Estapet Pahala
Rasulullah saw bersabda: "Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orangtuanya." (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra)
Hadist di atas memiliki pesan makna yang baik dalam memotivasi seorang muslim untuk meningkatkan kualitas ibadahnya mencari ridho Allah swt. Sebagai makhluk yang pasti akan mati, tanpa kecuali ia seorang presiden, pengusaha, student dan rakyat biasa, tetaplah akan menerima kenyataan hidup yang akan berakhir dengan kematian. Hal ini sesuai dengan firman Allah, al Qur'an surah Ali Imran ayat 185: "Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati".
Masalahnya, setelah kehidupan dunia berakhir, mampukah amal ibadah selama di dunia menjadi penolong dari siksa kubur sampai datangnya hari qiamat?. Kemanakah manusia tadi akan dimasukkan, ke syurga atau ke neraka? "Tepuk dada Tanyalah iman", inilah yang perlu direnungkan dari setiap langkah dan detik kehidupan manusia, dimana saja ia berada dan dalam kondisi apapun.
Sabda Rasulullah di atas merupakan bagian dari sekian banyak solusi untuk menolong seorang manusia dari siksa kubur dan api neraka. Berangkat dari interpretasi hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ra di atas, ada tiga prestasi bagi seorang muslim yang telah wafat namun pahalanya tetap mengalir.
Pertama. Sedekah Jariyah, bisa diartikan dengan wakaf atau pemberian dengan bentuk materi. Muslim yang dermawan, mengeluarkan sebagian hartanya untuk kemaslahatan dan kebaikan maka sedekahnya itu akan memberikan faedah buat dirinya pribadi dan orang lain. Dengan bersedekah dan mewakafkan sebagian hartanya, ia telah menabung pahala untuk kehidupan setelah mati dan estapet pahala akan terus berlangsung sebab kebaikannya masih difungsikan oleh manusia di dunia. Dan bukan itu saja, kemudian Allah swt melipatgandakan satu kebaikan itu dengan sepuluh kebaikan.
Misalnya, bantuan biaya pendidikan. Seorang pelajar yang mendapatkan sedekah jariyah berbentuk uang, buku dan material lainnya sungguh membantu kelanjutan studi mereka. Bentuk sosial ini menurut penulis akan berdampak positif dan multi fungsi. Pertama, si pelajar mendapatkan konsentrasi dalam belajar karena tidak "terbebani" fikiran untuk menutupi segala kebutuhannya, dan kelak ia akan terus mengenang dan mentauladani karakter penderma tersebut. Tentunya ini sebuah kesinambungan yang baik. Kedua, penderma akan mendapat estapet pahala dari Allah swt dan Allah akan melepaskan satu kesulitan seorang muslim di akhirat nanti karena muslim tersebut pernah melepaskan kesulitan seorang hamba Allah ketika di dunia. Estapet pahala dari misal di atas dipahami dengan pemanfaan biaya pendidikan oleh si pelajar, maka harta yang telah disedekahkan menjadi amalan- pahala yang kemudian mengalir walaupun si penderma telah wafat.
Atau, bentuk pemberdayaan sumber daya manusia. Misalnya, seorang muslim telah ikut serta dalam pembangunan sebuah panti asuhan, mesjid, sekolah, dan lainnya. Kemudian panti asuhan difungsikan manusia sebagai tempat untuk menampung anak-anak terlantar dan lainnya, maka pahala kebaikan itu akan terus mengalir sekalipun si penderma berada di alam kubur. Berapa banyaknya manusia yang dapat berlindung dan mendapatkan kasih saying di tempat itu silih berganti, begitu jugalah pahala itu terus mengalir. Allahu Akbar, sungguh sebuah estapet pahala yang tidak akan terputus kecuali setelah sejarah manusia ini selesai-qiamat.
Beberapa hikmah bagi orang-orang yang telah menafkahkan sebagian hartanya untuk kebaikan, yang penulis kutip dari sebagian firman Allah swt dan sabda Nabi Muhammad saw.
"Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah itu seperti sebuah biji yang menumbuhkan tujuh ranting dan setiap ranting itu memiliki seratus biji. Dan Allah melipatgandakan pahala itu bagi siapapun yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas KaruniaNya lagi Maha Mengetahui." (al Qur'an surah al Baqarah, ayat 261).
Dari sebuah hadist Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ahmad ra dikisahkan: Ketika Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Kemudian Allah pun menciptkan gunung, dengan kekuatan yang telah diberikan kepada gunung ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran akan penciptaan gunung tersebut, dan bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada gunung?" Allah menjawab, "Ada, yaitu besi'. Para malaikat bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada besi?" Allah swt menjawab, "Ada, yaitu api". Kemudian para malaikat bertanya kembali, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada api?" Allah pun menjawab, "Ada, yaitu air". "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" tanya para malaikat kembali. Allah pun menjawab, "Ada, yaitu angin". Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?" Allah Yang Maha Agung menjawab, "Ada, yaitu amal anak cucu Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Begitulah kisah di atas menceritakan kepada manusia betapa orang-orang yang bersedekah merupakan orang-orang yang memiliki keutamaan. Sehingga Allah memberikan perbandingan dari sebuah bumi, gunung, besi, api, air dan angin dengan seorang hamba yang hanya bersedekah. Demikianlah kehebatan gunung, air, api, angin dan bumi namun semuanya tiada sebanding dengan sedekahnya seorang muslim yang ikhlas dan tidak riya.
Ketika para sahabat hendak pergi ke medan perang (perang Tabuk), Rasulullah menyerukan mereka untuk mengeluarkan sebagian harta dalam membantu peperangan itu, seruan itu dilaksanakan oleh Abdurrahman bin Auf ra dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya Rasulullah, hartaku hanya delapan ribu dirham, empat ribu aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu lagi aku serahkan di jalan Allah." Rasul menjawab, "Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," Kemudian datang Usman bin Affan ra dan berkata, "Ya, Rasulullah saya akan melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang kekurangan peralatan," Adapun Ali bin Abi Thalib ra ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ali pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham waktu siang, dan satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.
Kedua. Ilmu yang bermanfaat. Dalam perspektif islam hal ini tidak membatasi kepada ilmu agama saja, melainkan segala disiplin ilmu pengetahuan yang tidak mengajarkan manusia kepada kemaksiatan. Seorang guru yang mengajarkan satu disiplin ilmu kepada muridnya, maka, selama si murid terus berbuat baik dan mengamalkan ilmu yang diperoleh dari gurunya, selama itu pula mengalirnya pahala untuk gurunya walaupun si guru telah wafat mendahuluinya. Apalagi jika pengajaran itu turun menurun sampai hari qiamat, selama itu juga pahalanya akan mengalir.
Begitu mulianya seorang muslim yang berpengetahuan, sehingga Allah pun mengangkat derajat mereka. Allah berfirman dalam surah Almujadalah ayat 11, "Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang berilmu pengetahuan". Penulis pada term kedua ini lebih terinspirasi dalam menelaah hadist Nabi tentang ilmu yang bermanfaat tersebut. Dan menjadi estapet pahala sebab banyak hadist-hadist Rasulullah saw yang menerangkan keutamaan ilmu.
Misalnya, dalam sebuah riwayat dikisahkan, kaum Anshar bertanya kepada Rasulullah saw. "Wahai Rasulullah, jika ada orang yang wafat bertepatan dengan acara majlis ulama, manakah yang lebih berhak diperhatikan?". Maka Rasulullah menjawab, "Jika telah ada orang yang menghantar dan menguburkan jenazah itu, maka menghadiri majlis ulama lebih utama daripada melayat seribu jenazah. Bahkan lebih utama daripada menjenguk seribu orang sakit, atau shalat seribu hari seribu malam, atau sedekah seribu dirham pada fakir miskin, ataupun seribu kali berhaji; bahkan lebih utama daripada seribu kali berperang di jalan Allah dengan jiwa dan ragamu. Tahukah engkau bahwa Allah dipatuhi dengan ilmu, dan disembah dengan ilmu pula? Tahukah engkau bahwa kebaikan dunia dan akhirat adalah dengan ilmu, sedangkan keburukan dunia dan akhirat adalah dengan kebodohan?" (Imam Al Ghozaly dalam kitabnya Ihya u 'ulumuddin)
Khalifah Ali bin Abi Thalib ra- sahabat Rasul yang dijuluki gerbangnya ilmu dan sangat terkenal kebijakannya berkata: "Barangsiapa sedang mencari ilmu, maka sebenarnya ia sedang mencari syurga, dan barangsiapa mencari kemaksiatan, maka sebenarnya ia sedang mencari neraka." Jadi tidak diragukan lagi, barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan baginya jalan untuk menuju syurga.
Selanjutnya Khalifah Ali ra berkata. "Tiada kekayaan lebih utama daripada akal. Tiada kepapaan- kemiskinan- lebih menyedihkan daripada kebodohan dan tiada warisan lebih baik daripada pendidikan". Maka layaklah predikat ilmu yang bermanfaat mendapat posisi sebagai estapet pahala dan estapet ilmu. Dan prestasi bagi yang mengamalkannya.
Beberapa jawaban dari khalifah Ali ra ketika ditanya tentang keutamaan ilmu dengan harta: "Ilmu lebih utama daripada harta, sebab Ilmu adalah pusaka para Nabi, sedangkan harta adalah pusaka Karun, Fir'aun, dan lain-lain." "Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu menjagamu sedangkan harta malah engkau yang harus menjaganya."
"Harta itu bila engkau tasarrufkan (berikan) menjadi berkurang, sebaliknya ilmu jika engkau tasarrufkan akan bertambah."
"Ilmu lebih utama daripada harta, karena di akhirat nanti pemilik harta akan dihisab, sedangkan orang berilmu akan memperoleh syafa'at."
"Ilmu lebih utama daripada harta, karena pemilik harta bisa mengaku menjadi Tuhan akibat harta yang dimilikinya, sedang orang yang berilmu justru mengaku sebagai hamba karena ilmunya."
"Harta akan hancur berantakan karena lama ditimbun zaman, tetapi ilmu tidak akan rusak dan musnah walau ditimbun zaman."
"Harta membuat hati seseorang menjadi keras, sedang ilmu malah membuat hati menjadi bercahaya."
"Prof. Dr. Hamka berkata. Ilmu itu tiang untuk kesempurnaan akal, bertambah luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia. Bertambah sempit akal, bertambah sempit pula hidup, bertambah datanglah celaka.
" Ketiga. Anak sholih yang mendo'akan orangtuanya. Pada dasarnya anak merupakan bagian dari matahati orangtua. Adalah lebih dominan estapet pahala itu berlangsung dari hubungan anak dan orangtua, sebab anak merupakan darah daging orangtua. Merupakan penyenang dan penyejuk hati. Allah berfirman,"Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikan kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa". (Qur'an surah al Furqon, ayat 74)
Tiada pengharapan yang paling tinggi dari orangtua terhadap anaknya kecuali si anak taat kepada Allah dan Rasulullah. Wasiat Nabi Luqman as dapat dijadikan referensi dalam hal ini. Luqman berkata: "Hai anak-anakku, janganlah engkau mensekutukan Allah, sesungguhnya syirik-sekutu- itu merupakan kezaliman yang besar". Kemudian Nabi Ya'kub as juga berwasiat. "Apa yang akan kalian sembah setelah aku tiada?".
Namun timbul pertanyaan, adakah anak-anak tersebut mendo'akan orangtuanya? Dan tahukah mereka cara mendo'akannya? Apa langkah yang tepat untuk mendidik anak menjadi si buah hati yang bertaqwa dan berpendidikan?
Pertanyaan di atas memiliki dua jawaban. Tentulah pendidikan agama islam sejak kecilnya merupakan perioritas yang utama, dan pendidikan umum menjadi perioritas kedua setelah agama. Adapun lingkungan keluarga yang islami menjadi cerminan anak yang utama pula. Lingkungan ini merupakan lembaga pendidikan terpenting dalam membentuk kepribadiannya. Sedangkan lingkungan bermasyarakat dan sekolah menjadi lingkungan kedua.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda,
"Sesungguhnya Allah ta'ala akan
mempertanyakan pada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah
ia menjaganya ataukah menyia-nyiakannya? Hingga seseorang akan bertanya
kepada keluarganya". (HR Ibnu Hibban, Ibnu Ady dalam al Kamil, dan Abu
Nu'aim dalam al Hilayah dan dishohihkan oleh al Hafizh dalam al Fath
13/133).
Rasulullah bersabda, "Bertaqwalah kalian kepada Allah dan berbuatlah adil terhadap anak-anak kalian". (HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim ra)
Firman Allah swt dalam surah at Attahrim ayat ke enam berpesan: "Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan".
Prestasi ketiga ini merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua dalam mendidik anak-anak. Sebab anak merupakan harapan di masa yang akan datang dan amanah dari Allah swt. Penulis berharap, kewajiban dalam mendidik anak harus menjadi perhatian utama. Sebab "menelantarkan" mereka berarti menelantarkan amanat dan kepercayaan Allah swt. Kehancuran anak-anak berarti kehancuran umat, bangsa, keluarga, dan orangtua. Sedangkan mendidik mereka adalah cahaya masa depannya, keluarga, bangsa, umat dan orangtuanya yang cerah serta mengangkat derajat dirinya dan kedua orangtuanya di syurga.
Rasulullah saw bersabda,
" Akan diangkat
derajat seorang hamba yang sholih di Syurga. Lalu ia akan
bertanya-tanya: Wahai Allah, apa yang membuatku begini?" kemudian
dikatakan kepadanya, Permohonan ampun anakmu untukmu". (HR Ahmad, dari
Abu Hurairah ra).
Dengan terpenuhinya kedua disiplin ilmu di atas tadi, penulis yakin bahwa estapet pahala patut diberikan kepada orangtua sebagai pendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai agama dan kewaspadaan hidup di dunia. Sehingga perioritas muslim berprestasi layak juga diberikan kepada orangtua.
Allah berfirman.
"Dan orang-orang yang
beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami
hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi
sedikitpun dari pahala amal mereka, tiap-tiap manusia terikat dengan apa
yang dikerjakannya". ( Qur'an surah ath Thur, ayat 21)
Semoga Allah swt
selalu melimpahkan segala rahmat dan karuniaNya kepada kita.
Insyaallah, amin.
Wassalam.
0 komentar:
Posting Komentar