Sebentar lagi kita akan memasuki tanggal 10 Muharram 1434 H dimana pada
tanggal tersebut dikenal juga dengan hari ‘Asyura. Kata ‘Asyura sendiri
berasal dari bahasa arab yang artinya hari ke sepuluh di bulan
Muharram.
Nabi Muhammad SAW biasa berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan umatnya untuk
melakukan hal serupa, sebagiamana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang artinya :
“Tatkala
Nabi shalallaahu ‘alaihi wassalam datang ke Madinah, beliau melihat
orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau shalallaahu
‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab,
“Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari
musuhnya, maka Musa alaihis salam berpuasa pada hari ini.
Nabi shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Saya lebih berhak
mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari
itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. (HR. Al Bukhari)
Puasa di hari ‘Asyura ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan Nabi SAW dan telah dilakukan sejak
awal kenabian. Hal ini tersirat dari hadits berikut.
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمَ
عَاشُوْرَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ
شَاءَ أَفْطَرَ
Dan dari Aisyah radhiallahu anha, ia mengisahkan :
“Dahulu Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari ‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. (HR. Al Bukhari No 1897)
“Dahulu Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari ‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. (HR. Al Bukhari No 1897)
Dengan demikian setelah diwajibkannya puasa Ramadhan, maka puasa Muharram di hari ‘Asyura
menjadi sunnah hukumnya. Sebelumnya Rasulullaah SAW sangat menekankan (seperti mewajibkan)
agar kaum muslimin berpuasa di hari ke sepuluh bulan Muharram itu.
Dalam hadits lain Nabi SAW menekankan keutamaan puasa 'Asyura ini, yang artinya :
Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram,… [HR Muslim]
Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram,… [HR Muslim]
Keutamaan lain puasa ‘asyura (10 Muharram) adalah bisa menghapus dosa-dosa
setahun yang telah lewat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Qatadah RA, Rasululllah SAW
ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, beliau bersabda: ”Puasa itu bisa
menghapuskan dosa-dosa (kecil) pada tahun sebelumnya.”(HR Muslim
2/818-819)
Pelaksanaan puasa Muharram atau ‘Asyura sebagaimana tersirat pada arti kata ‘asyura adalah pada 10 Muharram. Namun ada satu hadits yang menyatakan bahwa Nabi SAW akan melaksanakan puasa ini dimulai dari tanggal 9 Muharram untuk membedakan dengan puasa yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nashrani yang pada saat itu merayakan hari ‘Asyura. Namun hal ini belum sempat dilakukan oleh Nabi SAW karena sebelum Muharram tahun berikutnya Rasululloh SAW telah wafat. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya :
“Jikalau masih ada umurku tahun depan, aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)” [HR Muslim]
Di hadits lain dari Ibnu Abbas RA juga, Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Puasalah kalian pada tanggal sembilan dan sepuluh, bedakanlah dari orang-orang Yahudi.” (HR. Muslim).
Sebagian
ulama
menganjurkan agar puasa bulan Muharram ini berbeda dengan kebiasaan
orang Yahudi dan Nashrani maka dilaksanakan 2 hari yaitu tanggal 9 dan
10 Muharram. Dimana pada tanggal 10 Muharram merupakan kebiasaan
puasa Nabi SAW sebelumnya dan tanggal 9 Muharram sebagai sebagai pembeda
sesuai dengan hadits di atas.
Lalu apa kaitannya tanggal 10 Muharram dengan Hari Raya Lebaran Anak Yatim ?
Lalu apa kaitannya tanggal 10 Muharram dengan Hari Raya Lebaran Anak Yatim ?
Sebagian masyarakat di Indonesia menganggap bahwa tanggal 10 Muharram sebagai Hari Raya atau Lebaran anak yatim,
padahal tidak ada dalil yang kuat mengenai hari raya atau lebaran yatim
ini. Kalaupun benar sebagai hari raya atau lebaran anak yatim maka
anak yatim yang mana, yang Islam apa yang bukan Islam, dan apa yang
harus dilakukan pada hari raya tersebut.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud RA, mengisyaratkan bahwa Hari Raya umat Islam hanya ada Idul Adha dan Idul Fitri
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud RA, mengisyaratkan bahwa Hari Raya umat Islam hanya ada Idul Adha dan Idul Fitri
عَنْ
أَنَسٍ، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ: مَا
هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي
الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا:
يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ "
Dari
Anas, ia berkata : Rosulallah SAW datang ke Madinah dan mereka
(orang-orang) menjadikan dua hari yang mana mereka suka bermain
bersenang-senang), lalu Rosul bertanya : apa maksud dua hari ini ?
mereka menjawab : kami biasa bermain / bersenang-senang pada dua hari
ini di zaman jahiliyah, maka Rosulallah SAW bersabda : sesungguhnya
Allah telah menggantikan buat kamu dengan dua hari raya yang lebih baik
dari dua hari itu (dua hari raya dizaman jahiliyah) yaitu :hari raya adha dan hari raya Fitri (HR : Abu Daud : 1134)
Dari hadits diatas jelas bahwa hanya ada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, tidak ada Hari Raya atau Lebaran anak yatim, artinya jika anak yatim itu beragama Islam, maka ajaklah untuk berhari raya ‘Idul Fitri dan Idul Adha.
Lalu bagaimana dengan hadits dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah pernah bersabda :
”Dan
barangsiapa yang membelaikan tangannya pada rambut (kepala) anak yatim
di hari 'Asyura, maka Allah Ta’ala mengangkat derajat orang tersebut
untuk untuk
satu helai rambut satu derajat. Dan barangsiapa memberikan (makan dan
minum) untuk berbuka bagi orang mukmin pada malam 'Asyura, maka orang
tersebut seperti memberikan makanan kepada seluruh umat Muhammad SAW
dalam keadaan kenyang semuanya.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Baihaqi :
Abdullah ibn Abi Auf berkata, kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW maka datang seorang anak laki-laki, ia berkata, "saya yatim, saudari saya yatim, dan ibu saya seorang janda. Bagilah kami makanan dari rezki yang Allah berikan kepadamu seridhanya". Kemudian, Rasul mengambil 21 biji kurma dan berkata, "tujuh biji untukmu, tujuh untuk saudarimu, dan tujuh untuk ibumu". Mu'adz ibn jabal berdiri dan mengusap kepalanya dan berkata, "Allah yang menakdirkanmu menjadi yatim dan menjadikanmu pengganti bapakmu (anak itu adalah dari kaum muhajirin) maka Rasulullah SAW bersabda, "Aku melihat tindakanmu ya mua'adz, Mu'adz berkata, 'tanda sayang'. Rasul berkata, 'tidak seorangpun dari kamu yang mengurus anak yatim, kemudian baik cara mengurusnya. Kalau ia mengusap kepalanya selain Allah SWT catat baginya setiap helai rambut keburukan dan mengangkat setiap helai rambut satu derajat". (HR.Baihaqi)
Belaian rambut pada kedua hadits di atas merupakan kata majaz atau kata kiasan yang merupakan kasih sayang. Kasih sayang yang bukan hanya diwujudkan dengan belaian rambut belaka, tapi bagaimana mengurus anak yatim dengan baik yang diikuti dengan pemberian santunan untuk pendidikan, sandang, pangan dan lain sebagainya.
Pada hadits yang kedua disebutkan "mengurus anak yatim, kemudian baik cara mengurusnya" mengisyaratkan bahwa pemberian santunan bukan hanya pada tanggal 10 Muharram saja, tapi juga pada bulan-bulan lainnya.
Hadist diatas juga memberi penekanan kepada kita bahwa anak yatim merupakan prioritas juga dalam memilih penerima sedekah. Tentunya anak yatim diatas adalah anak yatim yang miskin. Karena tidak semua anak yatim itu miskin, banyak juga anak yatim yang kaya, khusus hal ini tugas kita adalah menjaga agar harta anak yatim ini tidak disalah gunakan oleh orang yang tidak berhak dan pada saatnya nanti sudah dewasa akan menjadi hak sepenuhnya dari anak yatim ini.
Begitu pentingnya mengurus anak yatim sampai begitu banyak kebaikan yang Allah janjikan untuk orang yang memperhatikan anak yatim. Sebagimana Firman Allah :
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik (membiarkan) anak yatim".
Abdullah ibn Abi Auf berkata, kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW maka datang seorang anak laki-laki, ia berkata, "saya yatim, saudari saya yatim, dan ibu saya seorang janda. Bagilah kami makanan dari rezki yang Allah berikan kepadamu seridhanya". Kemudian, Rasul mengambil 21 biji kurma dan berkata, "tujuh biji untukmu, tujuh untuk saudarimu, dan tujuh untuk ibumu". Mu'adz ibn jabal berdiri dan mengusap kepalanya dan berkata, "Allah yang menakdirkanmu menjadi yatim dan menjadikanmu pengganti bapakmu (anak itu adalah dari kaum muhajirin) maka Rasulullah SAW bersabda, "Aku melihat tindakanmu ya mua'adz, Mu'adz berkata, 'tanda sayang'. Rasul berkata, 'tidak seorangpun dari kamu yang mengurus anak yatim, kemudian baik cara mengurusnya. Kalau ia mengusap kepalanya selain Allah SWT catat baginya setiap helai rambut keburukan dan mengangkat setiap helai rambut satu derajat". (HR.Baihaqi)
Belaian rambut pada kedua hadits di atas merupakan kata majaz atau kata kiasan yang merupakan kasih sayang. Kasih sayang yang bukan hanya diwujudkan dengan belaian rambut belaka, tapi bagaimana mengurus anak yatim dengan baik yang diikuti dengan pemberian santunan untuk pendidikan, sandang, pangan dan lain sebagainya.
Pada hadits yang kedua disebutkan "mengurus anak yatim, kemudian baik cara mengurusnya" mengisyaratkan bahwa pemberian santunan bukan hanya pada tanggal 10 Muharram saja, tapi juga pada bulan-bulan lainnya.
Hadist diatas juga memberi penekanan kepada kita bahwa anak yatim merupakan prioritas juga dalam memilih penerima sedekah. Tentunya anak yatim diatas adalah anak yatim yang miskin. Karena tidak semua anak yatim itu miskin, banyak juga anak yatim yang kaya, khusus hal ini tugas kita adalah menjaga agar harta anak yatim ini tidak disalah gunakan oleh orang yang tidak berhak dan pada saatnya nanti sudah dewasa akan menjadi hak sepenuhnya dari anak yatim ini.
Begitu pentingnya mengurus anak yatim sampai begitu banyak kebaikan yang Allah janjikan untuk orang yang memperhatikan anak yatim. Sebagimana Firman Allah :
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik (membiarkan) anak yatim".
Bahkan, Rasulullah memberikan gambaran kedudukan kepada mereka yang menyantuni anak yatim, sebagaimana dua jari yang berdekatan.
"Aku
dan orang-orang yang mengasuh/menyantuni anak yatim di Surga seperti
ini", Kemudian beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari
tengah seraya sedikit merenggangkannya. " (HR. Bukhori).
Masih
banyak dalil keutamaan menyantuni anak yatim, namun hadits di atas,
rasanya sudah cukup untuk memberikan gambaran yang nyata, bagaimana
utamanya menyantuni anak yatim.
Kembali kepada penisbahan bahwa tanggal 10 Muharram sebagai lebaran anak yatim. Mungkin ada yang beranggapan bukankah baik bila dijadikan hari
seperti lebaran anak yatim itu, supaya orang yang selama ini acuh tak acuh menjadi terbuka matanya dengan anak yatim.
Kalau menggunakan perasaan maka segalanya memang bisa dirasa baik atau buruknya.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa penetapan hari raya membutuhkan dalil yang kuat. Dengan menetapkan hari raya atau lebaran anak yatim
seakan-akan hanya hari itu saja momen untuk
menyantuni anak yatim. Padahal anak-anak yatim tidak hanya ada ketika
lebaran yatim saja, mereka juga ada di hari-hari lainnya dimana
mereka juga masih membutuhkan bantuan pada hari-hari lainnya tersebut.
Boleh
saja memberi santunan pada 10 Muharram, tapi jangan beranggapan bahwa
jika menyantuni anak yatim diluar hari lebarannya maka fahalanya akan
berkurang. Sehingga keinginan memberikan santuan selain tanggal 10
Muharram juga berkurang. Padahal kenyataannya tidak demikian, karena fahala yang diperoleh ketika menyantuni anak yatim baik ketika
hari yang dikatakan lebarannya maupun pada hari-hari lainnya adalah sama. Karena tidak ada dalil yang
menyatakan bahwa menyantuni anak yatim pada 10 Muharram lebih besar fahalanya daripada hari lainnya.
Kesimpulannya jangan membuat statemen bahwa tanggal 10 Muharram adalah Hari Raya atau Lebaran Anak Yatim karena tidak ada dalil yang menguatkan.
Mari kita santuni anak yatim kapan saja baik itu tanggal 10 Muharram atau tanggal-tanggal lainnya karena yang mereka butuhkan bukan hanya pada hari itu saja.
Demikianlah sedikit informasi mengenai Puasa 10 Muharram dan Hari Raya Lebaran Anak Yatim. semoga kita diberikan kemampuan untuk ikut menyantuni anak yatim dan melaksanakan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Aamiin. by.infonews
Kesimpulannya jangan membuat statemen bahwa tanggal 10 Muharram adalah Hari Raya atau Lebaran Anak Yatim karena tidak ada dalil yang menguatkan.
Mari kita santuni anak yatim kapan saja baik itu tanggal 10 Muharram atau tanggal-tanggal lainnya karena yang mereka butuhkan bukan hanya pada hari itu saja.
Demikianlah sedikit informasi mengenai Puasa 10 Muharram dan Hari Raya Lebaran Anak Yatim. semoga kita diberikan kemampuan untuk ikut menyantuni anak yatim dan melaksanakan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Aamiin. by.infonews
0 komentar:
Posting Komentar