Seberapa Merugi Kita?
Kecenderungan manusia untuk melupakan
hakikat kehidupan semakin menggejala di zaman teknologi ini. Globalisasi
telah menghancurkan tembok-tembok keimanan kecuali mereka yang
ditakdirkan selamat. (Maryam Jameelah).
Alquran banyak memberikan kepada kita orang-orang yang khasirin,
yakni orang-orang yang hidupnya merugi di dunia dan di akhirat. Merugi
karena tidak mau beriman kepada ayat-ayat Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Mereka membaca Alquran tetapi mereka tidak tahu apa
yang dibaca.
Misalnya dalam surah Alashr, Allah menyebut semua manusia dalam
keadaan merugi, kecuali empat golongan. Mereka adalah yang beriman,
orang-orang yang mengerjakan amal shaleh, yang sering memberi tausiah
kepada sesamanya agar menaati kebenaran, dan orang yang
nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.
Di luar itu, ini berarti orang yang tidak beriman, kafir, munafik,
fasik, syirik, semuanya merugi. Begitu juga orang yang mengerjakan amal
sayyiah (buruk) semacam kezaliman, kekikiran, kejahilan, dan keingkaran
kepada kebenaran juga merugi.
Hal sama juga berlaku bagi orang yang membiarkan orang lain terpuruk
dalam kesesatan dan orang-orang yang menyuruh orang lain gegabah (tidak
sabar) dan tergesa-gesa dalam mengambil sikap. Menyikapi ayat Alashr di
atas, Imam Syafi'i berkata, ''Seandainya manusia memahami ayat ini
cukuplah agama ini baginya.''
Apa maksudnya? Surat ini merupakan intisari bahwa hidup adalah
kumpulan waktu. Yang tak mampu menggunakan kumpulan waktu dialah yang
dijamin bakal merugi, orang yang sudah mati. Selajutnya dalam surah
Annahl ayat 107-109 Allah juga menyebut beberapa golongan yang merugi
karena kelalaiannya. Mereka adalah orang yang mencintai dunia lebih dari
akhirat. Akhirat disepelekan, dunia dinomorsatukan. Bagi mereka, Allah
membutakan mata hatinya, penglihatan dan pendengarannya telah dikunci
mati oleh Allah SWT.
Masih banyak ayat-ayat lain yang bertebaran di berbagai surah tentang
golongan yang merugi ini. Dan bagi mereka, di akhirat nanti akan
mendapat azab yang pedih. Masihkah kita bersibuk dengan urusan dunia
kita dan melupakan akhirat? Masihkah kita menomorsatukan diri dan
menafikan orang lain? Apakah kita termasuk golongan ini? Tentu dengan
melihat kriteria yang ditetapkan Allah, kita bisa menilai diri kita
sendiri. Selagi ada kemauan, belum terlambat untuk berubah.
Sumber : Pusat Data Republika
0 komentar:
Posting Komentar