Mempertanyakan Ukhuwah Kita
Ukhuwah berasal dari akar kata yang pada mulanya berarti “perhatian”.
Makna ini memberi kesan, bahwa persaudaraan mengharuskan adanya
perhatian semua pihak yang merasa bersaudara. Secara majaziy, kata
ukhuwah (persaudaraan) mencakup persamaan salah satu unsur seperti suku,
agama, profesi, dan perasaan.
Dalam Al-Qur’an terdapat 52 kata ukhuwah. Dari sekian kata ukhuwah dalam Al-Qur’an dapat difahami, bahwa kata ukhuwah berarti :
1, Saudara kandung atau saudara seketurunan. (lihat QS An Nisa’: 23).
2, Saudara yang dijalin oleh ikatan keluarga. Seperti doa Nabi Musa yang diabadikan Al-Qur’an surah Thoha : 29
3, Saudara dalam arti sebangsa walaupun tidak seagama. (lihat QS Al A’raf : 65).
4, Persaudaraan seagama. (QS Al Hujurat : 10).
Rasulullah SAW ketika haji wada’ telah menegaskan betapa pentingnya persaudaraan sesama muslim. Ini sesuai pidatonya yang cukup terkenal : Wahai manusia, sesungguhnya Tuhanmu satu, yaitu Allah SWT yang maha Esa, sesungguhnya nenek moyang kamu satu, yaitu Adam as. Kamu semua dari Nabi Adam, dan Nabi Adam dijadikan dari tanah. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah di Akhirat nanti adalah yang paling taqwa di antara kamu sekalian. Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan non Arab, kecuali karena ketaqwaanya kepada Allah.
Rasulullah SAW juga bersabda : Perumpamaan antara orang mukmin dengan sesama mukmin dalam berkasih sayang dan saling mencintai bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, tentu seluruh anggota tubuh lainnya merasakan sakit juga. Dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda : Perumpamaan orang mukmin dengan mukmin lainnya, bagaikan satu tembok yaitu antara satu tembok dengan tembok yang lain saling menguatkan, sehingga tidak mudah roboh.
Pada masa Rasulullah, orang bertanya kepada orang lain tentang agamanya. Jika orang yang ditanya tersebut menjawab : saya orang muslim, maka yang bertanya tadi akan menjawab : “Anda adalah saudara saya”.
Begitu akrabnya orang-orang Islam pada waktu itu, tanpa dihalangi olrh perbedaan suku dan ras, bahkan perbedaan warga negara.
Untuk memantapkan ukhuwah tersebut Al –Qur’an memberikan beberapa petunjuk sebagai berikut :
a. Islam memberikan konsep khalifah, yaitu sama-sama sebagai khalifah Allah di atas muka bumi.
b. Untuk mewujudkan persaudaraan anta pemeluk agama, Islam memperkenalkan ajaran : lakum diinukum waliya diin ( Bagimu agamamu dan bagiku agamaku).
c. Untuk memantapkan persaudaraan antar sesama muslim, Al-Qur’an pertama kali menggaris bawahi perlunya menghindari segala macam sikap lahir bathin yang dapat memperkeruh hubungan di antara mereka. (lihat QS al Hujurat : 11)
d. Untuk memantapkan ukhuwah dalam menghadapi perbedaan pemahaman dan pengamalan agama terdapat tiga konsep :
1. Tanawu’ al ibaadah, yaitu mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam bidang pengamalan agama, yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan, selama semuanya merujuk kepada Rasulullah. Kita tidak perlu meragukan pernyataan ini, karena dalam konsep yang dikenalkan ini, agama tidak menggunakan pertanyaan berapa 5+5?, melainkan jumlah 10 itu hasil penambahan berapa dtambah berapa?
2. Al Mukhti’u fi al ijtihad lahu ajrun (yang salah dalam berijtihad mendapat pahala). Ini berarti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama’, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi pahala oleh Allah.
3. Laa hukma lillah qabla ijtihad al mujtahid. Berarti hasil ijtihad itulah yagn merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda. Sama halnya gelas-gelas kosong yang disediakan oleh tuan rumah dengan berbagai macam minuman. Tuan rumah mempersilakan masing-masing tamunya memilih minuman yagn tersedia sesuai selera masing-masing tamu. Tamu tidak bisa disalahkan karena pilihannya berbeda-beda.
Lalu ke mana ukhuwah kita yang digariskan oleh Al-Qur’an dan Al Hadist? Memang tidak mudah mewujudkan konsep ukhuwah yang diberikan oleh Islam, karena beberapa faktor.
1. Faktor kelompok keagamaan. Ada kelompok Syiah, ada kelompok Sunni, ada NU, ada Muhammadiyah dan kelompok-kelompok keagamaan lainnya. Yang bisa jadi memiliki kepentingan masing-masing.
2. Faktor ketidaktahuan tentang ajaran Islam. Sempitnya wawasan keagamaanya. Atau mungkin tahu sebagian saja, lalu dijadikan sebuah faham yang paling benar, sehingga yang lain yang berbeda dengan dia, dia anggap salah. Bahkan memfonis sudah keluar dari ajaran Islam.
3. Faktor politik. Beda partai. Kita masih ingat bagaimana sejarah perang Shiffin, antara Muawiyah dan Ali bin Abi Tholib. Yang menewaskan ribuan kaum muslimin akibat perang saudara ini.
4. Faktor Nasionalisme. Kita anggap negara lain walaupun mayoritas Islam karena di negara lain, mereka kita anggap musuh. Kita lihat kejadian perang antara Iraq dengan Iran, berperang kurang lebih selama 10 tahun.
Mudah-mudahan Allah bisa mempersatukan kita, menjadikan muslim
yang bisa hidup dengan bersaudara, walaupun beda faham, beda partai,
beda bangsa dan perbedaan-perbedaan yang lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar