Hal-hal yang Menimbulkan Syubhat (Keraguan)
Jika seseorang mendapatkan sesuatu dari orang lain maka tidak wajib
baginya menanyakan dan tidak ada hak pula untuk memeriksa apakah
pemberian tersebut halal atau haram, apakah bercampur sedikit haram
ataukah condong pada keharaman yang banyak, dan lain sebagainya. Akan
tetapi, jika hatinya ragu tentang pemberian tersebut maka ia sudah
diliputi syubhat atau keraguan. Adapun sumber keraguan itu ada yang
berkaitan dengan barang dan ada yang berkaitan dengan pemilik barang.
Keraguan atau syubhat atas suatu barang yang disebabkan karena pemilik barang tersebut didasarkan pada tiga hal, yaitu:
1. Tidak mengetahui identitas pemiliknya.
2. Karena adanya sesuatu yang menunjukkan keraguan.
3. Karena kebiasaan menduga.
Keraguan atas suatu barang bisa bersumber karena seseorang tidak mengetahui identitas pemiliknya (pemberinya). Misalnya, seseorang mendapatkan sesuatu dari orang lain sedangkan yang memberi adalah orang asing baginya. Tidak ada tanda-tanda yang jelas apakah orang yang memberi itu zalim atau orang alim (misalnya apakah seseorang yang zalim atau orang sufi). Lebih-lebih orang tersebut dia jumpai pertama kali dalam tempat yang asing pula, tidak ada tanda-tanda apakah tempat itu kebanyakan orang yang zalim atau ahli ibadah. Maka yang demikian ini sebenarnya tak perlu diragukan. Jika hal yang semacam ini masih diragukan maka hal itu termasuk prasangka buruk. Dalam hal ini Allah swt. jelaskan dalam Q.S. al-Hujurat ayat 12.
Yang dimaksud wara' dalam hal ini adalah meninggalkan sesuatu yang tidak
diketahui. Rasulullah saw. pun tidak pernah menanyakan sesuatu barang
yang dibawa sahabat kepadanya kecuali timbul keraguan adanya dua
alternatif dari tujuan pembawanya. Misalnya, barang itu untuk hadiah
atau zakat. Pertanyaan Rasulullah saw. itu berdasarkan pengamatan
masyarakat di lingkungan Madinah karena pada awal kedatangan beliau ke
Madinah, orang-orang anshor mengetahui bahwa masuknya para muhajirin itu
dalam keadaan fakir maka perlu zakat untuk mereka. Lain lagi ketika
Rasulullah saw. diundang dalam perjamuan-perjamuan. Beliau tidak pernah
menanyakan apakah hidangan dalam perjamuan tersebut adalah sedekah atau
zakat. Karena secara logika, hidangan itu sudah tentu suatu sedekah.
Sedangkan sumber syubhat yang disebabkan oleh barang itu sendiri
misalnya adanya keraguan apakah barang tersebut bercampur dengan barang
haram atau misalnya barang-barang hasil ghasab kemudian dijual di pasar,
sedang yang membeli itu tidak mengetahui kedudukan barang yang
dibelinya. Pembeli tidak wajib untuk menanyakan asal usul tentang
sesuatu barang di pasar yang dibelinya, kecuali jika ia menyaksikan
sendiri bukti-buktinya bahwa barang halal itu bercampur dengan yang
haram.
Adapun timbulnya kecenderungan syubhat itu ada empat macam, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Timbulnya kecenderungan syubhat karena keraguan disebabkan apakah sesuatu itu halal atau haram.
2. Timbulnya kecenderungan syubhat karena ragu akan adanya percampuran antara sesuatu yang halal dengan yang haram.
3. Timbulnya kecenderungan syubhat karena adanya kewajiban untuk menghalalkan sesuatu yang haram.
4. Kecenderungan syubhat karena adanya dalil yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu dalam hal yang sama.
Adakalanya keraguan tentang sebab yang menghalalkan atau yang mengharamkan sesuatu itu seimbang. Jika antara halal dan haram itu mempunyai keragu-raguan yang sama maka untuk condong pada salah satunya (menentukan dan memastikan haram atau halal) adalah bertumpu pada apa yang diketahui sebelumnya. Jika sebelumnya mengetahui bahwa hal itu adalah haram maka condonglah pada haram dan tinggalkan. Jika sebelumnya mengetahui bahwa hal itu adalah halal maka condonglah pada halal.
*) Dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar