Senin, 26 November 2012

Agar Dicintai Allah dan Dicintai Manusia

Rahasia Dicintai, Tak Sekedar Mencintai

Jadi, gimana agar dicintai orang lain? Tapi sebelumnya mari kita balik pertanyaannya, apa yang membuat kita mencintai orang lain? Dari situ kita bisa tau gimana agar dicintai orang lain.

Cinta lebih pada sesuatu yang menentramkan, tenang, nyaman, aman. Kita kan mencintai seseorang jika kehadirannya membuat kita merasakan demikian. Jadi, apakah mungkin kita mencintai orang yang suka berperilaku buruk, yang kehadirannya membuat kita nggak aman, yang suka berbuat dzalim? Ok, dengan hati yang jujur, kita nggak setuju.


Misalnya ada cewek cantik dan kaya. Lalu ada cowok nyamperin dan bilang cinta. Lalu saat ditanya kenapa alasan cintanya, ya karena cewek tersebut cantik dan kaya. Memang si cewek seneng karena disebut cewek cantik dan kaya. Namun jika diselami hatinya lebih dalam, hati cewek ini akan bertanya-tanya, ” Ini cowok cinta karena aku kaya, gimana kalau nanti malam rumahku kemalingan? Bisa-bisa besoknya aku dicampakkan. Ini cowok cinta karena aku cantik, gimana kalau nanti malam pas tidur wajahku digigit Tomcat? Bisa-bisa aku kan diabaikannya.” Tetap aja ada rasa “nggak tentram” di hatinya atas cinta cowok tersebut. Maka, akan ada keraguan dari hati si cewek untuk mencintai cowok tersebut.

Ada seseorang yang menolong kita, saat itu kita berfikir “Ini orang baik banget, jarang-jarang ada orang seperti ini, Subhanallah”. Lalu selesai menolong, orang tersebut mengatakan, “Wani piro?” , langsung dah pandangan kita jadi berubah.

Misalnya, seorang ibu membawa barang yang berat, lalu ada seseorang menolong ibu tersebut membawakan barang.  Sini, bu. Saya bantu  Udah, nak. Gak usah. Ini berat (si ibu basa-basi, padahal berharap ditolong memang)  Udah, bu. Gak apa-apa. Nanti ibu capek.  Setelah menolong ibu tersebut, si anak pamitan pulang. Lalu ibu ngasi sedikit uang. Sedikit karena hanya selembar, tapi warnanya ungu (10 ribu), lumayan.  Gak usah, bu. Terima kasih  Si anak menolak, tapi si ibu memaksa. Akhirnya anak menerima uang tersebut sambil mengucapkan terima kasih banyak. Lalu saat berjalan pulang, si anak bertemu seorang pengemis yang tampaknya udah beberapa hari belum makan karena terlihat jelas dari wajahnya. Lalu anak tersebut memberikan uang 10 ribu tadi kepada pengemis sambil tersenyum, padahal anak ini juga belum makan. Tapi ia memberikannya karena tahu pengemis tersebut lebih membutuhkan  Ini, pak. Ada rezeki buat bapak  Terima kasih banyak, den. Semoga si aden jadi orang sukses yang bermanfaat buat orang banyak, dicintai Allah. Terima kasih banyak, den  Iya, pak sama-sama (sambil tersenyum tulus).  Meskipun terhadap pengemis, si anak ini tetap bersikap sopan terhadap pengemis tersebut. Dan si ibu tadi melihat anak ini dari jauh saat bertemu pengemis tersebut, apa kira-kira yang ada dalam hati si ibu? Hati si ibu ini akan tersenyum, merasakan kenyamanan, ketentraman, ketenangan. Jika si ibu ini bertemu lagi dengan si anak tersebut, ia tak merasa khawatir akan diganggu, diusik, atau apapun yang menganggu ketentraman si ibu. Kenapa demikian? Karena udah yakin, kalau anak ini adalah orang yang tulus. Ia tak berharap balasan kebaikan dari orang lain. Ia pun tak kan mau berbuat sesuatu yang menganggu/ mengusik/ menyakiti orang lain. Si ibu ini udah yakin dalam hatinya kalau anak ini pasti suka memberikan manfaat/kebahagiaan pada banyak orang tanpa mengharap apa-apa dari orang lain. Si ibu ini akan merasakan ketenangan, ketentraman, nyaman atas kehadiran si anak tersebut.

Contoh simplenya seperti orang tua kita, yang rela berjuang demi kebahagiaan anak-anaknya. Meskipun anaknya nggak ngucapin terima kasih, bahkan banyak yang nggak nurut sama orang tuanya (menyakiti perasaan orang tuanya), tapi tetep orang tua kita berjuang agar anaknya sukses dan bahagia. Oleh karenanya nggak meleset, kita mencintai orang tua kita sendiri, bukan orang tua temen kita.

Kira-kira kita lebih cinta pada orang yang mencintai/berbuat baik pada kita karena ada maunya atau yang memang tulus? Saya yakin kita udah tahu jawabannya yang mana. Ini bukan hanya membicarakan tentang sepasang kekasih. Tapi juga dalam keluarga, persahabatan, dll.
Rahasia ini sebenarnya tercantum dalam sabda Rasulullah
Dari Abul-Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idi rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan aku suatu amal, jika aku lakukan akau akan dicintai Alloh dan dicintai oleh manusia. “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya dicintai Alloh dan zuhud lah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu” (HR. Ibnu Majah)
Tapi masalahnya, gimana biar punya hati tulus dan ikhlas? Apa maksud zuhud dalam hadits tersebut? 

Dari Abul-Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idi rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan aku suatu amal, jika aku lakukan akau akan dicintai Alloh dan dicintai oleh manusia. “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya dicintai Alloh dan zuhud lah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu” (HR. Ibnu Majah)
Zuhud pada dunia adalah nggak ada ambisi atau ketamakan terhadap dunia, karena udah yakin, memiliki dunia bukan suatu tanda kemuliaan. Udah yakin dunia bukan segala-galanya, namun yang segala-galanya baginya adalah Allah. Namun bukan meninggalkan dunia (harta). Tapi mempergunakan dunia sebagai alat untuk ibadah, bukan menjadikannya sebagai tujuan utama dan tidak diagungkan.

Sedangkan zuhud terhadap apa yang dimiliki orang lain adalah tidak berambisi untuk memiliki/mengambil apa yang menjadi milik orang lain, udah nggak peduli atau nggak ngarep terhadap apa yang dimiliki/ yang ada pada orang lain, yang penting orang lain tersebut bahagia dan kita bisa memberi manfaat/ berbuat baik padanya, udah cukup. Ketampanan/kecantikannya, hartanya, jabatannya, dll memang bisa mengesankan, tapi hal itu nggak ada apa-apanya dibandingkan orang tersebut. Baginya, diri orang lain itu lah yang benar-benar berharga dibandingkan dengan apa yang dimiliki orang lain tersebut.
Ada kalimat,
“Aku ingin berbuat baik ke kamu. Aku minta maaf jika apa yang aku perbuat mengecewakan. Aku harap kehadiranku memberikan manfaat bagimu dan membuatmu merasa nyaman dan bahagia. Semampuku aku akan menjagamu. Engkau ciptaan Allah yang berharga. Dan aku tak berharap apa-apa darimu atas apa yang aku lakukan, karena Allah yang kan membalas setiap perbuatan baik yang aku lakukan.”
Jika saat berinteraksi dengan seseorang kalimat tersebut ada dalam hati kita dengan jujur dan tulus, dan kejujuran kalimat tersebut dibuktikan dalam sikap dan perbuatan (tapi nggak perlu diucapin dengan lisan ya, kalimat di atas tangkap dengan bahasa perasaan saja, tidak harus persis seperti di atas), lalu orang lain dengan hatinya bisa menangkap pesan ini lewat sikap dan perbuatan kita, coba lihat deh apa yang kan Allah takdirkan untuk kita. Kalau saya sendiri ketemu sama orang kayak gini, hati bakalan nyaman, adem. Tapi saya udah melakukannya tapi kok nggak terjadi seperti itu ya, bar?  Berarti belum melakukan sepenuhnya. Kalau masih ada pertanyaan tersebut dalam hati, berarti masih ada perasaan berharap, benar? Jadi nggak usah difikirkan, yang tulus 

Tapi gimana bisa punya ketulusan yang demikian?

Seseorang kan punya ketulusan dan keikhlasan karena udah yakin tertanam dalam hati Allah lah segala-galanya. Ia berbuat baik pada orang lain, ingin memberikan kebahagiaan orang lain, menyayangi orang lain karena ia tahu Allah suka pada orang yang berbuat demikian. Dan ia pun tak mengharap balasan dari orang lain, karena udah yakin cukup Allah yang membalas kebaikan lewat jalan mana aja yang Allah kehendaki. Ia udah yakin, Allah Maha Melihat atas apa yang ia kerjakan. Apakah setelah berbuat baik orang yang ditolong tersebut malah marah-marah, nggak ngucapin terima kasih, nggak apa-apa. Ia tetep seneng karena udah bisa berbuat baik. Karena setiap kebaikan yang ia perbuat, Allah pasti membalas kebaikan yang lebih. Alhamdulillah.

Bagaimana jika kita mencintai seseorang, kita berbuat baik padanya dengan harapan agar ia juga mencintai kita?  Ini juga nggak perlu dilakukan. Itupun masih ngarep pada orang lain. Allah udah tahu segala isi hati kita. Misal kita mencintai seseorang, Allah udah tahu. Segala keinginan yang ada dalam hati kita, Allah juga udah tahu semuanya. Allah pun juga berkuasa memberikan jalan keluar yang terbaik untuk hamba-Nya. Jadi, “titipkan” ke Allah aja. Bukan “berharap padanya”, tapi “berharap pada-Nya”. Karena yang berkuasa atas takdir, yang berkuasa atas hati setiap orang adalah Allah. Hanya Allah yang berkuasa membolak-balikan hati setiap orang. Jadi, kita berbuat baik cukup hanya karena Allah. Apakah orang lain mencintai kita atau nggak, nanti Allah yang urus. (Haditsnya nanti, Insya Allah dibahas di bagian terakhir tulisan ini.)

Apa bedanya “berharap padanya” dengan “berharap pada-Nya”?

Kalau “berharap padanya”, melakukan apapun yang penting orang lain senang meskipun melakukan apa yang bikin Allah nggak seneng. Misal, kita lebih mengutamakan orang yang kita cintai, mau berkorban untuknya, yang penting dia seneng tapi nggak dengan Allah. Allah malah dinomor duakan bahkan dilupakan.
Tapi kalau “berharap pada-Nya”, melakukan kebaikan, membuat orang lain bahagia hal itu dilakukan semata-mata karena kepatuhan ia pada Allah. Karena mencintai Allah -lah, maka ia mencintai orang lain dengan ketulusan. Tidak ada maksud lain dari apa yang dilakukannya. Dan cara-cara yang dilakukan seseuai dengan cara yang Allah sukai.  Tapi misalnya orang yang kita cintai nggak seneng kalau kita lebih mengutamakan cara-cara Allah gimana nih?  Ajak ia pelan-pelan pada kebaikan.  Kalau nggak mau?  Ya, kita nggak bisa memaksa. Hati seseorang dalam kuasa Allah. Kita nggak bisa menuntut apa-apa darinya. Jika ia nggak suka pada apa yang kita lakukan, yang penting kita tetep pilih Allah, Allah -lah yang segala-galanya. Manusia boleh murka, tapi jangan sampe untuk Allah. Sekuat tenaga untuk teguh berbuat demikian. Karena mudah bagi Allah suatu saat nanti membuat ia ridho pada kita.
Barangsiapa memurkakan (membuat marah) Allah untuk meraih keridhaan manusia maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhoinya menjadi murka kepadanya. Namun barangsiapa meridhokan Allah (meskipun) dalam kemurkaan manusia maka Allah akan meridhoinya dan meridhokan kepadanya orang yang pernah memurkainya, sehingga Allah memperindahnya, memperindah ucapannya dan perbuatannya dalam pandanganNya. (HR. Ath-Thabrani)
Kalau pacaran itu nyenengin buat orang yang dicintainya, tapi kira-kira Allah suka nggak ya? Hehe…. sangat mudah bahkan terlalu mudah bagi Allah dari yang semula cinta banget saat pacaran lalu dibalikkan oleh Allah menjadi pening ngeliatnya. Allah Maha Kuasa membolak-balikkan hati setiap manusia.

Mencintai Allah adalah pondasi dan jangan sampai lepas. Jangan sampai kita menjauhi Allah hanya untuk mendekati orang lain, tapi dekatilah Allah dan biarlah Allah yang membuat orang lain dekat pada kita. Allah berkuasa atas segala sesuatu.
“Orang yang belas kasihan akan dikasihi Arrahman (Yang Maha Pengasih), karena itu kasih sayangilah yang di muka bumi, niscaya kamu dikasih-sayangi mereka yang di langit.” (HR. Bukhari)
Kebaikan-kebaikan (kasih sayang) yang kita lakukan adalah dengan keikhlasan. Cukup biar Allah mencintai kita. Dan, jika Allah udah mencintai kita, maka……
“Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan memanggil Jibril dan berkata: Sesungguhnya Aku mencintai si polan maka cintailah dia! Jibril pun mencintainya. Kemudian dia menyeru para penghuni langit: Sesungguhnya Allah mencintai si polan, maka cintailah dia! Para penghuni langitpun mencintainya. Kemudian dia pun diterima di bumi. Dan apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan berkata: Sesungguhnya Aku membenci si polan, maka bencilah pula dia! Jibril pun membencinya. Kemudian dia menyeru para penghuni langit: Sesungguhnya Allah membenci si polan, maka bencilah kepadanya. Para penghuni langit pun membencinya. Kemudian kebencianpun merambat ke bumi.” (Shahih Muslim No.4772)
Ketampanan/kecantikan, kemewahan, punya talenta yang menarik, dsb itu hanya tampilan luar yang menjadi daya tarik di awal aja. Hal tersebut memang bisa menjadi nilai tambah. Tapi kesenangannya bersifat sementara. Namun sikap zuhud dan ketulusan yang dilakukan itulah yang kan membekas di hati seseorang dan membuat yang ada didekatnya merasa nyaman.
“Kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan hartamu tetapi dengan wajah yang menarik (simpati) dan dengan akhlak yang baik.” (HR. Abu Ya’la dan Al-Baihaqi)
 Bar, kenapa kok nggak dijelasin cara-cara detailnya. Misal, pertama harus senyum, kedua bersikap baik dan sopan, sabar, dan seterusnya?  Hal itu hanya bersifat teknis. Lewat tulisan ini ingin menjelaskan apa yang seharusnya tertatanam dalam hati kita. Jika dalam hati udah tertanam demikian, maka senyuman, sikap baik, kesopanan, cara berbicara yang baik, dll itu akan muncul dengan sendirinya. Sikap dan perbuatannya juga lebih jujur dari hati, tulus. Jika teknis bagus tapi hatinya kurang, suatu saat bisa bikin kecewa orang lain. Karena hati nggak bisa bohong. Lagipula bisa gak bernilai ibadah, kan sayang.
“Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati” (HR. Muttafaq’ Alaih)
Kesimpulannya

kita mencintai Allah, baik-baik ke Allah bukan untuk berharap agar dicintai manusia, namun sebaliknya, kita berbuat baik, mengasihi, menginginkan orang lain bahagia dengan cara-cara Allah agar Allah mencintai kita. Lewat tulisan ini juga ingin menyampaikan, kalau tujuan kita Allah, dan Allah mencintai kita, maka tidak ada kekhawatiran lagi. Rezeki, kebahagiaan, jalan hidup, relasi dengan orang lain, urusan akhirat, semuanya beres di urus Allah.
Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung (Qs At-Taubah:129)
 


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution