kertas itu ke hadapan. “Sabar ya bu, banyak
berdo’a,” tambahnya menenangkan.
Bunda, kecemasan ini begitu kental. Aku merasakannya sekarang
perkataan bunda di waktu lalu. “Nak, jangan buat bunda cemas, hati bunda
seperti belah ketika kau belum datang juga, lain kali telpon jika akan
menginap”, “Nak, makanlah, agar sakitmu segera sembuh, bunda tak bisa
tidur melihatmu berbaring lemah, bunda cemas nak, sungguh!”. Duh bunda, aku tahu khawatir itu saat ini.
Dua bulan yang lalu dokter memberi tahu bahwa aku resmi menjadi
seorang ibunda. Dan sejak saat itu, aku mulai merasakan perasaan yang
tumbuh berganti-ganti. Kesayangan, kebahagiaan, kecemasan hingga
perasaan tanpa nama. Bunda, betapa tidak mudah ternyata menyandang gelar
itu. Lelah berhari-hari karena mual dan pusing. Menghindari banyak
makanan dan menelan obat dan vitamin agar janin yang dikandung sehat.
Aku juga harus berhati-hati dalam banyak hal. Dan semuanya, segalanya,
demi sesosok cinta di dalam sana.
Bunda, seperti ucapanmu bahwa do’a seorang bunda seperti tuah,
seperti bisa, selalu ampuh. Maka aku memohon kepadamu, do’akan agar
amanah Allah yang tengah ku kandung baik-baik saja. Pintakan kepada
Allah, agar si kecil tumbuh dengan sempurna. Aku juga selalu berdoa
untuk amanah ini, do’a yang bunda sendiri ajarkan,
“Ya Allah, lindungilah ia yang berada di rahim hamba, jadikanlah
ia dalam keadaan baik, bentuk yang sempurna, rupa yang elok, dan
teguhkanlah kelak dan hatinya keimanan kepada Mu, mengikuti sunnah Rasul
Muhammad, berikanlah kebaikan untuknya di dunia dan akhirat.”
Aku sayang bunda. Sungguh. Meski aku tahu sayang ini hanya seujung
kuku dari bentang cakrawala cinta terindahmu. Meski sangat nyata rindu
ini hanya setitik kecil di samudera penantianmu. Meski sangat jelas,
ingatan kepada bunda bukanlah apa-apa dibanding semua yang bunda
lakukan. Pengorbanan, ketulusan, kasih sayang, sujud-sujud bunda, bahkan
air mata kesedihan. Tak tertebus. Tanpa batas. Semoga Allah sajalah
yang membalas itu semua. Surga.
Bunda, sudah berapa lama kita tidak bertemu. Rindu padamu bunda,
membumbung tinggi. Bunda, perkenankan aku bersimpuh dari jauh. Dalam
gundah. Dalam lelah. Di setiap detak tak tentu. Serta dalam degup yang
menderu. Ingin kusampaikan untai kata ini di gendang telinga mu “Bunda,
rindu ini melangit lagi!”
0 komentar:
Posting Komentar