Berbagi dengan Cinta
“Dan bersedekahlah kamu dengan sesuatu yang paling kamu cintai”
Kata-kata ini sering kita dengar dan begitu akrab ditelinga pencinta sedekah.
Keimanan dan Ketaqwaan adalah sesuatu yang menyebabkan kita merasakan cinta itu. Cinta yang berwujud petunjuk dari Allah langsung menembus qolbu dan akal kita bersedekah adalah sesuatu yang paling kita cintai.
Jika kita cinta kepada harta kita, maka sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada ilmu pengetahuan kita, maka sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada pengalaman kita, maka sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada tubuh tenaga kita, maka sedekahlah.
Jika kita cinta kepada ketentraman dan kebahagiaan kita, maka sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada doa kita, sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada ilmu pengetahuan kita, maka sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada pengalaman kita, maka sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada tubuh tenaga kita, maka sedekahlah.
Jika kita cinta kepada ketentraman dan kebahagiaan kita, maka sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada doa kita, sedekahkanlah.
Kiranya inilah membuat janji Allah pasti terwujud kepada siapa saja
yang senantiasa bersedekah dengan landasan cinta sebagai bukti syukur
atas segala yang telah dianugerahkan dengan sempurna kepada makhluk-Nya. (Anto Pratikno)
Bersedekah Dengan Hati
“Hagah lillah.” kalimat itu yang kerap kali terdengar
manakala aku melintasi jalan menuju kediamanku. Dari mulai depan jalan
hingga ke lorong-lorong, bahkan terkadang dalam jarak dua ratus meter
aku menemui orang-orang berucap kalimat itu. Orang yang beda, tapi tetap
berucap dengan tujuan dan maksud yang sama. Kalau bahasa kita artinya
“mohon sedekahnya… Pak/Bu”
Hal yang sama juga sering terlihat di bis yang biasa mengantarku ke
kuliah. Seorang laki paruh baya, memakai jubah putih, berjanggut
panjang, dan memakai kopiah putih ala Syeikh Sya’rawi, lengkap dengan
kwitansi pembayaran. Sambil berjalan di ditengah-tengah himpitan orang
yang berdiri dalam bis, ia berteriak menyerukan kepada penumpang untuk
menyisihkan uangnya, menyumbang panti asuhan yatim piatu yang
dikelolahnya.
Ada lagi, beberapa waktu lalu saat melaksanakan shalat jemaah di
mesjid, setelah imam mengucapkan salam dan mengakhirkan shalat, salah
seorang jemaah berdiri. Dengan nada suara yang tinggi ia menyerukan
kepada jemaah yang hadir saat itu, agar sudi kiranya memberi bantuan
untuk perobatan dirinya dari penyakit yang tak kunjung sembuh.
Ketiga gambar ini merupakan potret suram yang ada di masyarakat kita.
Tidak hanya di negara yang miskin, di negara yang kaya juga tidak
sedikit. Ya memang begitulah adanya, mungkin sudah sunnatullah, ada yang
kaya ada juga yang miskin. Ada yang meminta pasti ada yang memberi.
Namun yang saya heran, kenapa peminta-mintanya bertambah, yang memberi
malah berkurang. Padahal dalam Islam, kepedulian sosial sangat dijunjung
tinggi demi terbentuknya bangunan masyarakat yang kuat.
Juga yang sering saya renungkan, kalau kita dibilang membaca al
quran, memahaminya juga mengamalkannya, kenapa masih terlihat praktek
sedekah yang tak sesuai dengan etika. Memberi serasa menghina, meminta
seolah mengemis. Karena saya yakin, mereka yang meminta kebanyakan bukan
pilihan utama. Sebab memang tangan di atas lebih mulia dari tangan
dibawah.
Pernah satu saat, saya berjalan dengan seorang kawan. Lalu ada
perempuan yang sedang menggendong anaknya datang menghampiri kami dan
berucap “hagah lillah”. Kebetulan ketika itu, uang di kantong tak ada. Kawan tadi juga sama. Jadinya kami juga berkata “ma’alaisy” sebagai kata maaf untuknya karena tidak bisa memberi.
Tapi setiba di rumah, entah kenapa kawan ku tadi mengucap “hagah lillah”
berulang-ulang. Tidak tahu persis apa niat dia. Namun yang pasti andai
ucapan itu terdengar orang yang meminta-minta, pasti mereka tersinggung.
Apatah lagi, kalau sempat ada orang yang meminta-minta, lantas kita
memberikan dengan diiringi kata menghina. Sedekah seperti ini nilainya
nihil dimata Allah. Sampai-sampai Allah mengumpamakan ini bak bebatuan
yang diatasnya ada debu, lalu datang hujan menyapu bersih debu itu dari
batu.
Sudah seharusnya, kalau tidak bisa, sekurang-kurangnya cukup
mengucapkan kata maaf kepada mereka yang meminta. Karena itu lebih baik
bukan hanya di mata sang Khalik sebagai pemberi rezeki, melainkan di
mata sesama kita. Sebab harta yang kita miliki hakikatnya adalah titipan
Allah. Dan setiap harta yang ada pada kita, tersimpan sebagian hak
fakir miskin. Jadi, kaya dan miskin kita di dunia adalah salah satu
eposide kehidupan yang tengah kita jalani. Kalau hari ini kita kaya,
boleh jadi esok hari kita miskin. Dan sedekah merupakan salah satu
ungkapan rasa syukur kita pada zat Yang Maha Kaya.
Allah swt berfirman;
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:261)
Dan bersedekah yang paling baik adalah bersedekah dengan hati. Itulah
etika dalam bersedekah. Tidak menghina ataupun menyebut-nyebut
dibelakangnya dengan tujuan riya. Sedekah inilah yang paling mulia
dimata Allah.
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2:262)
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2:262)
0 komentar:
Posting Komentar