Ketika Rumah Jadi Kuburan
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al-Qur'an)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah
Al-Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi
Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa
yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami dan sesungguhnya kamu
benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS Asy Syuura [42]: 52)
Pernahkah Anda membayangkan, ternyata
ada manusia yang telah 'mati' sebelum mati yang sesungguhnya? Ada
manusia yang tak lebih seperti seonggok daging yang berjalan di muka
bumi tanpa ruh. Jika model manusia seperti ini berkumpul dalam
suatu keluarga, maka terwujudlah potret keluarga kuburan. Siapakah
manusia hidup bak 'mayit' yang bergentayangan di jagat raya? Ayat di
atas menyinggung model manusia tersebut.
Al-Qur'an adalah ruh
Al-Qur'an memiliki begitu banyak nama
yang menunjukkan nilai, karakter dan keagungannya. Misalnya Adz Dzikr,
pengingat (QS Al Hijr [15]: 9), Al Kitab (QS Al Baqarah [2]: 2), Al
Huda, petunjuk (QS Al Baqarah [2]: 185), Al Furqan, pembeda (QS Al
Furqan [25]: 1), An Nur, cahaya (QS Al Maaidah [5]: 15-16), Ar Rahmah,
rahmat (QS Yunus [10]: 57), Asy Syifaa', penyembuh/obat (QS Yunus [10]:
57), Al Haq, kebenaran (QS Al Baqarah [2]: 147), Al Bayaan, penjelasan
(QS Ali 'Imran [3]: 138), Al Mau'izhah, pelajaran (QS Ali 'Imran [3]:
138).
Ayat ke 52 surat Asy Syuura di atas
menjelaskan bahwa salah satu nama Al-Qur'an adalah ruh. Begitulah
pendapat kebanyakan ulama tafsir, ketika menafsirkan ayat tersebut.
Tentang tafsir ayat di atas, Syaikhul Mufassirin
(guru pakar tafsir), Imam Ibnu Jarir Ath Thabari (w 310 H), mengatakan,
"Sebagaimana Kami memberi wahyu kepada para rasul Kami (sebelumnya),
Kami juga wahyukan kepadamu wahai Muhammad, Al-Qur'an ini yang merupakan ruh dengan perintah Kami" (Tafsir Ath Thabari
XI/163, Daar Al Kutub Al 'Ilmiyah, Beirut Lebanon, cet.I, 1412 H/1996
M). Pendapat ini, yakni ruh di dalam ayat tersebut adalah Al-Qur'an
diamini oleh Imam Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir IV/409).
Sebelumnya Imam Al Alusi (w 127 H), juga
menafsirkan ruh tersebut dengan Al-Qur'an, dengan menjelaskan
korelasinya, bahwa terhadap hati, kedudukan Al-Qur'an seperti ruh bagi
badan, yang berfungsi menghidupkan badan (Ruuhu'l Ma'aani atau Tafsir Al Alusi IV/89, Daar Al Fikr, Beirut Lebanon, 1414 H/1994), sebagaimana Al-Qur'an juga menghidupkan hati.
Begitulah sesuai dengan namanya sebagai
"Ruh", maka Al-Qur'an benar-benar dapat menghidupkan agama seseorang
sehingga ia menjadi orang yang shalih untuk dirinya dan bermanfaat untuk
orang lain. Dapat menghidupkan atau menyelamatkan seseorang dari
kebodohan sehingga menjadi orang yang 'alim, berpengetahuan luas.
Mencerahkan otak pikiran seseorang dan menumbuhsuburkan sifat-sifat
mulia dalam diri seseorang.
Benar, Al-Qur'an adalah ruh, yang dapat menghidupkan akal dan hati seseorang dengan hidayah setelah mati karena dhalalah
(kesesatan). Al-Qur'an dapat memberikan kehidupan yang bahagia bagi
individu, keluarga dan bangsa yang selalu berinteraksi dengannya.
Karena itulah, turunnya Al-Qur'an ke
bumi benar-benar telah menjadi solusi. Turunnya Al-Qur'an telah
membangkitkan bangsa Arab yang tershibghah (tercelup) dengan
keimananan, dari tidur dan keterpurukannya sehingga mampu mengubah dunia
dan membangun peradaban umat. Turunnya Al-Qur'an sungguh telah menjadi
'ruh', spirit bagi bangsa Arab yang dulunya merupakan komunitas yang
termarjinalkan, bangkit menjadi komunitas yang diperhitungkan dalam
percaturan politik dunia.
Al-Qur'an benar-benar telah menjadi 'ruh' bagi umat manusia yang tadinya hidup dalam kegelapan di semua aspek kehidupan (zhulumaat) sehingga mampu bangun dan bangkit menuju cahaya Islam dan bahkan kemudian mampu siyaadatul 'aalam (memimpin dunia).
Allah swt berfirman,
"...Sesungguhnya
telah datang kepadamu cahaya (nabi Muhammad saw) dari Allah, dan Kitab
yang menerangkan (Al-Qur'an). Dengan Kitab Itulah Allah menunjuki
orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan
(dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (QS Al Maaidah [5]: 15-16)
Malik bin Dinar rahimahullah mengatakan,
"Wahai Ahlu'l Qur'an, apa yang telah ditanam oleh Al-Qur'an dalam hati
kalian? Sebab, sesungguhnya Al-Qur'an itu penyejuk dan penyubur hati
sebagaimana rumput menjadi penyubur tanah." (Tafsir Al Bahr Al Muhith, Abu Hayyan, XII/504, Daar Al Kutub Al 'Ilmiyah, Cet. I, 1413 H/1993 M)
Selanjutnya, di dalam ayat di atas,
Allah swt mengingatkan kondisi Nabi sebelum turunnya Al-Qur'an, bahwa
Nabi saw tidak pernah tahu apa itu Al-Qur'an, apa makna iman, juga tidak
tahu rincian detil syariat-syariat Allah. Firman Allah, "... sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu." Disebut iman secara khusus di sini karena iman adalah pangkal syariat.
Tetapi, Allah menjadikan Al-Qur'an itu
pelita kehidupan dan cahaya, yang Allah tunjuki dengan dia siapa yang Ia
kehendaki, dan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan dan
kesesatan menuju kepada ma'rifah (pengetahuan) dan hidayah (petunjuk)
serta membimbingnya kepada agama yang haq (benar). Hal ini sebagaimana
firman Allah, "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman" (QS Yunus [10]: 57). Dan firman-Nya, "Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS Al Israa' [17]: 82)
Potret Rumah Bagai Kuburan
Lebih dari empat belas abad
yang lampau, Rasulullah saw telah mensinyalir bahwa ada rumah yang
seperti kuburan dalam sabdanya, "Jangan jadikan rumah-rumah kalian
kuburan, sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan surat Al
Baqarah." (HR Muslim, no. 1300)
Berdasarkan hadits ini,
berarti ada rumah yang mungkin nilainya milyaran rupiah, tapi ternyata
ia sesungguhnya seperti kuburan. Yaitu, ketika rumah itu sepi dari
Al-Qur'an. Saat ayah, ibu, anak dan penghuni rumah tersebut jauh dari
Al-Qur'an. Ketika anggota keluarga tidak pernah berinteraksi dengan
Al-Qur'an; tidak pernah memprogramkan untuk rajin membaca Al-Qur'an atau
memperbaiki bacaan Al-Qur'an, menghafalnya dan meningkatkan secara
kuantitas dan kualitas hafalannya, mentadabburinya, mengamalkannya dan
mendakwahkannya serta memberi perhatian besar terhadap upaya membumikan
Al-Qur'an, maka ketika itulah rumah menjadi kuburan.
Dan ketika kita hubungkan
hadits tersebut dengan ayat di atas, maka semakin kuatlah korelasi
keduanya. Di dalam ayat tersebut disebut bahwa Al-Qur'an adalah ruh,
sementara di dalam hadits disinggung bahwa rumah bisa menjadi kuburan
ketika sepi dari Al-Qur'an. Maka, pantaslah jika rumah seperti itu
menjadi seperti kuburan, karena penghuninya, yang jauh dari Al-Qur'an
itu adalah bak 'mayit' yang hidup tanpa ruh. Sebab, kuburan hanya dihuni oleh para mayit. Sehingga rumah itu pun akan dipadati oleh syetan, jauh dari barakah (keberkahan) dan rahmat.
Untuk itu, mari kita ramaikan
rumah kita dengan alunan ayat-ayat Al-Qur'an. Jangan biarkan atau
mentolerir seorang pun di rumah kita yang tidak bisa membaca Al-Qur'an.
Kita terus kondisikan semua anggota keluarga kita untuk cinta Al-Qur'an
dan akrab dengannya sehingga mereka senantiasa hidup di bawah naungan
Al-Qur'an agar rumah kita tidak menjadi kuburan. by. ummi-online
0 komentar:
Posting Komentar