Mengenal Bid'ah (9), Membaca Surat Yasin Mengapa Dilarang
Ini juga di antara argumen dari pelaku bid’ah ketika diberitahu mengenai bid’ah yang dilakukan,
“Saudaraku, perbuatan seperti ini kan bid’ah.” Lalu dia bergumam, “Masa baca surat Yasin saja dilarang?!” Atau ada pula yang berkata, “Masa baca dzikir saja dilarang?!”
Untuk menyanggah perkataan di atas, perlu sekali kita ketahui mengenai dua macam bid’ah yaitu bid’ah hakikiyah dan idhofiyah.
Bid’ah hakikiyah adalah
setiap bid’ah yang tidak ada dasarnya sama sekali baik dari Al Qur’an,
As Sunnah, ijma’ kaum muslimin, dan bukan pula dari penggalian hukum
yang benar menurut para ulama baik secara global maupun terperinci. (Al I’tishom, 1/219)
Di antara contoh bid’ah hakikiyah adalah puasa mutih (dilakukan untuk
mencari ilmu sakti), mendekatkan diri pada Allah dengan kerahiban
(hidup membujang seperti para biarawati), dan mengharamkan yang Allah
halalkan dalam rangka beribadah kepada Allah. Ini semua tidak ada
contohnya dalam syari’at.
Bid’ah idhofiyah adalah
setiap bid’ah yang memiliki 2 sisi yaitu [1] dari satu sisi memiliki
dalil, maka dari sisi ini bukanlah bid’ah dan [2] di sisi lain tidak
memiliki dalil maka ini sama dengan bid’ah hakikiyah. (Al I’tishom, 1/219)
Jadi bid’ah idhofiyah dilihat dari satu sisi adalah perkara yang
disyari’atkan. Namun ditinjau dari sisi lain yaitu dilihat dari enam
aspek adalah bid’ah. Enam aspek tersebut adalah waktu, tempat, tatacara
(kaifiyah), sebab, jumlah, dan jenis.
Contohnya bid’ah idhofiyah adalah dzikir setelah shalat atau di
berbagai waktu secara berjama’ah dengan satu suara. Dzikir adalah suatu
yang masyru’ (disyari’atkan), namun pelaksanaannya dengan tatacara
semacam ini tidak disyari’atkan dan termasuk bid’ah yang menyelisihi
sunnah.
Contoh lainnya adalah puasa atau shalat malam hari nishfu Sya’ban
(pertengahan bulan Sya’ban). Begitu pula shalat rogho’ib pada malam
Jum’at pertama dari bulan Rajab. Kedua contoh ini termasuk bid’ah
idhofiyah. Shalat dan puasa adalah ibadah yang disyari’atkan, namun
terdapat bid’ah dari sisi pengkhususan zaman, tempat dan tatacara. Tidak
ada dalil dari Al Kitab dan As Sunnah yang mengkhususkan ketiga hal
tadi.
Begitu juga hal ini dalam acara yasinan dan tahlilan. Bacaan tahlil
adalah bacaan yang disyari’atkan. Bahkan barangsiapa mengucapkan bacaan
tahlil dengan memenuhi konsekuensinya maka dia akan masuk surga. Namun,
yang dipermasalahkan adalah pengkhususan waktu, tatacara dan jenisnya.
Perlu kita tanyakan manakah dalil yang mengkhususkan pembacaan tahlil
pada hari ke-3, 7, dan 40 setelah kematian. Juga manakah dalil yang
menunjukkan harus dibaca secara berjama’ah dengan satu suara. Mana pula
dalil yang menunjukkan bahwa yang harus dibaca adalah bacaan laa ilaha illallah,
bukan bacaan tasbih, tahmid atau takbir. Dalam acara yasinan juga
demikian. Kenapa yang dikhususkan hanya surat Yasin, bukan surat Al
Kahfi, As Sajdah atau yang lainnya? Apa memang yang teristimewa dalam Al
Qur’an hanyalah surat Yasin bukan surat lainnya? Lalu apa dalil yang
mengharuskan baca surat Yasin setelah kematian? Perlu diketahui bahwa
kebanyakan dalil yang menyebutkan keutamaan (fadhilah) surat Yasin
adalah dalil-dalil yang lemah bahkan sebagian palsu.
Jadi, yang kami permasalahkan adalah bukan puasa, shalat, bacaan Al
Qur’an maupun bacaan dzikir yang ada. Akan tetapi, yang kami
permasalahkan adalah pengkhususan waktu, tempat, tatacara, dan lain
sebagainya. Manakah dalil yang menunjukkan hal ini?
Semoga sanggahan-sanggahan di atas dapat memuaskan pembaca sekalian.
Kami hanya bermaksud mendatangkan perbaikan selama kami masih
berkesanggupan. Tidak ada yang dapat memberi taufik kepada kita sekalian
kecuali Allah. Semoga kita selalu mendapatkan rahmat dan taufik-Nya ke
jalan yang lurus.
Selesai beberapa sanggahan bagi para pembela ritual-ritual bid'ah. Semoga Allah beri taufik.
0 komentar:
Posting Komentar