Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa Dalam Islam)
Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal
daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya, dan jika ia rusak
maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu
ialah Hati.” (HR.Al-Bukhari)
Penyucian jiwa adalah masalah yang sangat penting dalam Islam,
bahkan merupakan salah satu tujuan utama diutusnya Nabi kita Muhammmad
shallallahu ‘alaihi wa sallam (Lihat kitab Manhajul Anbiya’ fii
Tazkiyatin Nufuus, hal. 21)
Allah Ta’ala menjelaskan hal ini dalam banyak ayat Al Qur-an, di antaranya firman Allah Ta’ala,
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul di antara
kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu, dan menyucikan(diri)mu,
dan mengajarkan kepadamu Al kitab (Al Qur-an) dan Al Hikmah (As Sunnah),
serta mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.” (Qs Al
Baqarah: 151)
Juga firman-Nya,
Allah SWT berfirman: “…dan jiwa serta penyempurnaan
(ciptaanNya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan
dan ketaqwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu
dan merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.Asy-Syams : 7-10).
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa penyucian jiwa yang
sebenarnya hanyalah dapat dicapai dengan memahami dan mengamalkan wahyu
Allah Ta’ala yang terjamin kebenarannya, iaitu Al Qur’an dan sunnah yang
shahih (benar).
Oleh karena itulah, menurut manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
untuk mencapai kebersihan hati dan kesucian jiwa tidak ada metode atau
cara-cara khusus selain dari mempelajari dan mengamalkan syariat Islam
secara keseluruhan. (Lihat kitab Manhajul Anbiya’ fii Tazkiyatin Nufuus,
hal. 59).
Oleh karena itulah, maka orang yang paling bersih hatinya dan
paling suci jiwanya adalah orang yang paling banyak memahami dan
mengamalkan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Bahkan membaca dan memahami kitab-kitab para ulama yang berisi
ilmu yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah adalah satu-satunya obat
untuk membersihkan kotoran hati dan jiwa manusia. Imam Ibnul Jauzi
mengatakan di sela-sela sanggahan beliau terhadap sebagian ahli tasawuf
yang mengatakan bahwa ilmu tentang syariat Islam tidak diperlukan untuk
mencapai kebersihan hati dan kesucian jiwa,
“Ketahuilah bahwa hati manusia tidak mungkin terus dalam keadaan bersih, akan tetapi suatu saat mesti akan bernoda karena dosa dan maksiat, maka pada waktu itu dibutuhkan pembersih hati dan pembersih hati itu adalah menelaah kitab-kitab ilmu agama untuk memahami dan mengamalkannya.” (Kitab Talbisu Ibliis, hal.398).
Berbagai Penyucian dan pembersihan diri dari
segala keburukan serta mengangkatnya ke tingkat moralitas yang luhur
merupakan tugas penting para Rasul yang memang diutus untuk membawa misi
demikian. Sebagian besar hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pun diabdikan untuk misi yang sama karena moralitas yang luhur
merupakan salah satu pokok dasar untuk memulai kehidupan secara islami.
Wudhu termasuk penyucian diri Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:”Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (At-Taubah:108).
Shalat sebagai sarana penyucian diri
Shalat berfungsi menyucikan diri dan anggota badan dari perbuatan keji dan mungkar. Firman Allah:”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar”. (Al-Ankabut:45). Sebab dalam shalat terdapat tiga perangai, yaitu ikhlas, rasa takut, dan dzikir kepada Allah. Ikhlas menyuruh kpeda kebaikan, rasa takuit mencegah diri diri dari kemungkaran, dan dzikir kepada Allah membuat cerdas jiwa.
Puasa sebagai sarana penyucian dan pembersihan diri
Firman Allah:”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa”. (Al-Baqoroh:183). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjelaskan bahwa puasa merupakan salah satu sebab pemberian ampunan, pembebasan dari neraka, dan masuk surga. Puasa adalah perisai, obat dan benteng dari hawa nafsu. Sebab puasa dapat mengagungkan jiwa, menindas dan memenjarakan hawa nafsu. Sehingga jiwa benar-benar terang dan tenteram. Muara kebahagiaan dan kesengsaraan adalah hati. Hati hanya akan merasa bahagia dengan ikhlas beribadah kepada Allah SWT. Ia hanya akan merasa tenang dengan zikir dan menaati Allah SWT. Seorang hamba sepatutnya berusaha melembutkan dan menyucikan jiwanya sesuai ketentuan Allah SWT dalam kitabNya dan Sunnah RasulNya. Allah SWT menganugerahkan kemudahan kepada hambaNya dalam menyusuri jalan kebaikan serta memalingkannya dari kemungkaran. Memperhatikan hal-hal yang bisa membersihkan jiwa dan melembutkan hati agar selalu patuh pada syariat Allah merupakan salah satu faktor kebaikan yang paling agung di dunia dan akhirat.
Penyucian jiwa lebih penting bagi para penuntut
ilmu dibanding ilmu-ilmu tentang ibadah yang lain. Sebagaimana
pentingnya air bagi ikan dan udara bagi manusia. Hal ini karena ilmu
penyucian jiwa bisa digunakan untuk : Pertama, memperbaiki hati. Ada
yang mengatakan , “Hati yang baik akan mudah menyerap ilmu, sebagaimana
tanah yang subur akan mudah ditanami.” Kedua, agar mereka memperbarui
taubat kepada Allah setiap pagi dan sore. Sebagaimana ulama salaf
mengatakan, “barangsiapa yang tidak bertaubat pada pagi dan sore, ia
termasuk orang yang zalim” ketiga, agar penuntut ilmu tidak patah
semangat terhadap cobaan yang menimpanya. Misalnya, ada orang yang
sangat cerdas dan giat dalam menuntut ilmu syar’i, namun karena
keistimewaan ini, ia dirasuki sifat sombong atau riya’ sehingga
menyebabkan celaka. Seperti dalam kisah tiga orang yang dipanggang
pertama kali dalam api neraka, disebabkan perbuatan hatinya.
“Berbagai fitnah akan dihadapkan pada hati
bagaikan tikar yang dibentangkan helai demi helai. Mana saja hati yang
termakan oleh fitnah tersebut akan ditempeli oleh bintik hitam, dan hati
yang tidak tergoda oleh fitnah itu akan ditempeli oleh bintik putih,
sehingga ada dua macam hati: hati yang hitam legam bagai cangkir jubung
yang miring, yang tidak mengetahui kebaikan dan tidak menolak
kemungkaran, ia hanya menurutkan hawa nafsunya dan hati yang putih
bersih yang tidak tergoda oleh fitnah selama masih ada langit dan bumi.”
(HR.Muslim)
Dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan,
jalan meraih kebahagiaan ialah dengan memperhatikan, memperbaiki, dan
mengobati penyakit-penyakit hati supaya selalu menaati Rabb-Nya. Karena
orang yang beruntung ialah orang yang mendapat pertolongan dan
petunjuk-Nya sesuai dalam kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar