Manusia Paling Merugi di Dunia dan Akhirat
Katakanlah: "Apakah akan
Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap
ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia [maksudnya, tidak beriman kepada pembangkitan di hari Kiamat, hisab dan pembalasan],
maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu
penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat. Demikianlah balasan
mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan
mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok." (QS Al Kahfi [18]: 103-106)
Harta, jabatan, rupa, gelar, popularitas
dan segala pernak-pernik dunia serta kuantitas amal tak jarang
memperdaya banyak orang. Sehingga muncullah egoisme, ujub (membanggakan diri sendiri), merasa paling baik, hebat, shalih dari orang lain. Menganggap diri sendiri "The Best".
Boleh jadi ia memang “The Best” di mata
kebanyakan manusia. Namun, apakah juga ia termasuk orang yang paling
hebat, bahagia dan shalih di sisi Allah swt?
Ayat di atas gamblang mengungkap, ada
orang termasuk keluarga, organisasi, partai, jama'ah atau bangsa yang
terperdaya dirinya sendiri, merasa telah banyak berbuat kebaikan
sehingga menganggap dirinya "The Best". Namun, ternyata di sisi Allah
pada hari kiamat kelak termasuk golongan paling merugi.
Menakar Untung Rugi dengan Neraca Ilahi
Ketika Allah swt berfirman, "Katakanlah:
"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka
berbuat sebaik-baiknya",
maka ayat ini memberi kita pemahaman bahwa
neraca dan timbangan untung-rugi bukanlah berdasarkan penilaian hawa
nafsu atau pandangan kebanyakan orang. Melainkan, harus diukur dan
ditakar dengan neraca Allah.
Seseorang secara subyektif dapat saja
menilai dirinya telah melakukan banyak kebajikan. Namun, ternyata Allah
memvonisnya termasuk "orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini".
Karenanya, takaran yang benar dalam mengukur untung-rugi,
bahagia-sengsara serta baik-buruk adalah neraca Allah, yang absolut
kebenarannya.
Siapakah Manusia yang Paling Merugi?
Tentang siapa yang paling merugi perbuatannya dalam ayat tersebut, terdapat beberapa pandangan para sahabat dan ulama.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Mush'ab
bin Sa'ad, ia berkata, "Aku bertanya kepada ayahku (yakni Sa'ad bin Abi
Waqqash ra) tentang firman Allah, "Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?",
apakah mereka itu Al Haruriyah, (yakni kelompok Khawarij)? Dia
menjawab, "Tidak. Mereka adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Adapun
orang-orang Yahudi (disebut paling merugi) karena mereka telah
mendustakan Muhammad saw. Sementara orang-orang Nasrani (disebut paling
merugi) karena mereka mengkufuri surga sambil mengatakan tidak ada
makanan dan minuman di dalam surga. Al Haruriyah adalah orang-orang yang
melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh. Dan Sa'ad
(yakni ibnu Abi Waqqash) menamakan mereka dengan sebutan orang-orang
fasik." (HR Bukhari, no. 4359)
Sementara Imam Ibnu Katsir (Lihat Tafsir Ibnu Katsir III/329)
mengutip pendapat Ali bin Abi Thalib ra, Dhahhak dan lain-lain, bahwa
mereka (yang paling merugi yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah Al
Haruriyah (Khawarij).
Dalam kajian Ibnu Katsir, itu artinya
bahwa ayat ini mencakup Al Haruriyah sebagaimana mencakup kaum Yahudi,
Nasrani dan lainnya. Jadi, ayat tersebut bukan turun untuk satu kelompok
tertentu saja, melainkan bersifat umum. Sebab, ayat ini Makkiyah
sebelum kaum Yahudi dan Nasrani menjadi mitra bicara (khithab) dan
sebelum adanya kelompok Khawarij.
Dengan demikian, ayat tersebut bersifat
general dan berlaku bagi siapa saja. Baik Ahli Kitab, orang-orang
musyrik dan orang-orang sesat lainnya, yang menyembah Allah dengan cara
yang tidak diridhai dan tidak syar'i, sedangkan ia menyangka apa yang
dilakukannya benar dan amalnya diterima, padahal kenyataannya ia
benar-benar telah salah dan amalnya tertolak.
Hal ini seperti disinggung Allah dalam firman-Nya, QS Al Ghaasyiyah (88): 2-4, "Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan. Memasuki api yang sangat panas (neraka)." Juga firman-Nya, "Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan (yakni
amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia,
amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah karena mereka tidak beriman), lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (QS Al Furqaan [25]: 23)
Atau dalam QS An Nuur [24]:39, "Dan
orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah
yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun."
Ketiga ayat tadi menunjukkan,
orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan iman, tidak
mendapat balasan dari Tuhan di akhirat meski di dunia mereka mengira
akan mendapatkannya.
Balasan Bagi Manusia yang Paling Merugi
Di dalam ayat tersebut, Allah juga menyebutkan balasan bagi manusia yang paling merugi, yaitu:
1. Terhapusnya amalan-amalannya, "maka hapuslah amalan- amalan mereka."
2. Terkoyak-koyaknya kehormatan dan kemuliaannya, "...dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat."
3. Disiksa di neraka Jahannam, "Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam"
Terkait dengan ayat di atas, Rasulullah
bersabda, "Sesungguhnya nanti pada hari Kiamat akan datang seseorang
yang besar dan gemuk, namun di sisi Allah beratnya tidak bisa
mengungguli sayap seekor nyamuk." Lalu Nabi Saw bersabda, "Bacalah", dan
Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari
Kiamat…" (HR Bukhari, no. 4360).
Artinya tidak ada pahala bagi mereka.
Amalan mereka justru memicu siksa dan tidak ada kebaikan mereka yang
bisa ditimbang di hari Kiamat. Sebab, selama di dunia mereka menimbang
untung-rugi serta baik-buruk dengan neraca nafsu dan variabel-variabel
dunia yang menipu. Dan orang yang tidak memiliki kebaikan di akhirat
berarti tempatnya di neraka. Naudzubillahi min dzalik.
5 Sebab Menjadi Manusia Paling Merugi
Ayat di atas menyinggung beberapa faktor
yang menjadikan seseorang menjadi manusia yang paling merugi di dunia
dan di akhirat. Di antaranya:
1. Melakukan amal yang sia-sia, tidak
berdasarkan aturan yang disyariatkan dan tidak diridhai oleh Allah swt.
Faktor ini kita pahami dari firman-Nya, "Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini."
2. Mengkufuri ayat-ayat Allah
3. Mengkufuri hari kebangkitan dan hari akhir. Keduanya tercermin dari firman-Nya, "Mereka
itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan
(kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia" [Maksudnya: tidak beriman kepada
pembangkitan di hari Kiamat, hisab dan pembalasan].
4. Mereka mengolok-olok ayat-ayat Allah.
5. Mereka juga mengolok-olok para rasul Allah. Kedua hal ini termaktub dalam firman-Nya di atas, "...mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok."
0 komentar:
Posting Komentar