Pemimpin Dambaan Rakyat
Saudaraku…
Kegemilangan zaman umat Islam di masa khulafaur rasyidin; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali kembali tercipta di zaman khalifah bani Umayyah; Umar bin Abdul Azis. Walaupun mereka berada di rentang waktu yang berbeda. Padahal ia memerintah cukup singkat, kurang dari tiga tahun. Dari tahun 99 H hingga 102 H. Namun prestasinya akan terus dikenang oleh umat Islam sepanjang masa. Wajar, jika para ahli sejarah menyebut Umar bin Abdul Azis sebagai khalifah ar rasyid yang kelima.
Kegemilangan zaman umat Islam di masa khulafaur rasyidin; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali kembali tercipta di zaman khalifah bani Umayyah; Umar bin Abdul Azis. Walaupun mereka berada di rentang waktu yang berbeda. Padahal ia memerintah cukup singkat, kurang dari tiga tahun. Dari tahun 99 H hingga 102 H. Namun prestasinya akan terus dikenang oleh umat Islam sepanjang masa. Wajar, jika para ahli sejarah menyebut Umar bin Abdul Azis sebagai khalifah ar rasyid yang kelima.
Rakyat hidup damai sejahtera. Kezaliman
menyingkir dan kemiskinan sirna tak berbekas. Tiada seorangpun dari
rakyatnya yang mau menerima harta zakat dan sedekah, karena mereka
merasa mampu dan tak layak mendapat jatah zakat dan sedekah. Baitul mal
pun sesak dengan banda zakat, sedekah dan yang lainnya.
Kesejahteraan bukan hanya dirasakan oleh
manusia, tetapi dikecap pula oleh binatang dan hewan yang hidupnya di
lereng-lereng bukit dan lembah. Serigala yang biasanya memangsa kambing
dan domba, pada saat itu bisa membaur dan hidup berdampingan dengan akur
dan rukun dengan domba dan kambing. Subhanallah.
Saudaraku..
Kesejahteraan, keadilan, keamanan dan kedamaian itulah yang barangkali menjadi barang langka di negeri kita saat ini. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, baru menjadi senandung lagu yang selalu kita dengar setiap kali gema MTQ digulirkan, baik di tingkat Kabupaten, Propinsi maupun Nasional.
Kesejahteraan, keadilan, keamanan dan kedamaian itulah yang barangkali menjadi barang langka di negeri kita saat ini. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, baru menjadi senandung lagu yang selalu kita dengar setiap kali gema MTQ digulirkan, baik di tingkat Kabupaten, Propinsi maupun Nasional.
Praktek korupsi merajalela di mana-mana.
Para pengamen menghiasi lampu merah yang padat. Kebut-kebutan bis metro
mini dan kopaja yang saling mendahului dengan dalih mengejar setoran,
menjadi sesuatu yang lumrah. Aparat yang menggusur paksa pedagang kaki
lima. Penjualan bayi yang terus marak. Pelacuran yang meramaikan
kehidupan malam. Wajah-wajah polos anak-anak di bawah umur yang hidup di
bawah garis kemiskinan terpaksa harus putus sekolah. Tangisan rakyat
yang dibalut penderitaan dan dicekik hutang. Kriminalitas terus
membayangi warga. Dan seterusnya, yang merupakan pemandangan nyata yang
terus kita saksikan di sekitar kita.
Hewan dan binatang pun gerah lantaran
kezaliman semakin tumbuh subur di negeri ini. Yang mana hal ini membuat
masyarakat resah. Serangga Tomcat yang memiliki nama lain kumbang rove,
hanya menjadi salah satu contohnya. Ia menebarkan racun, 12 lebih
berbahaya daripada bisa ular cobra dan membuat orang yang terkena
racunnya menderita penyakit gatal.
Banjir dan bencana lain masih rutin
menyapa negeri kita tercinta. Seolah-olah ia menjadi cerita bersambung
yang tak ada akhir. Bumi tak rela dijadikan tempat maksiat dan dosa yang
terus menjamur.
Kita sangat merindukan pemimpin yang
memiliki kepribadian seperti Umar bin Abdul azis. Kita mendamba
munculnya ratu adil, yang dapat mengalirkan kesejahteraan, kedamaian,
keamanan dan keadilan bagi rakyatnya. Yang akan dicintai rakyat dan
do’a-do’a tulus terlantunkan dari lisan mereka.
Hal ini senada dengan sabda Nabi saw,
“Sebaik-baik penguasa adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun
mencintai kalian. Kalian do’akan kebaikan atas mereka dan mereka pula
mendo’akan kebaikan untuk kalian. Seburuk-buruknya penguasa adalah
orang-orang yang kalian benci dan mereka juga membenci kalian. Laknat,
kalian berikan kepada mereka dan mereka pun melaknati kalian.” HR.
Muslim.
Saudaraku..
Ada pertanyaan yang menggelayut di benak kita perihal khalifah Umar bin Abdul Azis ini. Dengan capaian yang teramat gemilang dan raihan prestasi yang menakjubkan selama menjadi khalifah, apakah hal itu terjadi secara kebetulan, spontan bim salabim, alami atau ada usaha manusiawi yang terprogram dan terarah? Atau mengalir begitu saja sesuai dengan aliran mata air takdir yang Maha Kuasa?.
Ada pertanyaan yang menggelayut di benak kita perihal khalifah Umar bin Abdul Azis ini. Dengan capaian yang teramat gemilang dan raihan prestasi yang menakjubkan selama menjadi khalifah, apakah hal itu terjadi secara kebetulan, spontan bim salabim, alami atau ada usaha manusiawi yang terprogram dan terarah? Atau mengalir begitu saja sesuai dengan aliran mata air takdir yang Maha Kuasa?.
Jawabannya tentu, selain dari bagian
sekenario Allah Swt, ada usaha manusiawi yang terarah, ada sebuah proses
yang terprogram dan ada cita-cita yang tertata rapi dari sang khalifah.
Salah satunya, seperti yang disebutkan oleh Hasan Zakaria Falyafil dalam bukunya ‘tharaif wa mawaqif min at tarikh al Islami’.
Setelah didaulat menjadi khalifah bani
Umayyah, Umar bin Abdul Azis mengirim sepucuk kepada Salim bin Abdullah
bin Umar di Madinah, yang inti suratnya adalah, “Kirimkanlah untukku buku-buku yang mengulas perihal Umar bin Khattab,
keputusan-keputusan yang pernah diambilnya selama menjadi khalifah dan
berisi lembaran-lembaran sirahnya. Karena sesungguhnya aku ingin
mengikuti jejaknya dan menapi jalan yang pernah dilaluinya.” Setelah membaca surat dari sang khalifah, Salim mengirim surat balasan, “Engkau sekarang hidup di zaman yang berbeda, bukan hidup di masa Umar,
dan tidak didampingi oleh para pejabat yang dulu pernah membantu Umar
(dalam mengurus rakyatnya).
Tapi ketahuilah jika engkau berniat
sungguh-sungguh mengukir kebaikan dan memiliki tekad yang bulat untuk
itu, maka Allah Swt akan membantumu. Dan Dia akan mengaruniakan kepadamu
para pejabat yang akan membantumu (dengan tulus). Karena sesungguhnya
pertolongan Allah diberikan kepada hamba-Nya sepadan dengan niat tulus
yang tertancap di dalam hatinya.”
Saudaraku…
Ternyata itulah kunci kesuksesan Umar bin Abdul Azis dalam mengemban amanah sebagai khalifah. Ada niat tulus, untuk mengikuti jejak para pendahulunya; khulafaur rasyidin. Selalu meminta nasihat, saran dan teguran dari para ulama Rabbani dan zuhud yang hidup di masanya. Menyingkirkan para pejabat yang bermental mendua, suka berbasa basi dan cari perhatian.
Ternyata itulah kunci kesuksesan Umar bin Abdul Azis dalam mengemban amanah sebagai khalifah. Ada niat tulus, untuk mengikuti jejak para pendahulunya; khulafaur rasyidin. Selalu meminta nasihat, saran dan teguran dari para ulama Rabbani dan zuhud yang hidup di masanya. Menyingkirkan para pejabat yang bermental mendua, suka berbasa basi dan cari perhatian.
Mungkinkah di zaman ini lahir penguasa
atau pemimpin yang berkepribadian seperti Umar bin Abdul Azis? Walaupun
sulit terwujud, tapi tidak mustahil akan muncul di negeri kita. Selama
ia mau mengikuti jejak sang khalifah yang zuhud itu. Selama ia memandang
bahwa jabatan yang disandangnya adalah amanah dari Allah Swt dan
bertekad mensejahterakan rakyatnya. Selama ia tidak menjadikan kekuasaan
sebagai kendaraan untuk memperkaya diri.
Semua berawal dari niat tulus dan
kebulatan tekad. Dimulai dari merubah ‘mau’ menjadi ‘kemauan’. Selama
ada terselip tujuan, menggapai ridha Allah Swt dan meraih cinta dan do’a
kebaikan dari rakyatnya. Selama ia yakin dengan pertolongan-Nya.
Wallahu a’lam bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar