Menyikapi Janji Allah swt.
“Janganlah engkau menjadi ragu akan janji Allah ketika janji
tersbut tertunda atau bahkan tidak terwujud, sekalipun telah ditentukan
waktunya, agar tiadalah terjadi dengan demikian itu pengurangan
basihrohmu (penglihatan mata hati) dan pemadaman cahaya sariroh
(rahasia batin)” (Al-Hikam bagian 7)”
Allah banyak sekali memberikan janjinya kepada manusia, janji itu bisa
dikategorikan janji umum dan janji khusus, Janji umum banyak terdapat
di dalam al-Quran seperti janji surga terhadap orang yang berbuat
kebajikan, janji neraka terhadap orang yang durhaka, janji ketinggian
darjat bagi orang yang berjihad pada jalan Allah s.w.t, janji kekuasaan
di atas muka bumi terhadap orang yang beriman dan beramal salih dan
lain-lain lagi. Di dalam surah an-Nisaa’ ayat 95 Allah s.w.t
menjanjikan ganjaran yang besar kepada orang yang berjihad pada
jalan-Nya. Dalam surah an-Nur ayat 55 Allah s.w.t menjanjikan kepada
orang yang beriman dan beramal salih bahawa mereka akan dijadikan
khalifah di bumi, Dia akan teguhkan agama mereka dan Dia akan hilangkan
ketakutan mereka.
Banyak lagi janji Allah s.w.t yang ada di dalam al-Quran. Janji-janji
Allah s.w.t secara umumnya berkaitan dengan amal, sesuai dengan
sunnatullah yang menguasai perjalanan kehidupan. Ada juga janji secara
khusus kepada orang-orang tertentu, misalnya melalui mimpi atau suara
ghaib. Orang yang beriman dengan Allah s.w.t percaya kepada
janji-janji-Nya. Janji Allah s.w.t menjadi motivasi kepada mereka untuk
bekerja keras, beramal salih dan berjihad pada jalan-Nya. Allah s.w.t
tidak sekali-kali akan memungkiri janji-janji-Nya. Di dalam golongan
yang percaya kepada janji-janji Allah s.w.t itu ada sebagian yang
berpenyakit seperti yang dihidapi oleh sebilangan orang yang berdoa
kepada Allah s.w.t. Orang yang berdoa membuat tuntutan dengan doanya
dan orang yang percaya kepada janji Allah s.w.t membuat tuntutan dengan
amalnya, kerana Allah s.w.t berjanji memberinya sesuatu menurut
amalannya.
Contohnya ada orang yang ingin melunasi hutang lantas ia berdoa dengan
keyakinan bahwa do’anya akan di ijabah oleh Allah dan hutangnya akan
lunas, dia berdoa terus tetapi sampai tiba waktunya penagihan hutang
ternyata ia juga belum juga menemukan solusi atas permasalahannya
tersebut, awalnya ia yakin tetapi sampai pas penagihan hutang belum
juga ada solusi lalu ia mulai ragu dengan janji Allah. Ketika ragu
dengan janji Allah maka menurut Ibnu At-Thoilah orang ini akan di
kurangi nikmat keimanannya dengan dikuranginya ketajaman bashiroh
(penglihatan hati) dancahaya hidayah Allah berupa Sariroh akan padam.
Kalau di ibaratkan bahwa basiroh itu adalah matanya hati maka sariroh
adalah cahayanya. Mata hati walaupun terbuka tetap saja tidak
berpfungsi jika tidak ada cahaya, dan hal yang akan mematikan sariroh
adalah meragukan janji-janji Allah dengan selalu menuntut janji Allah
segera terlaksana sesuai kehendaknya.
Hal ini terjadi karena orang yang berdoa tadi menggantungkan harapannya
pada amal dan doa dia bukan pada kehendak Allah, maka ketika kehendak
Allah berbeda dengan kehendak dia maka akan timbul benih keraguan dalam
dirinya terhadap janji-janji Allah. Maka sangat di anjurkan sekali
kita berdoa dengan doa yang di ajarkan Allah kepada Ashabul kahfi, do’a
ini adalah agar kita diberi petunjuk oleh Allah agar kehendak kita
bisa sama dengan kehendak Allah, firman Allah SWT :
“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”
(Al-Kahfi ayat 10)
Ditulisan sebelumnya sudah di bahas mengenai bashiroh (penglihatan hati)
yang berfungsi untuk memahami kebenaran perkara-perkara gaib. Bashiroh
akan terbuka jika seseorang sudah tidak lagi gelisah dengan sesuatu
yang di janjikan Allah yakni rezeki dan memfoukuskan diri untuk
mengabdi kepada Allah artinya mengabdikan diri adalah mefokuskan semua
aspek kehidupan dia untuk beribadah, shalat karena Allah, zakat karena
Allah, puasa karena Allah, bekerja karena Allah, ketika Allah yang jadi
tujuan maka ia sudah tidak lagi mempersolakan berapa imbalan yang ia
akan dapatkan dari Allah. Maka hidup ia akan tenang karena ia yakin
kepada Allah.
Hal yang menutup bashiroh adalah hati yang dikuasai nafsu, maka untuk
membuka bashiroh hal pertama yang harus dilakukan adalah menundukan
nafsu pada Allah, menyerah total pada Allah, menyerahkan pada Allah,
biar Allah yang mengarahkan dan menempatkan nafsu di tempat yang benar,
bukan menyerahkan pada akal karena akan tidak cukup kuat untuk
mengendalikan nafsu. Dan yang akan membutakan mata hati adalah
kesungguhan kita dalam meraih sesutu yang sudah dijamin Allah (yakni
rezeki) sehingga melalaikan kewajiban manusia sebagai seorang hamba.
Hari ini saya belum mengetahui banyak mengenai sariroh, namun hasil
kesimpulan saya dari pada membaca kita al-hikam ibnu At-Thoilah sariroh
atau sir adalah sebuah alat penghubung komunikasi antara Allah sebagai
sang pencipta denga mahkluknya termasuk manusia, mengenai wujud sir itu
hanya Allah yang tau wujudnya seperti apa, ketika seseorang sudah
mendapatkan karunia berupa cahaya sariroh yang Allah berikan lewat
bashiroh (penglihatan hati), maka orang ini akan mengalami kondisi
tauhid yang tinggi, dia akan merasakan bahwa Allah sangat dekat dengan
dia, seperti yang Allah gambarkan dalam firman Allah SWT :
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada
urat lehernya, (Qaff ayat 16)
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (Al-Hadid ayat 4)
Sariroh ini diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang haqqul yakin
mempercayai Allah dan janji-janji Allah, dan ketika ia berdoa agar
doanya di ijabah oleh Allah lalu pada zahirnya doanya tersebut tidak
menjadi kenyataan maka ia tidak akan sedikitpun berkurang keimananya
akan janji-janji Allah, janji-janji Allah di imani betul-betul dan
dijadikan mereka sebagai motivasi bagi mereka untuk beribadah kepada
Allah tanpa ragu sedikitpun dan tanpa mempertanyakan kapan janji Allah
akan terwujud. Yang mematikan cahaya Allah masuk kedalam jiwa manusia
adalah manusia menginginkam kehendak Allah sesuai dengan kehendaknya,
padahal Allah maha tahu apa yang sebenarnya terbaik untuk kita, boleh
jadi apa yang meurut kita baik belum tentu menurut Allah baik, seperti
dalam memilih pasangan hidup boleh jadi menurut kita tidak suka tetapi
itu baik menurut Allah, karena kalau menurut Allah itu baik maka itu
akan memberi manfaat bagi kita, Firman Allah SWT :
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak. (An-Niasa ayat 19)
Bagaimana mungkin seorang hamba akan menuntut kepada Allah dengan doa
dan amalnya sedangkan do’a dan amal yang ia lakukan adalah karunia dari
Allah.
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam (At-Takwir ayat 29)
Memang benar Allah memberikan janji kepada hamba-Nya tapi tidak patut
kiranyanya kalau kita harus menuntut janji Allah kepada karena kalau
Allah mempertanyakan tentang tanggung jawab kita atas nikmat yang Allah
berikan kepada kita nicaya semua amal dan do’a kita tidak ada
apa-apanya dibanding dengan rahmat yang telah Allah berikan kepada
kita. Amal yang kita lakukan hanyalah buih diantara lautan nikmat yang
Allah berikan kepada kita. cukuplah kita meyakini bahwa semua janji
Allah pasti akan ditunaikan oleh Allah sesuai dengan kehendak Allah.
Dan kita jadikan janji Allah itu sebagai motivasi kita untuk lebih giat
lagi dalam taat kepada Allah.
Contohlah para sahabat nabi bagaimana mereka meingmani janji Allah swt.
Suatu saat Nabi Muhamad SAW menerima janji Allah berupa mimpi memasuki
kota Mekah, para sahabat mempercayai bahwa mimpi Rasulullah adalah
mimpi Rasulullah adalah janji Allah kepada Rasulullah dan kaum
muslimin, padahal saat itu kaum muslimin belum terlalu kuat untuk
menaklukan kota mekah yang saat itu dikuasai oleh kaum kafir Qurais,
lalu kaum musliminpun berangkat dari Madinah ke Mekah, ditengah
perjalanan rombongan kaum muslimin di hadang oleh kaum kafir qurais,
mereka tidak mengijinkan Rasulullah dan rombongan memasuki kota Makkah. buntut
dari pertemuan itu tercetuslah sebuah perjanjian antara kaum muslimin
dengan kaum kafir qurais yang disebut dengan perjanjian hudaibiyah, isi
perjanjian tersebut diantaranya adalah kaum muslimin tidak memasuki
kota Mekah pada tahun itu, Rasulullah pun menyetujui isi perjanjian
tersebut, Sahabat Umar bin Khatab dengan Cahaya sir nya meyakini bahwa
mimpi Rasulullah itu adalah sebuah janji Allah maka Umar memaksa Nabi
untuk memasuki kota Mekah walaupun dengan cara berperang, Umar sangat
yakin dengan janji Allah sehingga ia tidak lagi melihat segala rintangan
yang menghadang agar janji Allah segera terwujud. Sedangkan Abu Bakar
yang Nur Sarirohnya lebih sempurna dari Umar lebih sepakat dengan
keputusan Rasulullah menyetujui keputusan Rasulullah menyepakati
perjanjian hudaibiyah.
Abu Bakar adalah orang yang paling beriman setelah Nabi, dia mengetahui
bahwa janji Allah pasti terlaksana, walaupun waktunya aga tertunda,
dia meyakini bahwa tindakan Nabi tidak serta merta menyetujui
perjanjian kalau tidak ada maskud yang terkandung dari tindakan Nabi.
Dan ternyata perjanjian hudaibiyahpun banyak memberi manpaat bagi kaum
muslimin, dimana selama setahun penundaan memasuki kota mekah, umat
islam semakin kuat dan banyak diantara kaum kafir qurais yang masuk
islam selama proses penundaan memasuki kota Mekah, dan pada tahun
berikutnya kaum muslimin pun memasuki kota Mekah dengan aman, dan
akhirnya benarlah apa yang dimimpikan oleh rasulullah, bahwa pada
ahirnya kaum musliminpun bisa memasuki kota mekah, begitulah Rasulullah
dan para sahabat dalam menyikapi janji Allah, mereka menerima janji
Allah sebagai sesuatu yang wajib diyakini dengan cara bertawakal dalam
proses pelaksanaanya, bilamana pada kenyataanya terjadi halangan dalam
pelaksanaan janji Allah yang menyebabkan tertundanya realisasi dari
janji Allah. Mereka tidak menagih janji Allah tetapi sebaliknya
Rasulullah dan para sahabat mengembalikan semua kepada Allah. Ketika
diserahkan sepenuhnya kepada Allah maka Allah anugerahkan Perjanjian
hudaibiyah yang sangat membantu proses perkembangan dakwah islam,
begitulah Allah dalam merealisasikan janji-Nya Allah tidak akan pernah
melupakan janji-Nya.
Peristiwa di atas memberi pengajaran kepada kita tentang Sir. Saidina
Abu Bakar as-Siddik r.a melebihi sahabat-sahabat yang lain lantaran
Sirnya, yaitu Rahsia pada hati nuraninya yang menghubungkannya dengan
Allah s.w.t. Sir yang menguasainya itulah yang menjadikannya as-Siddik.
Beliau r.a dapat membenarkan kebenaran Nabi Muhammad s.a.w tanpa usul.
Beliau r.a membenarkan peristiwa Israk dan Mikraj ketika kebanyakan
kaum Quraisy menafikannya. Abu Bakar r.a bukanlah seorang dungu yang
bertaklid secara membuta tuli. Tetapi, apa yang sampai kepadanya diakui
oleh Sirnya yang memperolehi pengesahan daripada Allah s.w.t. Cahaya
kebenaran yang keluar daripada Rasulullah s.a.w dan cahaya kebenaran
yang keluar dari Sir Abu Bakar r.a adalah sama, sebab itulah Abu Bakar
r.a membenarkannya tanpa usul dan tanpa meminta bukti. Bukti apa lagi
yang diperlukan apabila Sir telah mendapat jawapan daripada Allah
s.w.t. Sir atau Rahsia Allah s.w.t itulah yang tidak bercerai tanggal
daripada Allah s.w.t, sentiasa. menghadap kepada Allah s.w.t dan mendengar Kalam Allah s.w.t. Sir itulah yang mengenal Allah s.w.t
Kemurnian Sir Abu Bakar as-Siddik r.a ternyata lagi ketika kewafatan
Rasulullah s.a.w. Umar r.a yang dikuasai oleh iman yang sangat kuat
yang melahirkan cinta yang mendalam terhadap Rasulullah s.a.w, Kekasih
Allah s.w.t, dikuasai kecintaan itu, beliau r.a mahu memancung kepala
sesiapa sahaja yang mengatakan Rasulullah s.a.w sudah wafat. Tetapi,
Abu Bakar r.a, yang kecintaannya terhadap Rasulullah s.a.w mengatasi
kecintaan Umar r.a mampu mengatakan, “Sesiapa yang menyembah Muhammad
maka sesungguhnya Muhammad sudah wafat. Sesiapa yang menyembah Allah
s.w.t maka Allah s.w.t tidak akan wafat selama-lamanya!” Begitulah
murninya cahaya atau nur yang diterima oleh Abu Bakar r.a di dalam
hatinya yang dipancarkan oleh Sir. Tidak salah jika dikatakan sekiranya
mahu memahami hakikat Sir maka fahamilah diri Saidina Abu Bakar as-
Siddik r.a. Mengenali beliau r.a membuat seseorang mengenali
tanda-tanda Sir. by. http://filsafat.kompasiana
0 komentar:
Posting Komentar