Pandangan Islam Mengenai Mencium Tangan dan Membungkukkan Badan
Pertama, masalah cium tangan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan,
“Tentang cium tangan dalam hal ini terdapat banyak hadits dan riwayat
dari salaf yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits tersebut
shahih dari Nabi. Oleh karena itu, kami berpandangan bolehnya mencium
tangan seorang ulama (baca:ustadz atau kyai) jika memenuhi beberapa
syarat berikut ini.
1. Cium tangan tersebut tidaklah dijadikan sebagai kebiasaan.
Sehingga pak kyai terbiasa menjulurkan tangannya kepada murid-muridnya.
Begitu pula murid terbiasa ngalap berkah dengan mencium tangan gurunya.
Hal ini dikarenakan Nabi sendiri jarang-jarang tangan beliau dicium oleh
para shahabat. Jika demikian maka tidak boleh menjadikannya sebagai
kebiasaan yang dilakukan terus menerus sebagaimana kita ketahui dalam
pembahasan kaedah-kaedah fiqh.
2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai kyai.
2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai kyai.
3. Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang
sudah diketahui semisal jabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal
yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan
adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana
terdapat dalam beberapa hadits. Oleh karena itu, tidaklah diperbolehkan
menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang
status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan (Silsilah Shahihah
1/159, Maktabah Syamilah). Akan tetapi perlu kita tambahkan syarat keempat yaitu ulama yang
dicium tangannya tersebut adalah ulama ahli sunnah bukan ulama pembela
amalan-amalan bid’ah.
Kedua, membungkukkan badan sebagai penghormatan
ŘšَŮْ ŘŁَŮَŘłِ بْŮِ Ů َاŮِŮٍ ŮَاŮَ ŮُŮْŮَا Ůَا ŘąَŘłُŮŮَ اŮŮَّŮِ ŘŁَŮَŮْŘَŮِ٠بَŘšْŘśُŮَا ŮِبَŘšْŘśٍ ŮَاŮَ « Ůاَ ». ŮُŮْŮَا ŘŁَŮُŘšَاŮِŮُ بَŘšْŘśُŮَا بَŘšْŘśًا ŮَاŮَ Ůاَ ŮَŮَŮِŮْ ŘŞَŘľَاŮَŘُŮا
Dari Anas bin Malik, Kami bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah,
apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada orang yang dia
temui?”. Rasulullah bersabda, “Tidak boleh”. Kami bertanya lagi, “Apakah
kami boleh berpelukan jika saling bertemu?”. Nabi bersabda, “Tidak
boleh. Yang benar hendaknya kalian saling berjabat tangan” (HR Ibnu
Majah no 3702 dan dinilai hasan oleh al Albani).
Dari uraian di atas semoga bisa dipahami dan dibedakan antara amalan
yang dibolehkan oleh syariat Islam dan yang tidak diperbolehkan. by.http://jejakjejakjejak
0 komentar:
Posting Komentar