Menjemput Pertolongan Allah
Sehebat apapun manusia tetaplah lemah, bila terus dihadapkan pada
gejolak kehidupan. Tak jarang, keputuasaan, penderitaan hingga
penyimpangan hidup menerjang mereka yang hanya mengandalkan kekuatan
dirinya saja. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah,(al-Ma'aaru[70]:20).
Menjemput pertolongan Allah merupakan solusi. Agar jiwa disuplai kekuatan yang bersumber dari Allah Yang Maha Perkasa. Sehingga jalan keluar mudah dipetakan. Terlihat harapan, saat kegalauan. Bangkit ketenangan, ketawakalan dan kesabaran, saat kesulitan menghimpit. Gejolak hidup tidak menghancurkan. Tapi ,media pembelajaran dan peningkatan kualitas diri dan hidup.Yang harus dipahami. Hidup dalam naungan pertolongan Allah, bukanlah hidup tanpa kesulitan dan problematika. Bukan hidup mulus tanpa aral. Bukan pula hidup instant, yang keinginannya teratasi seketika, tanpa upaya kerja keras.
Tetapi, realitas hidup yang terus berinteraksi dengan segala tantangan dan pergolakannya. Menfomulasikan segala penyebab datangnya solusi, ditengah kegetiran. Sebab, kegetiran akan menggerakan jiwa memohon pertolongan Allah.
Kehidupan Rasulullah SAW, realitas hidup dalam naungan pertolongan Allah. Namun, beliau tetap bergumul dengan problematika, penderitaan, penyiksaan dan pengusiran. Dalam mengatasinya, tetap menghidupkan jiwa perjuangan, kerja keras, pantang menyerah dan kepahlawanan. Keistiqamahan dalam menapakinya, kesuksesan serta kebahagiaan yang menyertainya merupakan pertolongan Allah.
Menjemput pertolongan Allah diawali dengan meyakininya. Karena keyakinan menjadi magnet bagi terrealisasinnya cita-cita. Saat Rasulullah SAW terusir dari Makkah dan dimusuhi penduduk Thaif. Beliau justru mengajak sahabatnya kembali ke Makkah. Dengan keyakinan, dakwah ditolong dan dimenangkan Allah. Sabdanya,” Hai Zaid! Sesunggunya Allahlah yang akan memberi kita jalan keluar sebagaimana engkau lihat nanti. Sesungguhnya Allah akan menolong agama-Nya dan membela Nabi-Nya.”
Pertolongan Allah semakin dekat, manakala totalitas ikhtiar dan sumber daya manusiawi dikerahkan optimal. Doa dipanjatkan penuh kerendahan hati. Ubudiyah diselimuti khusuk dan keikhlasan. Jiwa merintih karena tak ada sandaran dan tempat bergantung kecuali hanya Allah saja.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah[2]:214)
Bentuk pertolongan Allah adalah penjagaan-Nya. Teraihnya bila diupayakan. Seperti sabda Rasulullah SAW, Jagalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Mendekatlah kepada Allah di saat senang, niscaya Allah akan menolong kamu di waktu kesulitan. Sesungguhnya dalam kesabaran ada pertolongan.
Menjemput pertolongan Allah merupakan solusi. Agar jiwa disuplai kekuatan yang bersumber dari Allah Yang Maha Perkasa. Sehingga jalan keluar mudah dipetakan. Terlihat harapan, saat kegalauan. Bangkit ketenangan, ketawakalan dan kesabaran, saat kesulitan menghimpit. Gejolak hidup tidak menghancurkan. Tapi ,media pembelajaran dan peningkatan kualitas diri dan hidup.Yang harus dipahami. Hidup dalam naungan pertolongan Allah, bukanlah hidup tanpa kesulitan dan problematika. Bukan hidup mulus tanpa aral. Bukan pula hidup instant, yang keinginannya teratasi seketika, tanpa upaya kerja keras.
Tetapi, realitas hidup yang terus berinteraksi dengan segala tantangan dan pergolakannya. Menfomulasikan segala penyebab datangnya solusi, ditengah kegetiran. Sebab, kegetiran akan menggerakan jiwa memohon pertolongan Allah.
Kehidupan Rasulullah SAW, realitas hidup dalam naungan pertolongan Allah. Namun, beliau tetap bergumul dengan problematika, penderitaan, penyiksaan dan pengusiran. Dalam mengatasinya, tetap menghidupkan jiwa perjuangan, kerja keras, pantang menyerah dan kepahlawanan. Keistiqamahan dalam menapakinya, kesuksesan serta kebahagiaan yang menyertainya merupakan pertolongan Allah.
Menjemput pertolongan Allah diawali dengan meyakininya. Karena keyakinan menjadi magnet bagi terrealisasinnya cita-cita. Saat Rasulullah SAW terusir dari Makkah dan dimusuhi penduduk Thaif. Beliau justru mengajak sahabatnya kembali ke Makkah. Dengan keyakinan, dakwah ditolong dan dimenangkan Allah. Sabdanya,” Hai Zaid! Sesunggunya Allahlah yang akan memberi kita jalan keluar sebagaimana engkau lihat nanti. Sesungguhnya Allah akan menolong agama-Nya dan membela Nabi-Nya.”
Pertolongan Allah semakin dekat, manakala totalitas ikhtiar dan sumber daya manusiawi dikerahkan optimal. Doa dipanjatkan penuh kerendahan hati. Ubudiyah diselimuti khusuk dan keikhlasan. Jiwa merintih karena tak ada sandaran dan tempat bergantung kecuali hanya Allah saja.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah[2]:214)
Bentuk pertolongan Allah adalah penjagaan-Nya. Teraihnya bila diupayakan. Seperti sabda Rasulullah SAW, Jagalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Mendekatlah kepada Allah di saat senang, niscaya Allah akan menolong kamu di waktu kesulitan. Sesungguhnya dalam kesabaran ada pertolongan.
0 komentar:
Posting Komentar