Istiqomah-Kemuliaan yang Paling Besar
Kaum muslimin rahimakumullah, di dalam
kehidupan manusia, Allah telah menetapkan jalan yang harus ditempuh oleh
manusia melalui syariat-Nya sehingga seseorang senantiasa Istiqomah dan
tegak di atas syariat-Nya, selalu menjalankan perintah-Nya, menjauhi
larangan-Nya serta tidak berpaling ke kanan dan ke kiri. Allah ta’ala
telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa istiqomah.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Robb kami ialah Allah”,
kemudian mereka tetap beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita, mereka itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas
apa yang telah mereka kerjakan (di dunia)” (QS. Al Ahqaaf [46]: 13-14)
Allah befirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan, ‘Rabb kami adalah Allah’, kemudian mereka istiqamah
(meneguhkan pendirian mereka), maka malaikatakan turun kepada mereka
(dengan mengatakan), Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian
merasa sedih, dan bergembiralah kalian dengan (memperoleh) surga yang
telah dijanji-kan Allah kepada kalian’.” (Fushshilat: 30).
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan, ‘Rabb kami ialah Allah’, kemudian mereka tetap istiqamah,
maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula)
berduka cita. Mereka itulahpenghuni-penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.”
(Al-Ahqaf: 13-14).
“Maka tetaplah istiqamah kamu
sebagaimana yang diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah
taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia
Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” (Hud: 112).
Allah telah menjelaskan bahwa istiqamah
merupakan kebalikan dari sikap yang melampaui batas. Abu Bakar
Ash-Shiddiq, orang yang paling lurus dan jujur serta yang paling
istiqamah dalam umat ini pernah dita-nya tentang makna istiqamah. Maka
dia menjawab, “Artinya, janganlah engkau menyekutukan sesuatu pun dengan
Allah.” Maksudnya, istiqamah adalah berada dalam tauhid yang murni.
Umar bin Al-Khaththab juga berkata,
“Istiqamah artinya engkau teguh hati pada perintah dan larangan dan
tidak menyimpang seperti jalannya rubah.”
Utsman bin Affan berkata, “Istiqamah
artinya amal yang ikhlas karena Allah.” Ali bin Abu Thalib dan Ibnu
Abbas berkata, “Istiqamah artinya melaksanakan kewajiban-kewajiban.”
Al-Hasan berkata, “Istiqamah pada perintah Allah artinya taat kepada Allah dan menjauhi kedurhakaan kepada-Nya.”
Mujahid berkata, “Istiqamah artinya teguh hati pada syahadat bahwa tiada Ilah selain Allah hingga bersua Allah.”
Saya pernah mendengar Syaikhul-Islam
Ibnu Taimiyah berkata,”Istiqamah artinya teguh hati untuk mencintai dan
beribadah kepada-Nya, tidak menoleh dari-Nya ke kiri atau ke kanan.”
Di dalam Shahih Muslim disebutkan dari
Sufyan bin Abdullah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Aku bertanya,
“Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam,
sehingga aku tidak lagi bertanya lagi kepada seseorang selain engkau.”
Beliau menjawab, “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah’, kemudian
istiqamahlah.”
Di dalam Shahih Muslim disebutkan dari Tsauban Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda
“Istiqamahlah kalian dan sekali-kali
kalian tidak bisa membilangnya. Ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian
adalah shalat, dan tidak ada yang memelihara wudhu’ kecuali orang
Mukmin.”
Di dalam Shahih Muslim juga disebutkan
dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam, beliau bersabda,
“Ikutilah jalan lurus dan berbuatlah apa
yang mendekatinya. Ketahuilah bahwa sekali-kali salah seorang di antara
kalian tidak akan selamat karena amalnya”. Mereka bertanya, “Tidak pula
engkau wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak pula aku, kecuali
jika Allah melimpahiku dengan rahmat dan karunia-Nya.”
Di dalam hadits ini Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam menghimpun semua sendi agama. Beliau
memerintahkan istiqamah, jalan lurus dan niat yang benar dalam perkataan
dan perbuatan. Sedangkan di dalam hadits Tsauban beliau mengabarkan
bahwa mereka tidak mampu melaku-kannya. Maka beliau mengalihkannya
kepada muqarabah, atau mendekati istiqamah menurut kesanggupan mereka,
seperti orang yang ingin mencapai suatu tujuan. Kalau pun dia tidak
mampu mencapainya, maka minimal dia mendekatinya. Sekalipun begitu
beliau mengabarkan bahwa istiqamah dan apa yang mendekati istiqamah ini
tidak menjamin keselamatan pada hari kiamat. Maka seseorang tidak boleh
mengandal-kan amalnya, tidak membanggakannya dan tidak melihat bahwa
keselamatannya tergantung pada amalnya, tapi keselamatannya tergantung
dari rahmat dan karunia Allah.
Istiqamah merupakan kalimat yang
mengandung banyak makna, meliputi berbagai sisi agama, yaitu berdiri di
hadapan Allah secara hakiki dan memenuhi janji. Istiqamah berkaitan
dengan perkataan, perbuatan, keadaan dan niat. Istiqamah dalam
perkara-perkara ini berarti pelaksanaannya karena Allah, beserta Allah
dan berdasarkan perintah Allah. Sebagian orang arif berkata, “Jadilah
orang yang memiliki istiqamah dan janganlah menjadi orang yang mencari
kemuliaan, karena jiwamu berge-rak untuk mencari kemuliaan, sementara
Rabb-mu memintamu untuk istiqamah.
Saya pernah mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Kemuliaan yang paling besar adalah mengikuti istiqamah.” (Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah)
Akan tetapi bagaimana pun juga seorang
hamba tidak mungkin untuk senantiasa terus dan sempurna dalam
istiqomahnya. Terkadang seorang hamba luput dan lalai yang menyebabkan
nilai istiqomah seorang hamba menjadi berkurang. Oleh karena itu, Allah
memberikan jalan keluar untuk memperbaiki kekurangan tersebut yaitu
dengan beristigfar dan memohon ampun kepada Allah ta’ala dari dosa dan
kesalahan. Allah ta’ala berfirman yang artinya, Maka beristiqomahlah
(tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun
kepada-Nya”. (QS. Fushshilat [41]: 6). Di dalam al-Qur’an maupun Sunnah
telah ditegaskan cara-cara yang dapat ditempuh oleh seorang hamba untuk
bisa meraih istiqomah. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat” (QS. Ibrahim [14] : 27). Makna “ucapan yang teguh” adalah dua
kalimat syahadat. Sehingga, Allah akan meneguhkan orang yang beriman
yang memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat ini di dunia dan di
akhirat.
Kedua, membaca al-Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril)
menurunkan al-Qur‘an itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan
(hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An
Nahl [16]:102)
Ketiga, berkumpul dan bergaul di lingkungan orang-orang saleh.
Hal ini sangat membantu seseorang untuk senantiasa istiqomah di jalan
Allah ta’ala. Teman-teman yang saleh akan senantiasa mengingatkan kita
untuk berbuat baik serta mengingatkan kita dari kekeliruan. Bahkan dalam
al-Qur’an disebutkan bahwa hal yang sangat membantu meneguhkan keimanan
para sahabat adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Allah berfirman yang artinya, “Bagaimana mungkin (tidak mungkin)
kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada
kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang
siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran [3]:101)
Keempat, berdoa kepada Allah ta’ala agar Dia senantiasa memberikan kepada kita istiqomah hingga akhir hayat.
Bahkan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa doa yang paling
sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa,
“Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik ” artinya “Wahai Zat
yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR.
Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dishahihkan oleh Adz Dzahabi, lihat pula
Shahihul Jami’)
Kelima, membaca kisah Rasulullah, para sahabat dan para ulama terdahulu untuk mengambil teladan dari mereka.
Dengan membaca kisah-kisah mereka, bagaimana perjuangan mereka dalam
menegakkan diinul Islam, maka kita dapat mengambil pelajaran dari kisah
tersebut sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan semua kisah
dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. Huud [11]: 120)
Kaum muslimin rahimakumullah demikianlah
sedikit yang dapat kami sampaikan sebagai renungan bagi kita semua
untuk meniti jalan istiqomah. Semoga Allah ta’ala memberikan keteguhan
kepada kita untuk senantiasa menjalankan syariat-Nya hingga kelak
kematian menjemput kita semua. Amiin ya Mujibbassaailiin.
[Penjelasan Hadits Arba'in No. 21 yang ditulis oleh Ustadz Abdullah Taslim, Lc.]
0 komentar:
Posting Komentar