Solusi Hutang
Do'a Melunasi Hutang, Solusi Bagi Yang Berhutang
Lagi lagi Masalah Hutang...
Kenapa Sih Berhutang?
Kalau Bisa Berhutang Bisakah Kita Membayarnya? Pikirkan dulu jangan sampai menyesal nantinya
Nah, Hutang adalah Problema, bukan saja Setip pribadi Manusia bahkan Kelompok Masyarakat dan Negara inipun berhutang..!!! jangan anggap sepele hutang sebab hutang membikin hidup tidak tenang dan Suka berbohong, makanya segeralah menjadi Terbaik jangan sampai menjadi biasa biasa saja dlm mengkondisikan Utang piutang Anda..!!!
Giliran
yang Punya Uang berilah kebijaksanaan kepada mereka yang berhutang dan
berikan pula Solusi untuknya jangan sampai hilang kesabaran yg akhirnya
putus Silaturrahim.
Jauhilah untuk berhutang baik ke Bank ataupun kepada pribadi masyarakat, karena dengan berhutang belum tentu menjadi Solusi "Hutang adalah Aset"
itu hanya bohong belaka buktinya banyak yg berhutang malah
HABISSSSS.... alias bangkrut, krn terlalu berani mengambil resiko
mengutang..!!! Ya Judulnya saja Sudah Pakai Cara Gila... Gimana gak Jadi
Gila Tuh Orang Yang Ikutnya...Hehehe... Maaf Kalau berlebihan, Jadi
Kembalilah ke Ajaran yg benar Rosullulloh tidak mengajarkan untuk
berhutang..!! Malah Mengajarkan Membayarkan Hutang Kepada mereka yg
telah terlanjur berhutang, bahkan Orang yg berhutang termasuk dari salah
satu Firman Alloh SWT QS At-Taubah: 60 untuk Menerima Zakat (ASNAP)
Do'a Melunasi Hutang
Apabila kita mempunyai hutang apalagi hutang yang sifatnya melilit, maka hendaklah kita memperbanyak membaca do'a-do'a berikut:
Apabila kita mempunyai hutang apalagi hutang yang sifatnya melilit, maka hendaklah kita memperbanyak membaca do'a-do'a berikut:
اللَّهُمَّ اكْفِنِيْ بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Ya
Allah, cukupkanlah aku dengan apa-apa yang Engkau halalkan dari apa-apa
yang Engkau haramkan. Dan kayakanlah (cukupkanlah) aku dengan
karunia-Mu dari segala sesuatu selain Engkau. ” (HR. At-Tirmidziy 5/560,
lihat Shahih At-Tirmidziy 3/180)
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ
الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ
وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
“Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keresahan dan
kesedihan, kelemahan dan sikap malas, kekikiran dan sikap penakut serta
dililit hutang dan dikalahkan lawan. ” (HR. Al-Bukhariy 7/158)
BERDOA MOHON PERLINDINGAN DARI HUTANG
BERDOA MOHON PERLINDINGAN DARI HUTANG
Dari 'A`isyah radhiyallaahu 'anhaa bahwasanya Rasulullah di dalam shalatnya membaca do'a:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ
مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ
الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ
الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
“Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, aku berlindung
kepada-Mu dari fitnahnya Al-Masih Ad-Dajjal, dan aku berlindung
kepada-Mu dari fitnahnya hidup dan mati. Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari (berbuat) dosa dan (terlilit) hutang. “
Berkatalah
'A`isyah, “Maka ada seseorang yang berkata, “Betapa banyaknya
(seringnya) engkau meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah!”
Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang,
ketika dia berbicara maka dia berdusta dan ketika berjanji maka dia
menyelisihi. ” (HR. Al-Bukhariy 1/202 no. 832 dan Muslim 1/412 no. 589)
Hal ini dikarenakan
ketika orang yang mempunyai hutang ditagih, dia mengatakan, “Nanti akan
saya bayar besok. ” Ketika besoknya didatangi dia mengatakan, “Maaf,
saya belum punya uang, pekan depan saja. “, dan seterusnya.
KEUTAMAAN MEMBERI HUTANG
Dalam shohih Muslim pada Bab ‘Keutamaan berkumpul untuk membaca Al
Qur’an dan dzikir’, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً
مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ
عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ
اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا
كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin
di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat.
Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah
akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib
seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat.Allah
akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong
saudaranya.”
(HR. Muslim no. 2699)
Keutamaan seseorang yang memberi hutang terdapat dalam hadits yang mulia
yaitu pada sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: Barangsiapa
memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan
memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Dalam Tuhfatul Ahwadzi (7/261)dijelaskan maksud hadits ini yaitu:
“Memberi kemudahan pada orang
miskin –baik mukmin maupun kafir- yang memiliki hutang, dengan
menangguhkan pelunasan utang atau membebaskan sebagian utang atau
membebaskan seluruh hutangnya.”
Sungguh beruntung sekali seseorang yang memberikan kemudahan bagi
saudaranya yang berada dalam kesulitan, dengan izin Allah orang seperti
ini akan mendapatkan kemudahan di hari yang penuh kesulitan yaitu hari
kiamat.
Tagihlah Hutang dengan Cara yang Baik
Dalam Shohih Bukhari dibawakan Bab ‘Memberi kemudahan dan kelapangan
ketika membeli, menjual, dan siapa saja yang meminta haknya, maka
mintalah dengan cara yang baik’.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
“Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual,
ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no.
2076)
Yang dimaksud dengan ‘ketika menagih haknya (utangnya)’ adalah meminta
dipenuhi haknya dengan memberi kemudahan tanpa terus mendesak. (Fathul
Bari, 6/385)
Ibnu Hajar mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat dorongan untuk
memberi kelapangan dalam setiap muamalah, dan dorongan untuk memberikan
kelapangan ketika meminta hak dengan cara yang baik.
Dalam Sunan Ibnu Majah dibawakah Bab ‘Meminta dan mengambil hak dengan cara yang baik’.
Dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ
“Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan
cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan
menunaikannya.”
(HR. Ibnu Majah no. 1965. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishohih)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda untuk orang yang memiliki hak pada orang lain,
خُذْ حَقَّكَ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ
“Ambillah hakmu dengan cara yang baik pada orang yang mau menunaikannya ataupun enggan menunaikannya.”
(HR. Ibnu Majah no. 1966. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Berilah Tenggang Waktu bagi Orang yang Kesulitan
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
(QS. Al Baqarah: 280)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bersabar terhadap orang
yang berada dalam kesulitan, di mana orang tersebut belum bisa melunasi
utang. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan.” Hal ini tidak seperti perlakuan orang
jahiliyah dahulu. Orang jahiliyah tersebut mengatakan kepada orang yang
berutang ketika tiba batas waktu pelunasan: “Kamu harus lunasi utangmu
tersebut. Jika tidak, kamu akan kena riba.”
Memberi tenggang waktu terhadap orang yang kesulitan adalah wajib.
Selanjutnya jika ingin membebaskan utangnya, maka ini hukumnya sunnah
(dianjurkan). Orang yang berhati baik seperti inilah (dengan membebaskan
sebagian atau seluruh utang) yang akan mendapatkan kebaikan dan pahala
yang melimpah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al Azhim, pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280)
Begitu pula dalam beberapa hadits disebutkan mengenai keutamaan
orang-orang yang memberi tenggang waktu bagi orang yang sulit melunasi
utang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ
“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam
kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka
dia akan mendapat naungan Allah.”
(HR. Muslim no. 3006)
Dari salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
–Abul Yasar-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى ظِلِّهِ فَلْيُنْظِرِ الْمُعْسِرَ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ
“Barangsiapa ingin mendapatkan naungan Allah ‘azza wa jalla,
hendaklah dia memberi tenggang waktu bagi orang yang mendapat kesulitan
untuk melunasi hutang atau bahkan dia membebaskan utangnya tadi.”
(HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Lihatlah pula akhlaq yang mulia dari Abu Qotadah karena beliau pernah mendengar hadits serupa dengan di atas.
Dulu Abu Qotadah pernah memiliki piutang pada seseorang. Kemudian beliau
mendatangi orang tersebut untuk menyelesaikan utang tersebut. Namun
ternyata orang tersebut bersembunyi tidak mau menemuinya. Lalu suatu
hari, kembali Abu Qotadah mendatanginya, kemudian yang keluar dari
rumahnya adalah anak kecil. Abu Qotadah pun menanyakan pada anak tadi
mengenai orang yang berutang tadi. Lalu anak tadi menjawab, “Iya, dia
ada di rumah sedang makan khoziroh.” Lantas Abu Qotadah pun
memanggilnya, “Wahai fulan, keluarlah. Aku dikabari bahwa engkau berada
di situ.” Orang tersebut kemudian menemui Abu Qotadah. Abu Qotadah pun
berkata padanya, “Mengapa engkau harus bersembunyi dariku?”
Orang tersebut mengatakan, “Sungguh, aku adalah orang yang berada dalam
kesulitan dan aku tidak memiliki apa-apa.” Lantas Abu Qotadah pun
bertanya, “Apakah betul engkau adalah orang yang kesulitan?” Orang
tersebut berkata, “Iya betul.” Lantas dia menangis.
Abu Qotadah pun mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau
bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan ‘Arsy di
hari kiamat.”
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih.
(Lihat Musnad Shohabah fil Kutubit Tis’ah dan Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280)
Inilah keutamaan yang sangat besar bagi orang yang berhati mulia seperti Abu Qotadah.
Begitu pula disebutkan bahwa orang yang berbaik hati untuk memberi
tenggang waktu bagi orang yang kesulitan, maka setiap harinya dia
dinilai telah bersedekah.
Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya:
من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة
“Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam
kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan, dia akan
dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu
dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap
harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai
piutangnya.”
(HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath Thobroniy, Al Hakim, Al Baihaqi.
Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 86 mengatakan bahwa
hadits ini shohih)
Begitu pula terdapat keutamaan lainnya. Orang yang berbaik hati dan
bersabar menunggu untuk utangnya dilunasi, niscaya akan mendapatkan
ampunan Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ ،
فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ ، لَعَلَّ
اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا ، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ
“Dulu ada seorang pedagang biasa memberikan pinjaman kepada
orang-orang. Ketika melihat ada yang kesulitan, dia berkata pada
budaknya: Maafkanlah dia (artinya bebaskan utangnya). Semoga Allah
memberi ampunan pada kita. Semoga Allah pun memberi ampunan padanya.”
(HR. Bukhari no. 2078)
Itulah kemudahan yang sangat banyak bagi orang yang memberi kemudahan
pada orang lain dalam masalah utang. Bahkan jika dapat membebaskan
sebagian atau keseluruhan utang tersebut, maka itu lebih utama.
Beri Pula Kemudahan bagi Orang yang Mudah Melunasi UtangSelain memberi
kemudahan bagi orang yang kesulitan, berilah pula kemudahan bagi orang
yang mudah melunasi utang. Perhatikanlah kisah dalam riwayat Ahmad
berikut ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ
أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ
النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً
أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا
أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ“
Ada seseorang didatangkan pada hari kiamat. Allah berkata (yang
artinya), “Lihatlah amalannya.” Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai
Rabbku. Aku tidak memiliki amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku
memiliki harta, lalu aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap
orang yang sebenarnya mampu untuk melunasinya, aku beri kemudahan.
Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu
memberinya tenggang waktu sampai dia mampu melunasinya.” Lantas Allah
pun berkata (yang artinya), “Aku lebih berhak memberi kemudahan”. Orang
ini pun akhirnya diampuni.”
(HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Al Bukhari pun membawakan sebuah bab dalam kitab shohihnya ‘memberi
kemudahan bagi orang yang lapang dalam melunasi utang’. Lalu setelah
itu, beliau membawakan hadits yang hampir mirip dengan hadits di atas.
Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَلَقَّتِ الْمَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ
مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا قَالَ
كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِى أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ الْمُوسِرِ
قَالَ قَالَ فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ
“Beberapa malaikat menjumpai ruh orang sebelum kalian untuk mencabut
nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, “Apakah kamu memiliki sedikit dari
amal kebajikan?” Kemudian dia mengatakan, “Dulu aku pernah
memerintahkan pada budakku untuk memberikan tenggang waktu dan
membebaskan utang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk
melunasinya.” Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.”
(HR. Bukhari no. 2077)
Lalu bagaimana kita membedakan orang yang mudah dalam melunasi utang (muwsir) dan orang yang sulit melunasinya (mu’sir)? Para ulama memang berselisih dalam mendefinisikan dua hal ini
sebagaimana dapat dilihat di Fathul Bari, Ibnu Hajar. Namun yang lebih
tepat adalah kedua istilah ini dikembalikan pada ‘urf yaitu kebiasaan
masing-masing tempat karena syari’at tidak memberikan batasan mengenai
hal ini. Jadi, jika di suatu tempat sudah dianggap bahwa orang yang
memiliki harta 1 juta dan kadar utang sekian sudah dianggap sebagai
muwsir (orang yang mudah melunasi utang), maka kita juga menganggapnya
muwsir. .
Wallahu a’lam
Semoga Kita Semua Terbebas dari Hutang piutang...amin
0 komentar:
Posting Komentar