Kita Adalah Siapa Teman Kita
Siapa teman kita? Maka, bisa jadi, kemungkinan besar, tabiat atau
watak dan perilaku kita pun seperti teman kita. Siapa kita, bisa dinilai
dari siapa yang berteman dengan kita atau dengan siapa kita berteman.
Karenanya,
berhati-hati dan cerdaslah dalam memilih teman. Teman baik akan membuat
kita baik. Teman buruk akan membuat kita buruk pula. Pertemanan ibarat
”sekolah” yang akan mendidik watak dan akhlak kita. Celakanya, kata
pepatah Arab, ”sifat buruk (mudah) menular”.
Begitulah ”hipotesis” yang saya dapatkan ketika ”menelusuri” pesan-pesan Islam tentang pertemanan.
Mari kita simak hadits serta ungkapan sahabat dan ulama tentang pertemanan di bawah ini.
“Orang itu mengikuti agama temannya, maka setiap orang dari kamu hendaklah melihat siapa yang menjadi temannya” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
“Perumpamaan teman yang shalih dengan yang buruk itu seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Berkawan
dengan penjual minyak wangi akan membuatmu harum, karena kamu bisa
membeli minyak wangi darinya, atau sekurang-kurangnya kamu mencium bau
wanginya. Sementara berteman dengan pandai besi, akan membakar badan dan bajumu, atau kamu hanya mendapatkan bau tidak sedap” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Kebiasaan
orang itu sama dengan tabiat shahabatnya. Maka hendaklah salah seorang
dari kalian melihat siapa yang menjadi sahabatnya” (HR. Ahmad).
“Nilailah
seseorang itu dengan siapa ia berteman karena seorang Muslim akan
mengikuti Muslim yang lain dan seorang fajir akan mengikuti orang fajir
yang lainnya.” (Ibnu Mas’ud).
“Seseorang itu akan berjalan dan berteman dengan orang yang dicintainya dan mempunyai sifat seperti dirinya.” (Ibnu Mas’ud).
“Nilailah
seseorang itu dengan temannya sebab sesungguhnya seseorang tidak akan
berteman kecuali dengan orang yang mengagumkannya (karena seperti dia).” (Ibnu Mas’ud).
“Jangan menetapkan penilaian terhadap seseorang sampai kamu memperhatikan siapa yang menjadi temannya” (Nabi Sulaiman).
“Sesungguhnya
kami, demi Allah belum pernah melihat seseorang menjadikan teman buat
dirinya kecuali yang memang menyerupai dia maka bertemanlah dengan
orang-orang yang shalih dari hamba-hamba Allah agar kamu digolongkan
dengan mereka atau menjadi seperti mereka.” (Qatadah).
“Biasanya
Salafus Shalih tidak menanyakan (keadaan) seseorang sesudah
(mengetahui) tiga hal yaitu jalannya, tempat masuknya, dan
teman-temannya ” (Al-A’masy).
“Nilailah tanah ini dengan nama-namanya dan nilailah seorang teman dengan siapa ia berteman.” (Abdullah bin Mas’ud).
Saya
menjadi gelisah tiap kali teringat dalil-dalil di atas. Saya jadi
bertanya, siapa saya? Soalnya, teman saya itu juga teman Anda? dari
berbagai kalangan; mungkin dari kalangan putih, hitam, juga abu-abu.
Wallahu a’lam. (ASM. Romli).*
0 komentar:
Posting Komentar