Kamis, 31 Januari 2013

Ulang Tahun, Panjang Umur?

Tahun Baru dan Jatah Usia

Begitulah waktu, Ia berjalan sesuai dengan karakteristiknya, Berlalu sesuai dengan tabiatnya, Yakni cepat terlewat tanpa terasa dan tidak pernah dapat kembali. TAHUN baru, sebagai mana tradisi ulang tahun, bagi mereka mungkin dianggap sebagai wujud panjang usia yang berarti pula bertambahnya kesempatan hidup. Karenanya, mereka merasa harus merayakannya semeriah dan seheboh mungkin. Padahal, pada hakikatnya pertambahan tahun bukan berarti bertambahnya kesempatan hidup. Tapi sebaliknya, merupakan pengurangan jatah usia. Itu berarti, bertambah waktu sebetulnya, hanya mendekatkan kita pada titik takdir kematian. 


Waktu Adalah Kehidupan 

Imam Hasan al-Bashri pernah berkata, ’’Tidaklah sebuah hari itu berlalu kecuali setiap terbit matahari ada seruan: Hai anak cucu Adam, Aku adalah ciptaan yang baru, aku menjadi saksi atas perbuatanmu, maka berbekallah dariku, karena sesungguhnya aku, jika telah berlalu, tidak akan kembali sampai datang hari kiamat nanti’’. Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna juga mengungkapkan, ’’Waktu adalah kehidupan. Kehidupan manusia adalah waktu yang dilaluinya dari mulai ia lahir sampai ia meninggal dunia’’. Karena itu, menurut Yusuf Qaradhawi, menyia-nyiakan waktu, walau hanya seperseribu detik sekalipun, sama halnya dengan menyia-nyiakan kehidupan. Bagi seorang Muslim, sedetik saja ia tidak dapat memanfaatkan waktunya, akan kehilangan sebagian dari kehidupannya. 

Ungkapan bijak itu masih senada dengan hikmah yang dilontarkan Imam Hasan al-Bashri ketika mengatakan, ’’Hai anak cucu adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan dari hari-harimu. Maka setiap kali hari itu berlalu maka berlalu juga sebagianmu’’. 

Allah SWT dalam Alquran banyak bersumpah dengan waktu atau masa. Seperti, Demi masa dalam surat Al 'Ashr, Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, dan Demi waktu malam. Sebuah sumpah yang dinisbatkan dengan sesuatu menunjukkan bahwa sesuatu itu sangat penting. Tentunya sumpah-sumpah Allah dalam al-Quran di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah waktu. 

Dengan cara itu, Allah secara implisit memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk memperhatikan dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli tafsir (mufasirin), bahwa tujuan Allah bersumpah dengan makhluk-Nya adalah agar mendapatkan perhatian tentang masalah tersebut dan manfaat apa yang akan dihasilkan. 

Rasulullah SAW pun menguatkan dengan bersabda: ’’Tidak akan lewat tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat perkara yakni tentang jatah umurnya yang ia habiskan di dunia, masa mudanya yang telah ia lewatkan, hartanya dari mana didapatkan dan bagaimana dikeluarkan, tentang ilmunya sejauhmana ia amalkan’’. (HR. al Bazzar dan at Thabrani) 

Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda: ’’Seorang yang memiliki akal sehat akan membagi waktunya menjadi empat bagian yakni waktu ketika ia bermunajat kepada Rabbnya, waktu ia berintrospeksi, waktu mentafakkuri ciptaan Allah Swt, dan waktu ia makan dan minum’’. 

Seorang muslim sejati ketika ia memulai harinya akan membukanya dengan salat. Lalu ketika ia mengakhirinya, akan ditutup dengan salat pula. Ia membukanya dengan salat subuh dan menutupnya salat Isya. Tidak ada sedikitpun waktunya terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebab, ia sadar waktu yang dilaluinya kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. 

Dengan bertambahnya tahun, secara angka usia seorang manusia memang bertambah. Tapi secara jatah umur, sebetulnya kesempatan hidupnya makin berkurang. Kalau jatah usianya 60 tahun dan pada 2010 usianya mencapai 55 tahun, ia hanya mempunyai sisa hidup di dunia tinggal 5 tahun. 

Sebegitulah sisa kesempatan yang dia miliki untuk mempersiapkan diri menghadap Allah kelak. Apakah akan dia gunakan untuk beribadah kepada Allah atau justru bermaksiat kepada-Nya. (QS. Al-Insyiqaq, 84:6). Dengan demikian, pergantian tahun bagi seorang Muslim merupakan momentum untuk ber-muhasabah (introspeksi) dan merencanakan masa depan selanjutnya. Layaknya seorang akuntan dalam sebuah perusahaan yang menghitung untung-rugi perusahaannya selama satu tahun. 

Namun demikian, bagi seorang muslim ber-muhasabah tidak harus menunggu selama satu tahun. Karena sesuai dengan substansi akidahnya, ia akan berusaha untuk ber-muhasabah setiap hari dan setiap saat. Umar bin Khattab berkata, ’’Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab’’. 

Bila telah datang waktu malam, Umar RA selalu bertanya, ’’Apa yang telah aku kerjakan pada hari ini’’. Dan ia menjadikan kebiasaan itu sebagai muhasabah hariannya. Tidak hanya memuhasabahi amalannya, tapi juga merencanakan masa depan. 

Masa depan ini pun, bagi seorang Muslim yang paling hakiki adalah kehidupan di akhirat. Masa depan duniawi yang juga harus menjadi cita-citanya hanyalah perantara yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan akhirat. 

Dalam menyikapi waktu, Yusuf Qaradhawi menasehatkan tiga hal. 

Pertama, memandang masa lalu sebagai bahan introspeksi sebagaimana firman Allah SWT, ’’Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)’’. (QS. Ali Imran: 137) 

Kedua, merencanakan masa depan. Di antara karakteristik masa depan adalah gaib dan terjadi dengan tiba-tiba, walau orang-orang mengira kejadiannya akan terjadi beberapa tahun lagi. Firman Allah ’’Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yag telah diperbuatnya untuk hari esok’’. (QS. Al Hasyr:18). 

Ketiga, lebih memaksimalkan diri pada masa sekarang atau yang sedang terjadi. Rasulullah bersabda: ’’Seandainya akan tiba hari kiamat dan di tangan kalian terdapat bibit korma, maka bila kamu sanggup sebelum datangnya kiamat untuk menanamnya maka tanamlah’’. 

Artinya dalam beramal saleh, setiap Muslim harus maksimal dalam menuntaskan pekerjaannya. Ia juga harus senantiasa optimistis karena setiap amalnya itu akan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Sekalipun menurut hitungan manusiawi, hasil pekerjaannya akan hancur lantaran sebentar lagi akan datang kiamat. Minimal, ia sudah mendapatkan kebaikan lantaran telah memanfaatkan waktu untuk berbuat baik. Wallahu a'lam.

(Ketua Fraksi PKS DPRD Bandarlampung)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution