Rahasia Dicintai, Tak Sekedar Mencintai
Jadi, gimana agar dicintai orang lain? Tapi sebelumnya mari kita
balik pertanyaannya, apa yang membuat kita mencintai orang lain? Dari
situ kita bisa tau gimana agar dicintai orang lain.
Cinta lebih pada sesuatu yang menentramkan, tenang, nyaman, aman.
Kita kan mencintai seseorang jika kehadirannya membuat kita merasakan
demikian. Jadi, apakah mungkin kita mencintai orang yang suka
berperilaku buruk, yang kehadirannya membuat kita nggak aman, yang suka
berbuat dzalim? Ok, dengan hati yang jujur, kita nggak setuju.
Misalnya ada cewek cantik dan kaya. Lalu ada cowok nyamperin dan
bilang cinta. Lalu saat ditanya kenapa alasan cintanya, ya karena cewek
tersebut cantik dan kaya. Memang si cewek seneng karena disebut cewek
cantik dan kaya. Namun jika diselami hatinya lebih dalam, hati cewek ini
akan bertanya-tanya, ” Ini cowok cinta karena aku kaya, gimana kalau
nanti malam rumahku kemalingan? Bisa-bisa besoknya aku dicampakkan. Ini
cowok cinta karena aku cantik, gimana kalau nanti malam pas tidur
wajahku digigit Tomcat? Bisa-bisa aku kan diabaikannya.” Tetap aja ada
rasa “nggak tentram” di hatinya atas cinta cowok tersebut. Maka, akan
ada keraguan dari hati si cewek untuk mencintai cowok tersebut.
Ada seseorang yang menolong kita, saat itu kita berfikir “Ini orang
baik banget, jarang-jarang ada orang seperti ini, Subhanallah”. Lalu
selesai menolong, orang tersebut mengatakan, “Wani piro?” , langsung dah
pandangan kita jadi berubah.
Misalnya, seorang ibu membawa barang yang berat, lalu ada seseorang
menolong ibu tersebut membawakan barang. Sini, bu. Saya bantu Udah,
nak. Gak usah. Ini berat (si ibu basa-basi, padahal berharap ditolong
memang) Udah, bu. Gak apa-apa. Nanti ibu capek. Setelah menolong ibu
tersebut, si anak pamitan pulang. Lalu ibu ngasi sedikit uang. Sedikit
karena hanya selembar, tapi warnanya ungu (10 ribu), lumayan. Gak
usah, bu. Terima kasih Si anak menolak, tapi si ibu memaksa. Akhirnya
anak menerima uang tersebut sambil mengucapkan terima kasih banyak. Lalu
saat berjalan pulang, si anak bertemu seorang pengemis yang tampaknya
udah beberapa hari belum makan karena terlihat jelas dari wajahnya. Lalu
anak tersebut memberikan uang 10 ribu tadi kepada pengemis sambil
tersenyum, padahal anak ini juga belum makan. Tapi ia memberikannya
karena tahu pengemis tersebut lebih membutuhkan Ini, pak. Ada rezeki
buat bapak Terima kasih banyak, den. Semoga si aden jadi orang sukses
yang bermanfaat buat orang banyak, dicintai Allah. Terima kasih banyak,
den Iya, pak sama-sama (sambil tersenyum tulus). Meskipun terhadap
pengemis, si anak ini tetap bersikap sopan terhadap pengemis tersebut.
Dan si ibu tadi melihat anak ini dari jauh saat bertemu pengemis
tersebut, apa kira-kira yang ada dalam hati si ibu? Hati si ibu ini akan
tersenyum, merasakan kenyamanan, ketentraman, ketenangan. Jika si ibu
ini bertemu lagi dengan si anak tersebut, ia tak merasa khawatir akan
diganggu, diusik, atau apapun yang menganggu ketentraman si ibu. Kenapa
demikian? Karena udah yakin, kalau anak ini adalah orang yang tulus. Ia
tak berharap balasan kebaikan dari orang lain. Ia pun tak kan mau
berbuat sesuatu yang menganggu/ mengusik/ menyakiti orang lain. Si ibu
ini udah yakin dalam hatinya kalau anak ini pasti suka memberikan
manfaat/kebahagiaan pada banyak orang tanpa mengharap apa-apa dari orang
lain. Si ibu ini akan merasakan ketenangan, ketentraman, nyaman atas
kehadiran si anak tersebut.
Contoh simplenya seperti orang tua kita, yang rela berjuang demi
kebahagiaan anak-anaknya. Meskipun anaknya nggak ngucapin terima kasih,
bahkan banyak yang nggak nurut sama orang tuanya (menyakiti perasaan
orang tuanya), tapi tetep orang tua kita berjuang agar anaknya sukses
dan bahagia. Oleh karenanya nggak meleset, kita mencintai orang tua kita
sendiri, bukan orang tua temen kita.
Kira-kira kita lebih cinta pada orang yang mencintai/berbuat baik
pada kita karena ada maunya atau yang memang tulus? Saya yakin kita udah
tahu jawabannya yang mana. Ini bukan hanya membicarakan tentang
sepasang kekasih. Tapi juga dalam keluarga, persahabatan, dll.
Rahasia ini sebenarnya tercantum dalam sabda Rasulullah
Dari Abul-Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idi rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan aku suatu amal, jika aku lakukan akau akan dicintai Alloh dan dicintai oleh manusia. “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya dicintai Alloh dan zuhud lah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu” (HR. Ibnu Majah)
Tapi masalahnya, gimana biar punya hati tulus dan ikhlas? Apa maksud
zuhud dalam hadits tersebut?
Dari Abul-Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idi rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan aku suatu amal, jika aku lakukan akau akan dicintai Alloh dan dicintai oleh manusia. “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya dicintai Alloh dan zuhud lah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu” (HR. Ibnu Majah)
Zuhud pada dunia adalah nggak ada ambisi atau ketamakan terhadap
dunia, karena udah yakin, memiliki dunia bukan suatu tanda kemuliaan.
Udah yakin dunia bukan segala-galanya, namun yang segala-galanya baginya
adalah Allah. Namun bukan meninggalkan dunia (harta). Tapi
mempergunakan dunia sebagai alat untuk ibadah, bukan menjadikannya
sebagai tujuan utama dan tidak diagungkan.
Sedangkan zuhud terhadap apa yang dimiliki orang lain adalah tidak
berambisi untuk memiliki/mengambil apa yang menjadi milik orang lain,
udah nggak peduli atau nggak ngarep terhadap apa yang dimiliki/ yang ada
pada orang lain, yang penting orang lain tersebut bahagia dan kita bisa
memberi manfaat/ berbuat baik padanya, udah cukup.
Ketampanan/kecantikannya, hartanya, jabatannya, dll memang bisa
mengesankan, tapi hal itu nggak ada apa-apanya dibandingkan orang
tersebut. Baginya, diri orang lain itu lah yang benar-benar berharga
dibandingkan dengan apa yang dimiliki orang lain tersebut.
Ada kalimat,
“Aku ingin berbuat baik ke kamu. Aku minta maaf jika apa yang aku perbuat mengecewakan. Aku harap kehadiranku memberikan manfaat bagimu dan membuatmu merasa nyaman dan bahagia. Semampuku aku akan menjagamu. Engkau ciptaan Allah yang berharga. Dan aku tak berharap apa-apa darimu atas apa yang aku lakukan, karena Allah yang kan membalas setiap perbuatan baik yang aku lakukan.”
Jika saat berinteraksi dengan seseorang kalimat tersebut ada dalam
hati kita dengan jujur dan tulus, dan kejujuran kalimat tersebut
dibuktikan dalam sikap dan perbuatan (tapi nggak perlu diucapin dengan
lisan ya, kalimat di atas tangkap dengan bahasa perasaan saja, tidak
harus persis seperti di atas), lalu orang lain dengan hatinya bisa
menangkap pesan ini lewat sikap dan perbuatan kita, coba lihat deh apa
yang kan Allah takdirkan untuk kita. Kalau saya sendiri ketemu sama
orang kayak gini, hati bakalan nyaman, adem. Tapi saya udah
melakukannya tapi kok nggak terjadi seperti itu ya, bar? Berarti belum
melakukan sepenuhnya. Kalau masih ada pertanyaan tersebut dalam hati,
berarti masih ada perasaan berharap, benar? Jadi nggak usah difikirkan,
yang tulus
Tapi gimana bisa punya ketulusan yang demikian?
Seseorang kan punya ketulusan dan keikhlasan karena udah yakin
tertanam dalam hati Allah lah segala-galanya. Ia berbuat baik pada orang
lain, ingin memberikan kebahagiaan orang lain, menyayangi orang lain
karena ia tahu Allah suka pada orang yang berbuat demikian. Dan ia pun
tak mengharap balasan dari orang lain, karena udah yakin cukup Allah
yang membalas kebaikan lewat jalan mana aja yang Allah kehendaki. Ia
udah yakin, Allah Maha Melihat atas apa yang ia kerjakan. Apakah setelah
berbuat baik orang yang ditolong tersebut malah marah-marah, nggak
ngucapin terima kasih, nggak apa-apa. Ia tetep seneng karena udah bisa
berbuat baik. Karena setiap kebaikan yang ia perbuat, Allah pasti
membalas kebaikan yang lebih. Alhamdulillah.
Bagaimana jika kita mencintai seseorang, kita berbuat baik padanya
dengan harapan agar ia juga mencintai kita? Ini juga nggak perlu
dilakukan. Itupun masih ngarep pada orang lain. Allah udah tahu segala
isi hati kita. Misal kita mencintai seseorang, Allah udah tahu. Segala
keinginan yang ada dalam hati kita, Allah juga udah tahu semuanya. Allah
pun juga berkuasa memberikan jalan keluar yang terbaik untuk hamba-Nya.
Jadi, “titipkan” ke Allah aja. Bukan “berharap padanya”, tapi “berharap
pada-Nya”. Karena yang berkuasa atas takdir, yang berkuasa atas hati
setiap orang adalah Allah. Hanya Allah yang berkuasa membolak-balikan
hati setiap orang. Jadi, kita berbuat baik cukup hanya karena Allah.
Apakah orang lain mencintai kita atau nggak, nanti Allah yang urus.
(Haditsnya nanti, Insya Allah dibahas di bagian terakhir tulisan ini.)
Apa bedanya “berharap padanya” dengan “berharap pada-Nya”?
Kalau “berharap padanya”, melakukan apapun yang penting orang lain
senang meskipun melakukan apa yang bikin Allah nggak seneng. Misal, kita
lebih mengutamakan orang yang kita cintai, mau berkorban untuknya, yang
penting dia seneng tapi nggak dengan Allah. Allah malah dinomor duakan
bahkan dilupakan.
Tapi kalau “berharap pada-Nya”, melakukan kebaikan, membuat orang
lain bahagia hal itu dilakukan semata-mata karena kepatuhan ia pada
Allah. Karena mencintai Allah -lah, maka ia mencintai orang lain dengan
ketulusan. Tidak ada maksud lain dari apa yang dilakukannya. Dan
cara-cara yang dilakukan seseuai dengan cara yang Allah sukai. Tapi
misalnya orang yang kita cintai nggak seneng kalau kita lebih
mengutamakan cara-cara Allah gimana nih? Ajak ia pelan-pelan pada
kebaikan. Kalau nggak mau? Ya, kita nggak bisa memaksa. Hati
seseorang dalam kuasa Allah. Kita nggak bisa menuntut apa-apa darinya.
Jika ia nggak suka pada apa yang kita lakukan, yang penting kita tetep
pilih Allah, Allah -lah yang segala-galanya. Manusia boleh murka, tapi
jangan sampe untuk Allah. Sekuat tenaga untuk teguh berbuat demikian.
Karena mudah bagi Allah suatu saat nanti membuat ia ridho pada kita.
Barangsiapa memurkakan (membuat marah) Allah untuk meraih keridhaan manusia maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhoinya menjadi murka kepadanya. Namun barangsiapa meridhokan Allah (meskipun) dalam kemurkaan manusia maka Allah akan meridhoinya dan meridhokan kepadanya orang yang pernah memurkainya, sehingga Allah memperindahnya, memperindah ucapannya dan perbuatannya dalam pandanganNya. (HR. Ath-Thabrani)
Kalau pacaran itu nyenengin buat orang yang dicintainya, tapi
kira-kira Allah suka nggak ya? Hehe…. sangat mudah bahkan terlalu mudah
bagi Allah dari yang semula cinta banget saat pacaran lalu dibalikkan
oleh Allah menjadi pening ngeliatnya. Allah Maha Kuasa membolak-balikkan
hati setiap manusia.
Mencintai Allah adalah pondasi dan jangan sampai lepas. Jangan sampai
kita menjauhi Allah hanya untuk mendekati orang lain, tapi dekatilah
Allah dan biarlah Allah yang membuat orang lain dekat pada kita. Allah
berkuasa atas segala sesuatu.
“Orang yang belas kasihan akan dikasihi Arrahman (Yang Maha Pengasih), karena itu kasih sayangilah yang di muka bumi, niscaya kamu dikasih-sayangi mereka yang di langit.” (HR. Bukhari)
Kebaikan-kebaikan (kasih sayang) yang kita lakukan adalah dengan
keikhlasan. Cukup biar Allah mencintai kita. Dan, jika Allah udah
mencintai kita, maka……
“Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan memanggil Jibril dan berkata: Sesungguhnya Aku mencintai si polan maka cintailah dia! Jibril pun mencintainya. Kemudian dia menyeru para penghuni langit: Sesungguhnya Allah mencintai si polan, maka cintailah dia! Para penghuni langitpun mencintainya. Kemudian dia pun diterima di bumi. Dan apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan berkata: Sesungguhnya Aku membenci si polan, maka bencilah pula dia! Jibril pun membencinya. Kemudian dia menyeru para penghuni langit: Sesungguhnya Allah membenci si polan, maka bencilah kepadanya. Para penghuni langit pun membencinya. Kemudian kebencianpun merambat ke bumi.” (Shahih Muslim No.4772)
Ketampanan/kecantikan, kemewahan, punya talenta yang menarik, dsb itu
hanya tampilan luar yang menjadi daya tarik di awal aja. Hal tersebut
memang bisa menjadi nilai tambah. Tapi kesenangannya bersifat sementara.
Namun sikap zuhud dan ketulusan yang dilakukan itulah yang kan membekas
di hati seseorang dan membuat yang ada didekatnya merasa nyaman.
“Kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan hartamu tetapi dengan wajah yang menarik (simpati) dan dengan akhlak yang baik.” (HR. Abu Ya’la dan Al-Baihaqi)
Bar, kenapa kok nggak dijelasin cara-cara detailnya. Misal, pertama
harus senyum, kedua bersikap baik dan sopan, sabar, dan seterusnya?
Hal itu hanya bersifat teknis. Lewat tulisan ini ingin menjelaskan apa
yang seharusnya tertatanam dalam hati kita. Jika dalam hati udah
tertanam demikian, maka senyuman, sikap baik, kesopanan, cara berbicara
yang baik, dll itu akan muncul dengan sendirinya. Sikap dan perbuatannya
juga lebih jujur dari hati, tulus. Jika teknis bagus tapi hatinya
kurang, suatu saat bisa bikin kecewa orang lain. Karena hati nggak bisa
bohong. Lagipula bisa gak bernilai ibadah, kan sayang.
“Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati” (HR. Muttafaq’ Alaih)
Kesimpulannya
kita mencintai Allah, baik-baik ke Allah bukan untuk berharap agar dicintai manusia, namun sebaliknya, kita berbuat baik, mengasihi, menginginkan orang lain bahagia dengan cara-cara Allah agar Allah mencintai kita. Lewat tulisan ini juga ingin menyampaikan, kalau tujuan kita Allah, dan Allah mencintai kita, maka tidak ada kekhawatiran lagi. Rezeki, kebahagiaan, jalan hidup, relasi dengan orang lain, urusan akhirat, semuanya beres di urus Allah.
Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung (Qs At-Taubah:129)
0 komentar:
Posting Komentar