Kisah Seorang Polisi Yang Menilang Sahabat Karibnya
Dari
kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau. Jono
segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia
tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah biasanya
menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang. Lampu
berganti kuning. Hati Jono berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya
segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala.Jono
bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. “Ah, aku tak punya
kesempatan untuk menginjak rem mendadak,” pikirnya sambil terus melaju.
Priiiiitttt!!!....
Di
seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti.
Jono menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari
kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing.
Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu.
Hati Jono agak lega.
Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.
“Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!”
“Hai, Jon.” Tanpa senyum.
“Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru.
Istri saya sedang menunggu di rumah.”
“Oh ya?”
Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu.
“Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.”
“Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini.”
Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus ganti strategi.
“Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala.”
Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
“Ayo dong Jon. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu.”
Dengan
ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup
kaca jendelanya. Sementara Bobi menulis sesuatu di buku tilangnya.
Beberapa saat kemudian Bobi mengetuk kaca jendela. Jono memandangi wajah
Bobi dengan penuh kecewa.Dibukanya kaca jendela itu sedikit.
Ah,
lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa
berkata-kata Bobi kembali ke posnya. Jono mengambil surat tilang yang
diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata
SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku.
Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan
membaca nota yang berisi tulisan tangan Bobi.
“Halo
Jono, Tahukah kamu Jon, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan.
Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos
lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas,
ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami
satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar
Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan
kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga
kali ini. Maafkan aku Jon. Doakan agar permohonan kami terkabulkan.
Berhati-hatilah. (Salam, Bobi)”.
Jono
terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bobi. Namun, Bobi
sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia
mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap kesalahannya
dimaafkan… ….
Tak
selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa
jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat
berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.
by. http://kembanganggrek2
0 komentar:
Posting Komentar