Jumat, 25 Januari 2013

Perlunya Taqarrub (Pendekatan Diri Kepada Allah)

Lima Sarana Taqarrub kepada Allah

Taqarrub berarti pendekatan diri kepada Allah. Ia merupakan tujuan utama kehidupan para sufi. Karenanya mereka berusaha maksimal  melaksanakan kefarduan, yang disunatkan, termasuk memperbanyak zikrullah.

Allah memberikan ‘peluang’ untuk mendekatkan diri kepada-Nya karena Ia dekat dengan hamba-Nya.”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku” (QS al-Baqarah 186)”. Dan Kami lebih dekat kepadanya aripada rat lehernya” (QS Qaaf 16).

Ayat terakhir ini menurut Quraish Shihab tidak dapat dipahami bahwa Allah menyatu dengan diri manusia, sebagaimana dipahami sementara kaum sufi (harus ada pemisahan antara Khalik-makhuk), karena kedekatan di sini dimaksudkan kedekatan ilmu-Nya.

Perlunya taqarrub itu juga didukung hadis Qudsi “Bila hamba-Ku mendekati-Ku sejengkal Aku mendekatinya sehasta, bila mendekati-Ku sehasta Aku mendekatinya sedepa, bila sedepa Aku mendekatinya sepuluh depa”. “Bila hamba mendekati-Ku dengan melaksanakan kefardhuan dan yang disunatkan, Akupun mencintainya sehingga segala gerak-geriknya dalam bimbingan-Ku”.

Ayat dan hadis Qudsi di atas berisi anjuran taqarrub, sejalan kandungan ayat 56 al-Zariyat; jin dan manusia  dicipta agar beribadah kepada Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, mahdhah dan ghairu mahdhah.

Mahdhah adalah melaksanakan ibadah murni yang ditentukan Allah bentuk kadar waktu seperti salat. Ghairu mahdhah, segala aktivitas lahir-batin dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga menurut Quraish Shihab hubungan seks dapat menjadi ibadah jika dilakukan sesuai ketentuan agama.

Berdasar hal ini maka ibadah dan taqarrub kepada Allah adalah tugas/ kewajiban, agar kita makin dekat dengan-Nya. Kedekatan dengan-Nya memudahkan memohon sesuatu: agar diampuni, diberi kesehatan, diberi rezeki yang halal, cepat dikabulkan oleh-Nya. Bagaimana sarana untuk taqarrub yang dibenarkan syara’. Inilah yang akan  diuraikan berikutnya.

Sarana taqarrub diartikan alat yang digunakan bagi kepentingan pendekatan diri kepada Allah. Dalam kajian akidah  diistilahkan dengan wasilah (sarana) sebagaimana kandungan ayat 35 surah al-Maidah: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya (wasilah), dan berjihadlah di jalan-Nya supaya kamu mendapat keberuntungan”.

Quraish Shihab ketika menafsirkan ayat ini mengatakan, bahwa banyak cara/sarana yang dibenarkan syara’ yang dapat digunakan bagi kepentingan pendekatan diri kepada Allah.

Al-Jazairi menyebutnya al-wasail al-masyru’ah. Dalam kitab Aqidat al-Mukmin ia mencatatkan 16 al-wasail al-masyru’ah itu,  yaitu: iman, salat, puasa, sedekah, haji, umrah, jihad/ siaga di jalan Allah, membaca Alquran, berzikir dan bertasbih, membaca salawat atas Nabi, istigfar, doa, mendoakan orang-orang mukmin, membaca asma al-Husna (nama-nama Allah), mengerjakan kebaikan secara mutlak, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan.

Dalam tulisan ini  dikemukakan lima saja di antaranya yaitu iman atau beriman kepada Allah dan apa saja yang diperintahkan mengimaninya; malaikat kitab Rasul kiamat dan takdir. Iman adalah perbuatan paling utama dan sarana paling mulia bagi mendekatkan diri kepada Allah.

Tentu saja iman yang dibuktikan dengan ketaatan (amal saleh), sehingga Alquran  menggandengkan penyebutan keduanya. Menurut Nabi ketaatan (baca: amal saleh)  tolok-ukur iman, iman akan meningkat kualitasnya dengan bertambahnya ketaatan dan akan menurun harkat/marabatnya jika berkurangnya ketaatan.

Salat, fardu maupun sunat merupakan amal paling utama dan dicintai Allah. Ketika ditanya tentang amal yang paling dicintai, Nabi menjawab; ‘salat pada waktunya’.

Salat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar, bila tidak, maka kualitas salatnya perlu dipertanyakan. Puasa, bagi orang yang mencari kedekatan dengan Allah hendaklah  berpuasa, sarana pendidikan pengendalian diri dari bujukan hawa-nafsu yang diumpamakan al-Gazali bagai himar yang liar.

Salah-satu cara menjinakkannya adalah membuatnya lapar melalui ibadah puasa. Suatu ketika Abu Amamah menemui Nabi memohon amal yang membawa masuk surga. Nabi bersabda; ‘puasalah kalian, karena pahalanya tidak ada bandingannya’. Bersedekah dengan harta yang baik disertai ketulusan hati,  merupakan sarana  paling mudah bagi mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam beberapa hadis sahih Rasul bersabda; ‘Jauhilah api neraka walau dengan bersedekah sebiji kurma’. ‘Sedekah itu menolak datangnya bala’. Bersedekah mengangkat statusnya menjadi dermawan, yang dinilai dekat Allah, manusia dan surga, kemudian jauh dari neraka.

Berhaji, sebuah cara dan sarana terbaik pendekatan diri kepada Allah. Rasul bersabda:‘Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga’. berhaji dinilai sama pahalanya dengan membiayai perang fi sabilillah’.

Ketika tawaf di seputar Kabah, demikian menurut Ali Syariati, berarti mengelilingi Allah pemelihara Kabah dan bertemu dengan-Nya melalui bacaan zikir dan tasbih, yang  menunjukkan kedekatan hamba dengan Allah ketika berhaji.

Kesimpulan, banyak sarana yang dapat digunakan untuk taqarrub kepada Allah, yang intinya, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya berdasarkan iman yang dibuktikan ketaatan (amal saleh). “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan  beramal saleh, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggalnya’(QS.al-Kahfi 107).

Wallahu a’lam bi al-Shawab.
Oleh : H Murjani SaniDosen Fakultas Ushuluddin/Ketua Umum MUI Kota Banjarmasin

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution