Apa itu Insan Atau Manusia?
Siapa itu Manusia
Manusia
harus memahami hakikat diri dan kehidupannya (haqiqatul insan) agar ia
dapat bersikap dan berlaku adil terhadap dirinya, terhadap Penciptanya,
terhadap sesama sia, dan terhadap makhluk-makhluk lain. Hakikat yang
harus dipahami yaitu manusia adalah :
1. Makhluk
(makhluqun). Sebagai makhluk ia diciptakan di atas fitrah Islam (‘alal
fithrah) (QS 30:30). Meskipun dikenal sebagai makhluk termulia dan
istimewa, tapi manusia adalah makhluk yang lemah (dha’ifun) secara fisik
dan meiliki banyak sekali keterbatasan dan kekurangan (QS 4:28). Dalam
hal ilmu, ia pun bodoh (jahilun) (QS 33:72). Dalam kelangsungan hidupnya
manusia sangat bergantung kepada pihak lain (faqirun) (QS 35:15).
2.
Dimuliakan (mukarramun). Allah menghendaki manusia menjadi makhluk yang
mulia, meski asalnya dari sesuatu yang hina : tanah. Dengan
kekuasaan-Nya, makhluk yang tercipta dari tanah itu mendapat tiupan ruh
dari Allah Swt (nafkhur-ruh) (QS 32:9). Allah juga memberinya
keistimewaan dengan banyak kelebihan (imtiyazat) (QS 17:70) sempurna, di
antaranya adalah akal. Alam semesta yang luas dan penuh karunia Allah
ini pun ditundukkan Allah untuk manusia (yusakhara lahul kauni) (QS
45:12, QS 2:29, QS 67:15)
3.
Mengemban tugas (mukallafun). Mukallaf artinya yang dibebani tugas.
Konsekuensi sebagai makhluk yang telah diistemewakan dengan segala
kelebihan, manusia tidak dibiarkan tanpa tugas dan tanggung jawab yakni
ibadah (QS 51:56) dan khilafah (QS 2:30). Potensi besar yang diberikan
padanya dimaksudkan agar ia mampu mengelola bumi ini sesuai
kehendak-Nya.
4.
Berhak memilih (mukhayyarun) (QS 90:10, QS 76:3, QS 64:2, QS 18:29).
Keistimewaan manusia diberi akal dan hati, menjadikannya makhluk yang
berhak memilih dan menentukan nasibnya sendiri. Dengan akal dan
kebebasannya, ia beriman kepada Allah atau justru kafir kepada-Nya.
5.
Mendapat imbalan (majziyun). Kebebasan tersebut tentu bukan tanpa
konsekuensi. Allah akan memberikan balasan secara adil dan proporsional
atas pilihannya di dunia itu. Balasan ini akan diterima di akhirat dan
berlaku kepada seluruh manusia tanpa kecuali. Balasan itu berupa
kenikmatan surga untuk yang beriman (QS 102:8, QS 32:19, QS 2:25, QS
22:14) atau siksa neraka bagi yang kafir (QS 17:36, QS 53:38-41, QS
32:20, QS 2:24)
Apa yang dipunyai Manusia.
Manusia
memiliki potensi diri (thaqatul insan) yang sangat besar (QS 67:23, QS
32:9, QS 16:78, QS 7:179, QS 22:46). Potensi itu terletak pada
pendengaran (as-sam’u), penglihatan (al-basharu) dan hatinya (al-
fuadu). Dengan ketiga potensi itu, ia dapat melakukan hal-hal besar yang
tidak dapat dilakukan oleh makhluk lain yang tampak maupun tidak
(ghaib). Potensi-potensi besar itu adalah amanah yang harus ia jaga
dengan penuh tanggung jawab (al-masuliyah) (QS 2:21, QS 51:56). Jika
manusia bertanggung jawab penuh terhadap potensinya, berarti ia amanah
(al-amanah) (QS 33:72, QS 24:55, QS 48:29). Dengan amanah itulah ia
mampu memerankan tugas khilafah di bumi. Sebagai khalifah ia harus
memperhatikan prinsip :
1.
Tidak memiliki kekuasaan hakiki (‘adamu haqiqatul mulkiyah). Karena
pemilik dan penguasa yang hakiki adalah Allah, Sang Pencipta alam
semesta. Manusia hanya mendapat amanah mengelolanya (QS 35:13, QS
40:53).
2.
Bertindak sesuai kehendak yang mewakilkan (at-tasharrufu hasba iradatil
mustakhlif). Sebagai khalifah (wakil) Allah di bumi, maka ia harus
bertindak sesuai kehendak pihak yang mewakilkan kepadanya yaitu Allah
(QS 76:30, QS 28:68).
3.
Tidak melampaui batas (‘adamul ta’addil hudud). Dalam menjalankan
tugasnya, manusia tidak boleh melanggar batas-batas yang telah
ditetapkan Allah dalam syariat-Nya (QS 100:6-11)
Jika
manusia tidak bertanggung jawab terhadap potensi pada dirinya, berarti
ia telah berkhianat (al-khiyanah), berkhianat kepada Sang Pemberi
potensi.
Apa tujuan Manusia diciptakan.
Manusia
diciptakan untuk beribadah kepada Allah (QS 51:56, QS 2:21, QS 2:183,
QS 63:8). Jika ia menunaikan tujuan penciptaannya maka ia akan menjadi
insan yang bertakwa dan memperoleh kemuliaan sejati (al-‘izzah). Dengan
kekhalifahan yang berwibawalah ia dapat menunaikan fungsinya dengan baik
yaitu:
1.
Pemakmuran bumi (al-‘imarah) (QS 3:104, 110). Pemakmuran itu berupa
pembangunan segala bidang baik materil (al-madiyah) maupun spiritual
(ar-ruhaniyah) secara proporsional. Islam memberikan arahan (taujihat)
dan hokum (tasyri’) yang sinergis, sehingga pembangunan itu mencapai
peradaban (al-hadharah) yang bermoral dan moralitas (al-akhlaq) yang
berperadaban.
2.
Pemeliharaan (ar-ri’ayah) (QS 2:218, QS 18:110, QS 76:7). Menjaga dan
memelihara ekosistem alam semesta dilakukan secara materiil maupun
spirituil, melalui pendekatan targhib (harapan imbalan) berupa pahala
(al-jaza’) bagi yang konsisten, dan tarhib (ancaman) berupa hukuman
(al-‘uqubah) bagi yang melanggar.
3.
Perlindungan (al-hifzh). Khilafah berfungsi melindungi lima hak asasi
manusia yaitu : agama/aqidah (ad-dien), jiwa (an-nafs), akal (al-aql),
harta (al-mal), dan keturunan/kehormatan (an-nasab). Tugas ini sangat
berat dan hanya dapat dilaksanakan apabila khilafah memiliki kewibawaan
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (QS 3:104, 110). Amar ma’ruf nahi
munkar adalah upaya untuk menunjukkan bahwa kebenaran itu benar dan
menegakkannya di tengah kehidupan, menunjukkan bahwa kebatilan itu batil
dan menumbangkannya bersama-sama (QS 8:8). Khilafah dapat menunaikan
tugas itu jika ia memiliki kekuatan. Karena itu menyiapkan kekuatan pada
diri umat Islam adalah wajib hukumnya (anasirul quwwatil islamiyah) (QS
8:60, QS 3:103, QS 2:256, QS 5:54-56, QS 17:36, QS 61:4, QS 49:15, QS
9:111.)
Wawallahu a'lam.
0 komentar:
Posting Komentar