Selasa, 20 November 2012

Kaya dan Miskin itu Eposide Kehidupan



Berbagi dengan Cinta


“Dan bersedekahlah kamu dengan sesuatu yang paling kamu cintai”

Kata-kata ini sering kita dengar dan begitu akrab ditelinga pencinta sedekah.

Apa sesungguhnya yang paling kita cintai ?

Keimanan dan Ketaqwaan adalah sesuatu yang menyebabkan kita merasakan cinta itu. Cinta yang berwujud petunjuk dari Allah langsung menembus qolbu dan akal kita bersedekah adalah sesuatu yang paling kita cintai.

Jika kita cinta kepada harta kita, maka sedekahkanlah.
Jika kita cinta kepada ilmu pengetahuan kita, maka sedekahkanlah. 

Jika kita cinta kepada pengalaman kita, maka sedekahkanlah. 

Jika kita cinta kepada tubuh tenaga kita, maka sedekahlah. 

Jika kita cinta kepada ketentraman dan kebahagiaan kita, maka sedekahkanlah. 

Jika kita cinta kepada doa kita, sedekahkanlah. 

Kiranya inilah membuat janji Allah pasti terwujud kepada siapa saja yang senantiasa bersedekah dengan landasan cinta sebagai bukti syukur atas segala yang telah dianugerahkan dengan sempurna kepada makhluk-Nya. (Anto Pratikno)

-------------------------------------------------------

Bersedekah Dengan Hati

“Hagah lillah.” kalimat itu yang kerap kali terdengar manakala aku melintasi jalan menuju kediamanku. Dari mulai depan jalan hingga ke lorong-lorong, bahkan terkadang dalam jarak dua ratus meter aku menemui orang-orang berucap kalimat itu. Orang yang beda, tapi tetap berucap dengan tujuan dan maksud yang sama. Kalau bahasa kita artinya “mohon sedekahnya… Pak/Bu”


Hal yang sama juga sering terlihat di bis yang biasa mengantarku ke kuliah. Seorang laki paruh baya, memakai jubah putih, berjanggut panjang, dan memakai kopiah putih ala Syeikh Sya’rawi, lengkap dengan kwitansi pembayaran. Sambil berjalan di ditengah-tengah himpitan orang yang berdiri dalam bis, ia berteriak menyerukan kepada penumpang untuk menyisihkan uangnya, menyumbang panti asuhan yatim piatu yang dikelolahnya.

Ada lagi, beberapa waktu lalu saat melaksanakan shalat jemaah di mesjid, setelah imam mengucapkan salam dan mengakhirkan shalat, salah seorang jemaah berdiri. Dengan nada suara yang tinggi ia menyerukan kepada jemaah yang hadir saat itu, agar sudi kiranya memberi bantuan untuk perobatan dirinya dari penyakit yang tak kunjung sembuh.

Ketiga gambar ini merupakan potret suram yang ada di masyarakat kita. Tidak hanya di negara yang miskin, di negara yang kaya juga tidak sedikit. Ya memang begitulah adanya, mungkin sudah sunnatullah, ada yang kaya ada juga yang miskin. Ada yang meminta pasti ada yang memberi. Namun yang saya heran, kenapa peminta-mintanya bertambah, yang memberi malah berkurang. Padahal dalam Islam, kepedulian sosial sangat dijunjung tinggi demi terbentuknya bangunan masyarakat yang kuat.

Juga yang sering saya renungkan, kalau kita dibilang membaca al quran, memahaminya juga mengamalkannya, kenapa masih terlihat praktek sedekah yang tak sesuai dengan etika. Memberi serasa menghina, meminta seolah mengemis. Karena saya yakin, mereka yang meminta kebanyakan bukan pilihan utama. Sebab memang tangan di atas lebih mulia dari tangan dibawah.

Pernah satu saat, saya berjalan dengan seorang kawan. Lalu ada perempuan yang sedang menggendong anaknya datang menghampiri kami dan berucap “hagah lillah”. Kebetulan ketika itu, uang di kantong tak ada. Kawan tadi juga sama. Jadinya kami juga berkata “ma’alaisy” sebagai kata maaf untuknya karena tidak bisa memberi.

Tapi setiba di rumah, entah kenapa kawan ku tadi mengucap “hagah lillah” berulang-ulang. Tidak tahu persis apa niat dia. Namun yang pasti andai ucapan itu terdengar orang yang meminta-minta, pasti mereka tersinggung. Apatah lagi, kalau sempat ada orang yang meminta-minta, lantas kita memberikan dengan diiringi kata menghina. Sedekah seperti ini nilainya nihil dimata Allah. Sampai-sampai Allah mengumpamakan ini bak bebatuan yang diatasnya ada debu, lalu datang hujan menyapu bersih debu itu dari batu.

Sudah seharusnya, kalau tidak bisa, sekurang-kurangnya cukup mengucapkan kata maaf kepada mereka yang meminta. Karena itu lebih baik bukan hanya di mata sang Khalik sebagai pemberi rezeki, melainkan di mata sesama kita. Sebab harta yang kita miliki hakikatnya adalah titipan Allah. Dan setiap harta yang ada pada kita, tersimpan sebagian hak fakir miskin. Jadi, kaya dan miskin kita di dunia adalah salah satu eposide kehidupan yang tengah kita jalani. Kalau hari ini kita kaya, boleh jadi esok hari kita miskin. Dan sedekah merupakan salah satu ungkapan rasa syukur kita pada zat Yang Maha Kaya.

Allah swt berfirman;

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:261)

Dan bersedekah yang paling baik adalah bersedekah dengan hati. Itulah etika dalam bersedekah. Tidak menghina ataupun menyebut-nyebut dibelakangnya dengan tujuan riya. Sedekah inilah yang paling mulia dimata Allah.

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2:262)

madhan_syah@yahoo.com



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution