Pengertian Dunia Tempat Beramal
Nun jauh di sebuah desa terpencil
hiduplah sekelompok masyarakat yang mempunyai mata pencaharian bertani
dan berdagang. Ketika itu hari pasar sedang berlangsung, desa tersebut
ramai dikunjungi penduduk desa itu maupun dari desa lainnya. Diantara
keramaian pasar ada tiga pemuda yang sedang menjajakan dagangannya, kayu
bakar yang mereka bawa dari hutan. Mereka adalah Rohmat, Rosyid dan
Romli.
Kegiatan sehari-hari ketiga pemuda itu
mencari kayu-kayu bakar di hutan yang kemudian mereka jual ke pasar.
Pekerjaan ini terus mereka lakukan tanpa pernah melirik pada perkejaan
lain. Ketiga pemuda sebaya itu sangat akrab satu sama lain. Walaupun
demikian ketiganya mempunyai perangai yang berbeda. Rohmat adalah pemuda
yang sabar, tekun dalam beribadah dan suka bekerja keras. Setelah
sholat shubuh di saat matahari belum terbit. Ia sudah pergi menjemput
kedua temannya yang dijumpainya masih tertidur lelap untuk pergi ke
hutan mencari kayu bakar. Rosyid kadang menjalankan sholat subuh kadang
tidak. Romli si pemalas susah bangun pagi, kadang ia ditinggal saja oleh
kedua temannya, karena katanya “Aku masih ngantuk, kalian duluan saja
nanti aku menyusul”.
Rohmat memperlihatkan rasa kasih sayang pada semua orang, ia sangat menyayangi saudara dan kedua orang tuannya. Ia juga menyayangi orang-orang di sekelilingnya. Ia akan segera membantu orang-orang yang perlu bantuannya. Temannya, Rosyid sikapnya biasa-biasa saja, ia tidak terlalu antusias dengan lingkungannya. Jika diajak oleh Rohmat untuk membantu masyarakat yang meminta bantuan, barulah ia pergi untuk membantu. Tapi Romli pemuda yang cuek, ia merasa tidak harus banyak membantu orang lain, karena menurutnya ia adalah orang miskin yang perlu bantuan orang lain juga. Terhadap keluarganya pun ia tidak punya perhatian. Ia lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Begitulah ketiga sahabat itu memang berbeda, walaupun begitu tetap saja mereka selalu bersama.
Sampai suatu ketika mereka sepakat untuk pergi ke hutan sebelah
Barat, dengan harapan bisa mendapatkan kayu-kayu bakar yang lebih baik
kualitasnya dan lebih banyak dari yang biasa mereka dapatkan. Seperti
biasa setelah sholat subuh hari masih gelap Rohmat menjemput kedua
temannya. Kemudian ketiga pemuda itu berangkat menuju hutan di sebelah
barat. Menjelang siang hari sampailah mereka di suatu tempat yang banyak
kayu-kayu bakarnya. Mereka mulai mengumpulkan kayu bakar dan
mengikatnya. Ketika mereka sedang asyik mengumpulkan kayu bakar
tiba-tiba hujan turun sangat deras, disertai dengan guntur dan petir
saling bersahutan. Ketika pemuda itu sangat bingung dan takut, mereka
berlarian mencari tempat berteduh.
“Hai lihat! Ada goa! Ayo kita berteduh di sana!” teriak Rohmat pada
kedua temannya. Tak lama kemudian ketiga pemuda itu sudah berada di
dalam gua yang sangat gelap. Mereka tidak bisa melihat apapun di
sekelilingnya, seakan-akan mata mereka buta karena sangat gelapnya gua
itu.
“Rohmat! Kamu di mana?” teriak Romli.
“Aku di sini! Kamu di mana? Mana Rosyid?” Tanya Rohmat.
“Aku di sini bersama Romli” kata Rosyid.
“Kita jangan berpencar!” pinta Rohmat.
“Iya! Kita harus tetap bersama” kata keduanya. Mereka berjalan perlahan-lahan, tiba-tiba mereka menginjak benda–benda halus, licin seperti kerikil.
“Hai! Kakiku menginjak sesuatu” kata salah satu diantara mereka.
“Aku juga. Benda apa ini?” sahut yang lain.
“Seperti batu kerikil tapi terasa lebih halus” kata yang lain lagi. Bersamaan dengan itu mereka dikejutkan oleh suara yang menggema, sehingga terdengar jelas keseluruh ruangan goa.
“Siapa yang mengambil benda itu, akan menyesal”.
“Siapa yang tidak mengambil juga akan menyesal”. Dengan penuh konsentrasi mereka mendengarkan suara gaib tersebut. Berulang-ulang suara itu terdengar dan akhirnya lama kelamaan menghilang.
Rohmat, Rosyid dan Romli mengernyitkan dahi memikirkan apa arti suara gaib itu. “Apakah yang akan diambil? Ada apakah di dalam gua ini?” begitu pikir mereka. Tetapi yang mereka rasakan hanyalah kerikil-kerikil kecil yang mereka injak.
Rohmat berkata dalam hati ”Kalau aku ambil, aku akan menyesal, kalau tidak aku juga menyesal.. Ah.. ambil saja yang banyak”. Rohmat memenuhi semua kantong baju dan celananya dengan benda itu.
Sementara Rosyid berpikir, “Kalau aku ambil aku akan menyesal, kalau tidak, aku juga akan menyesal… Hmm aku akan ambil segenggam sajalah”.
Sedangkan Romli berpendapat lain “Ambil akan menyesal, tidak ambil juga akan menyesal, sama-sama menyesal, lebih baik aku tidak ambil saja”. Ketiga pemuda itu diam membisu, mereka sangat ketakutan.
“Romli! Rosyid! Kenapa tiba-tiba aku menjadi takut?” kata Rohmat.
“Aku juga!” kata keduanya serempak.
“Bagaimana kalau kita lari keluar!” ajak Rohmat.
“Aku setuju. Lebih baik kehujanan daripada kita mati ketakutan di dalam goa!” kata Rosyid.
“Tunggu apa lagi! Ayo kita lari sekarang!..” kata Romli.
Ketiga pemuda itu berlari keluar dari goa. Tanpa terasa mereka
berlari terus, menjauh dari goa. Dengan nafas terengah-engah, mereka
berhenti dan tanpa disadari hujan pun sebenarnya telah reda. Mereka pun
teringat pada benda-benda yang mereka ambil dari dalam goa. Mereka ingin
melihat benda apa sebenarnya yang telah mereka ambil. Betapa
terperanjat mereka demi melihat yang mereka ambil dari dalam goa,
ternyata butiran-butiran berlian!
“MasyaAllah.. Ini berlian!” teriak mereka. Rohmat yang seluruh
kantong baju dan celananya penuh dengan berlian merasa menyesal,
“Waduuuh.! kalau saja aku tahu ini berlian! Aku akan ambil yang lebih
banyak lagi. Bila perlu aku buka bajuku untuk mengantongi berlian ini
sebanyak-banyaknya!”. Rosyid juga sangat menyesal karena hanya mengambil
segenggam. Romli tubuhnya lemas demi melihat kedua temannya memeiliki
berlian sedangkan dia tidak memiliki apa-apa, ”Oooooh..! kenapa aku tadi
tidak mau ambil barang sedikit pun…!”. Akhirnya Romli pingsan dengan
sejuta penyesalan dalam hatinya.
Setelah Romli mulai siuman, ketiganya berunding dan sepakat untuk
kembali ke tempat goa itu berada. Romli mengosongkan isi tasnya, diikuti
oleh kedua temannya, dengan harapan jika sampai di dalam goa nanti
mereka akan mengambil berlian sebanyak-banyaknya. Tapi setelah sampai di
mulut goa, mereka sangat terkejut karena mulut goa sudah tertutup oleh
sebuah batu besar. Mereka berusaha untuk membukanya, tetapi sia-sia
karena goa sudah tertutup rapat dan tidak dapat dibuka lagi. Akhirnya
mereka pulang dengan keadaan menyesal karena tidak memperoleh berlian
yang lebih banyak lagi.
Demikian itulah gambaran pengamalan manusia di dunia dan buah dari
pengamalan itu yang kelak akan diperoleh di akherat. Berlian itu
menggambarkan amalan-amalan baik. Dimana semua manusia pada hari
pembalasan akan menyesal demi melihat pahala yang diberikan oleh Allah
begitu banyak. Yang beramal banyak akan menyesal, kenapa tidak beramal
lebih banyak lagi. Yang beramal sedikit juga menyesal kenapa hanya
beramal sedikit. Apalagi yang tidak beramal, akan menjadi penyesalan
yang tiada habisnya. Goa menggambarkan dunia. Dimana belum bisa
dibedakan antara orang yang beramal banyak, sedikit maupun yang tidak
beramal, sebab balasannya belum kelihatan. Sedangkan goa yang sudah
tetutup adalah gambaran dari kematian. Jika kematian sudah tiba,
penyesalan datang. Namun penyesalan tinggal penyesalan, yang sudah mati
tidak akan bisa kembali ke dunia lagi.
Rasulullah SAW telah bersabda: “Setiap orang yang telah mati pasti
akan menyesal. Sahabat bertanya, “Mengapa dia menyesal wahai
Rasulallah?” Rasulullah menjawab, “Jika dia orang yang beramal baik,
akan menyesal mengapa tidak menambah amal kebaikannya (sewaktu hidup di
dunia). Jika dia orang yang beramal jelek, akan menyesal mengapa tidak
bertaubat dan memperbaiki amal jeleknya (sewaktu hidup di dunia). HR.
Tirmidzi dan Baihaqi.
Selagi Allah masih memberikan umur kepada kita, marilah kita penuhi
dengan amalan-amalan yang baik. Jangan sampai menjadi golongan
orang-orang yang menyesal di kemudian hari.
0 komentar:
Posting Komentar